Permasalahan hukum di masyarakat sangat beragam. Hal itu terlihat dalam berbagai pertanyaan pembaca dalam rubrik konsultasi hukum detik's Advocate.
Berikut rangkuman detik's Advocate dalam sepekan ini:
Teror Pinjaman Online (Pinjol)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diceritakan pembaca detik's Advocate, inisial YS. Ia mengaku mendapatkan teror dari debt collector karena nunggak pembayaran. Namun, penagihan itu dinilai sudah kelewatan karena main ancam dengan segara cara.
Permasalahan di atas dijawab oleh Slamet Yuono, S.H., M.H. (partner pada Kantor Hukum 99 & Rekan). Langkah hukum yang dapat dilakukan apabila mendapat teror dari pinjol:
1. Pengaduan Ke Satgas Waspada Investasi/SWI
Peminjam yang diteror dapat membuat dan mengirimkan Surat Pengaduan ke Ketua Satgas Waspada Investasi yang beralamat di Otoritas Jasa Keuangan, Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 10710 DKI Jakarta Indonesia. Dalam pengaduan tersebut diuraikan antara lain mengenai:
- Identitas pelapor, nomor kontak pelapor dan kronologi peristiwa;
- Uraian mengenai tindakan penagihan yang dilakukan Fintech Lending melalui debt collector seperti: menyebarkan data nasabah ke medsos atau ke kontak-kontak yang ada di kontak nasabah, poster buronan atau ditempel foto para nasabahnya dan disebarluaskan ke medsos dan tindakan tidak berkenan yang lainnya;
- Melampirkan bukti-bukti seperti: screenshot percakapan baik melalui WhatsApp, SMS atau lainnya, bukti foto atau video jika tindakan penagihan yang tidak pantas dilakukan secara langsung, atau bukti-bukti lain yang relevan.
2. Lapor ke Kepolisian RI terkait Tindak Pidana ITE
Peminjam juga bisa membuat laporan polisi ke Kepolisian Republik Indonesia atas tindakan yang dilakukan Fintech Lending melalui debt collectornya, karena tindakan yang dilakukan oleh Fintech Lending tersebut adalah merupakan bentuk pelanggaran hukum.
1) Terkait akses ilegal data pribadi dapat dijerat Pasal 32 ayat (2) juncto Pasal 48 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 Juncto UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 32 ayat (2):
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak."
Sanksinya diatur dalam Pasal 48:
"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Terkait penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) Juncto Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 Juncto UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat (3):
"Setiap Orang dengan dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Sanksinya diatur dalam Pasal 45 ayat (3):
"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)."
Trading Kripto dengan Joki
Seorang pembaca menanyakan apakah trading menggunakan joki diperbolehkan secara hukum atau tidak. Advokat Alvon Kurnia Palma, SH, MH menjelaskan di Indonesia saat ini hanya terdapat 13 pedagang mata uang kripto yang berwenang melangsungkan jual beli mata uang kripto yang meliputi :
1. PT. Crypto Indonesia Berkat,
2. PT. Upbit Exchange Indonesia,
3. PT. Tiga Inti Utama,
4. PT. Indodax Nasional Indonesia,
5. PT. Pintu Kemana Saja,
6. PT. Zipmex Exchange Indonesia,
7. PT. Bursa Cripto Prima,
8. PT. Luno Indonesia ltd,
9. PT. Rekeningku dotcom Indonesia,
10. PT. Indonesia Digital Exchange,
11. PT. Cipta Coin Digital,
12. PT. Triniti Investama Berkat, dan
13. PT. Plutonex Digital Asset.
Dalam perjanjian antara pedagang dengan pelanggan harus terdapat klausul tentang informasi tentang risiko fluktuasi harga, kegagalan sistem dan risiko terkait lainnya. Setelah itu, barulah pedagang dapat menerima dana milik pelanggan, memberikan wallet sebagai media penyimpan aset kripto dan melangsungkan perdagangan aset kripto. Dalam perdagangannya, antara pedagang dengan pelanggan, diverifikasi oleh Lembaga Kliring Berjangka.
Dalam alur proses yang disebutkan di atas, tidak terdapat pihak lain yang menamakan dirinya sebagai joki (executor). Kecuali pelanggan memposisikan dirinya sebagai joki atau pelanggan meminta pihak lain untuk menjadi joki dalam jual beli kripto sebagai aset. Apabila ada maka perjokian itu di luar logika alur proses perdagangan mata uang kripto sebagai aset.
Pedagang tidak memiliki tanggung jawab atas perbuatan pelanggan apabila sudah diluar dari perjanjian yang dibuat dan tiada hubungan hukum antara pedagang (exchanger) dengan joki. Kecuali antara pelanggan dengan joki ada perjanjian tersendiri terkait dengan proses perjokian. Apabila ada yang menjual mata uang kripto selain pedagang dan pelanggan yang diawasi oleh lembaga kliring berjangka maka setiap orang harus ekstra hati-hati atas potensi terjadinya penipuan.
Mau Ganti Nama Atas Bisikin Mbah Dukun
Sesuai UU, setiap perubahan nama yang tercantum dalam bentuk akta harus seizin Pengadilan Negeri. Alasannya beragam, dari salah ejaan, pindah agama atau ganti kelamin. Tapi bagaimana bila alasan dapat bisikan dari mbah dukun?
