Hakim Marahi ASN KKP di Sidang Kasus Suap Edhy Prabowo

Hakim Marahi ASN KKP di Sidang Kasus Suap Edhy Prabowo

Zunita Putri - detikNews
Selasa, 11 Mei 2021 16:08 WIB
Sidang kasus suap Edhy Prabowo, Selasa (11/5)-(Zunita/detikcom)
Foto: Sidang kasus suap Edhy Prabowo, Selasa (11/5)-(Zunita/detikcom)
Jakarta -

Saksi bernama Anton Setyo Nugroho mengaku menyerahkan uang Rp 2,6 miliar ke staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi. Anton mengaku menyerahkan uang terkait izin ekspor PT Anugrah Bina Niha (PT ABN).

Anton adalah merupakan ASN di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Anton mengaku pernah dihubungi oleh pemilik PT Anugrah Bina Niha (PT ABN), Sukanto Ali Winoto. Anton mengatakan Sukanto meminta bantuan ke Anton untuk mengurus izin ekspor benur.

"Saya melakukan pertemuan di kantor menghadap ke pak Andreau, menyampaikan ini ada perusahaan yang ingin berusaha untuk budidaya dan ekspor, Pak Andreu sampaikan 'ini gimana dokumennya lengkap nggak', saya sampaikan dokumen lengkap. Kemudian sudah punya budidaya belum, saya bilang sudah punya di Lombok. Jadi itu yang disampaikan pak Andreu ke saya," kata Anton saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (11/5/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anton mengatakan Andreau Misanta Pribadi meminta dana partisipasi jika PT ABN ingin mengikuti kegiatan ekspor benur. Dia menyebut Andreau meminta uang senilai Rp 3,5 miliar.

"BAP saudara, bahwa Andreau bilang 'namun harus ada uang partisipasi Ton', kemudian saya jawab 'berapa bang nilai partisipasinya', kata Andreau 'yang dulu-dulu bisa mencapai Rp 5 sampai 10 miliar yang ini cukup Rp 3,5 miliar saja'. Benar?" tanya jaksa dan diamini Anton.

ADVERTISEMENT

Setelah ada permintaan uang Rp 3,5 miliar dari Andreau, Anton langsung melapor ke Sukanto selaku pemilik PT ABN. Sukanto menyanggupi pemberian uang itu, namun dia hanya menyetujui Rp 2,5 miliar.

"Saya menyampaikan kesanggupan Pak Kanto untuk berpartisipasi Rp 2,5 miliar," katanya.

Andreau disebut menyetujui angka Rp 2,5 miliar. Pemberian dilakukan pada Juni-Juli 2020 secara bertahap.

Adapun rinciannya sebagai berikut:

- Penyerahan pertama Rp 1 miliar di Stasiun Gambir diberikan Sukanto melalui Anton dan diterima ajudan Andreau bernama Yones

- Penyerahan kedua Rp 750 juta di restoran Hotel Sahid, Jakarta. Anton yang menyerahkan diterima Iwan Febrian

- Penyerahan ketiga Rp 750 juta juga di restoran Hotel Sahid, Jakarta. Anton yang menyerahkan diterima Iwan Febrian

"Itu uang dari Pak Kanto uangnya, dengan maksud terkait (dana) partisipasi," kata Anton.

Selain itu, Anton juga mengaku menyerahkan uang Rp 100 juta untuk Andreau. Uang itu adalah uang terima kasih dari Sukanto ke Andreau.

Total uang yang diterima Andreau adalah Rp 2,6 miliar. Di mana Rp 2,5 miliar diperuntukkan untuk izin ekspor dan Rp 100 juta uang terima kasih untuk Andreau.

"Rp 100 juta saya serahkan langsung ke pak Andreau, itu (uang) ucapan terima kasih," ucap Anton.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya

Simak Video: Cerita Saksi soal Edhy Prabowo Minta Rp 5 M untuk Izin Budidaya Benur

[Gambas:Video 20detik]



Hakim Marahi Saksi

Hakim ketua Albertus Usada sempat marah ke Anton. Penyebabnya, Anton menyatakan dana partisipasi itu hal lumrah jika berkaitan izin ekspor benur.

Awalnya, ketika jaksa bertanya tentang dana partisipasi Rp 2,5 miliar Anton menyebut itu hal lumrah. Menurutnya pemberian uang itu adalah hal biasa untuk modal kegiatan.

"Apa yg anda pahami terkait dana partisipasi?" tanya jaksa.

"Sebagai hal yang lumrah dalam proses perizinan ini berarti kalau.....," kata Anton.

Belum selesai Anton menjawab, hakim Albertus langsung memotong pernyataan Anton. Anton menganggap uang itu modal.

"Kamu harusnya melimpah di sana karena repot urus izin perusahaan itu, itu kan conflict of interest itu. Kamu itu urus status kepindahan kamu dari Menko Maritim ke KKP. Kok asik izinnya PT ABN, diperhamba oleh direktur utama bernama Sukanto Ali Winoto, rusak ASN begini semua. Kamu mengatakan (dana partisipasi) hal biasa, kamu paham tidak pembangunan zona berintegritas ini. Kok hal yang lumrah, itu catat di berita acara besar itu, ini saksi apa ini, ini fakta baru," tegas hakim Albertus.

"Saya pikir itu sebagai modal partisipasi," ucap Anton.

"Ya tadi saya pikir kalau itu salah mohon maaf, kalau mau ikut dalam pengurusan ini harus memang berpartisipasi seperti itu. Karena saya sampaikan ke pak Kanto (Sukanto) ini sebagai bagian modal yang harus dikeluarkan dalam proses perusahaan," lanjut Anton.

Andreau Misanta Pribadi adalah terdakwa dalam kasus ini. Andreau adalah stafsus Edhy Prabowo sekaligus Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Budi Daya Lobster.

Andreau didakwa bersama Edhy Prabowo dkk menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp 25,7 miliar dari pengusaha eksportir benih bening lobster (BBL) atau benur. Jaksa mengatakan Edhy menerima uang suap dari beberapa tangan anak buahnya.

Selain Andreau dan Edhy, ada juga Safri selaku stasfus Edhy dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Iis Rosita Dewi, serta Sidwadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Semuanya terdakwa dalam sidang hari ini.

(Sebagian judul dan isi berita di-update pukul 17.30 WIB setelah ada penjelasan lebih lanjut dari jaksa penuntut umum terkait status pekerjaan Anton)

Halaman 2 dari 2
(zap/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads