Presiden Joko Widodo (Jokowi) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena dinilai lalai lantaran belum menerbitkan seluruh peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Kantor Staf Kepresidenan (KSP) memberi pembelaan.
Tenaga Ahli KSP Ade Irvan Pulungan menjelaskan saat ini UU Cipta Kerja masih dimohonkan uji materi atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, pemerintah pun menghargai proses hukum yang tengah berjalan.
"Pertama kan memang UU Cipta Kerja ini kan proses hukumnya masih di Mahkamah Konstitusi. Kan sebagian kelompok masyarakat kan memang ada yang melakukan uji materi, judicial review terhadap UU Cipta Kerja ini. Pemerintah masih menunggu hasil dari MK terhadap gugatan yang diajukan," kata Irvan kepada wartawan, Selasa (11/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irvan tak mengerti apa yang menjadi dasar gugatan itu dilayangkan ke PTUN. Sebab, dia belum mendapatkan salinan gugatan tersebut, termasuk dalil-dalil yang disampaikan sang penggugat.
"Saya tidak tahu apa yang menjadi tujuan atau dasar dari penggugat dia melakukan gugatannya. Karena memang kita kan belum mendapatkan gugatannya, dalam positanya apa yang dia uraikan dalam dalil-dalil hukumnya sehingga dia merasa ada yang dirugikan kepentingannya sehingga dia mengajukan gugatan ke PTUN," tuturnya.
"Kalau dia menggugat ke PTUN konteksnya apa dia sebagai legal standing di PTUN. Apakah dia termasuk orang yang dirugikan sebagai pejabat tata usaha negara, memang kan tentu PTUN objeknya berbeda dengan PN, PA. Objek dan subjek hukumnya kan pasti berbeda. Saya belum melihat secara jauh, hal-hal yang menjadi dasar mereka secara hukum. Kita harus melihat itu secara hukumnya apa yang menguatkan dalil-dalil hukumnya," imbuh Irvan.
Lebih lanjut, Irvan menjelaskan, dari yang dia tahu, instansi terkait sebenarnya sudah membuat peraturan turunan dari Pasal 175 UU Cipta Kerja. Namun, kata dia, lagi-lagi hal itu terkendala uji materi yang masih dalam proses di MK.
"Pasal 175 itu turunannya itu kan yang saya ketahui, para instansi terkait itu sudah membuat turunannya, baik itu PP maupun peraturan presidennya yang terkait dengan klaster-klaster yang ada yang memang menjadi amanat UU itu. Namun, karena UU ini masih di-judicial review di MK, mungkin masih belum mendasar untuk dipublikasikan lah, karena kan pemerintah masih menunggu, masih ada proses hukumnya," papar dia.
Simak video 'Ketemu Serikat Buruh, Moeldoko Janji Kawal UU Cipta Kerja':
Irvan juga menjelaskan perihal tenggat waktu 3 bulan bagi Pemerintah cq Presiden wajib untuk menetapkan peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja. Menurut dia, jangka waktu tersebut berlaku jika tidak ada proses hukum yang masih berjalan.
"Alangkah idealnya kita masih menunggu, walaupun ada amanat 3 bulan dari UUnya. Kan pengertiannya waktu 3 bulan kalau tidak ada proses hukum, kalau ada proses hukum kita harus menghormati proses hukum, kan logikanya begitu. Kita ingin melaksanakan amanat UU itu, misalnya telah disiapkan turunannya setelah 3 bulan berlaku, tapi itu kan kalau tidak ada proses hukumnya," kata Irvan.
Sebelumnya diberitakan, advokat Viktor Santoso Tandiasa menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Penggugat menilai Jokowi lalai karena belum menerbitkan seluruh peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Salah satunya terkait peraturan turunan UU Administrasi Pemerintahan.
"Kami resmi mendaftarkan gugatan perbuatan melanggar hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang dilakukan Presiden atas tindakan tidak diterbitkannya Peraturan Presiden tentang fiktif positif sebagaimana diatur dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan yang mengakibatkan kekosongan hukum untuk menempuh upaya fiktif positif ke PTUN dengan Nomor Perkara 123/G/TF/2021/PTUN.JKT," kata kuasa hukum pemohon, Eliadi Hulu, kepada wartawan, Selasa (11/5/2021).
Penggugat memiliki sejumlah argumen, salah satunya terjadi perubahan dalam UU Administrasi Pemerintahan, terutama dalam ketentuan yang mengatur tentang Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan setelah UU Cipta Kerja berlaku. Sebelum ada UU Cipta Kerja, upaya fiktif positif dilakukan melalui mekanisme di PTUN. Namun dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja, upaya fiktif positif melalui mekanisme PTUN dihapus.
"Sehingga sejak UU Cipta Kerja diundangkan, PTUN tidak lagi berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus permohonan fiktif positif," ujar Eliadi.