Pertanyaan tersebut diterima Posbakum PN Jember Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej) dari masyarakat yang meminta saran ke Posbakum. Paralegal Posbakum FH Unej, Savira Anggraeni, S.H. menyatakan alasan perubahan nama, pada dasarnya tidak tercantum secara jelas dalam UU Administrasi Kependudukan bahwa dalam suatu permohonan wajib untuk mencantumkan alasan perubahan nama. Namun mengingat suatu permohonan (Perdata) pada pengadilan negeri harus memuat Posita (landasan permohonan) dan Petitum (permintaan), maka penting kiranya untuk menuangkan alasan-alasan perubahan nama pada posita dalam permohonan tersebut.
Hanya saja, mengenai alasan-alasan yang dianggap di luar nalar seperti bisikan dari mbah dukun cukup beresiko apabila diteruskan dalam tahap persidangan. Dalam hal ini peran Posbakum adalah untuk menyaring dan memberikan advis kepada pemohon bahwasanya alasan tersebut sesungguhnya tidak cukup kuat untuk merubah nama dalam Akte Kelahiran yang nantinya akta tersebut dapat dijadikan dasar untuk merubah dokumen-dokumen penting lainnya seperti KTP, KK, Buku Nikah, Sertifikat Tanah, Surat-surat terkait perbankan, asuransi dan lain sebagainya yang dinilai cukup beresiko apabila alasan penggantian Akta Kelahiran tersebut hanya sebatas bisikan dari mbah dukun.
Maka dari itu kami tidak menyarankan untuk melanjutkan ke tahap persidangan mengingat resiko permohonan tersebut ditolak oleh majelis cukup tinggi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak Video: Waspada Pakai Pinjol untuk Rayakan Lebaran
Pembatalan Perjanjian di Atas Materai
Dalam hubungan keperdataan, perjanjian menjadi UU di antara para pihak. Untuk menguatkan perjanjian, acapkali para pihak membubuhkan materai di atasnya. Namun pembaca detik's Advocate menanyakan keabsahan materai tersebut karena perjanjian itu melanggar UU.
Nah, perjanjian keperdataan di Indonesia tunduk kepada Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan 4 syarat sahnya suatu perjanjian yakni:
1.Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
2.Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
3.Suatu hal tertentu; dan
4.Suatu sebab (causa) yang halal.
Empat syarat di atas harus terpenuhi semuanya, tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.
Adapun fungsi materai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu. Jadi esensi dari bea materai adalah pajak atau objek pemasukan kas negara yang dihimpun dari dana masyarakat yang dikenakan terhadap dokumen-dokumen tertentu. Oleh karena itu surat perjanjian yang tidak disertai materai tetap dianggap sah, selama memenuhi pasal 1320 KUHPerdata. Syarat materai tidak diatur di Pasal 1320 KUHPerdata.
Maka perjanjian di atas materai otomatis batal demi hukum jika perjanjiannya bertentangan dengan undang-undang, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1320 KUH Perdata. Namun bila pihak yang terikat dengan perjanjian itu keberatan dengan dalil Anda atau memiliki tafsir yang berbeda dengan Anda, maka tugas Anda adalah membuktikan bahwa benar bila perjanjian itu nyata-nyata bertentangan dengan UU, meski pun perjanjian itu di atas materai,
Penyelesaian Sengketa Perjanjian Nominee Saham WNA-WNI
Pertanyaan soal saham yang dimilik WNA dengan perjanjian nominee ditanyakan warga Jakarta, Melinda. Berikut pertanyaanya:
WNA membeli saham PT dengan meminjam nama WNI berdasarkan perjanjian nominee sejumlah 10% dari modal disetor dan ditempatkan PT. Hal ini diketahui oleh direksi dan dewan komisaris PT.
Setahun kemudian WNI mengajukan penjualan saham tanpa sepengetahuan WNA namun ditolak oleh direksi PT. Kemudian direksi melaporkan pada WNA, dan WNA meminta untuk pengalihan saham ke atas nama WNA dan direksi mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, namun WNI menolak hadir.
1. Bagaimana status hukumnya jika pemegang saham tidak pernah hadir dalam RUPS meskipun telah dilakukan pemberitahuan dan prosedur sesuai UU 40/2007?
2. Bagaimana status kepemilikan saham sesuai UU yang berlaku?
3. Dapatkan pemegang saham memutuskan untuk membatalkan kepemilikan saham tersebut ?
Mohon untuk dapat memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
Terima kasih.
Salam,
Melinda
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik's Advocate meminta pendapat hukum dari mantan Hakim Agung Prof. Dr. Gayus Lumbuun, SH. MH. Berikut jawaban lengkapnya:
Permasalahan:
WNA membeli saham PT dengan meminjam nama WNI berdasarkan perjanjian nominee sejumlah 30% dari modal disetor dan ditempatkan PT. Ini diketahui oleh direksi dan dewan komisaris PT. Kemudian WNI mengajukan RUPS penjualan saham tanpa sepengetahuan WNA namun ditolak oleh direksi PT.
Kemudian direksi melaporkan pada WNA, dan WNA meminta untuk pengalihan saham ke atas nama WNA saja dan untuk itu direksi mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, namun WNI menolak hadir.
1. Bagaimana status hukumnya jika pemegang saham tidak pernah hadir dalam RUPS meskipun telah dilakukan pemberitahuan dan prosedur sesuai UU 40/2007?
Jawab :
Berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), RUPS terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. RUPS Tahunan wajib diselenggarakan setiap tahun dan paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun buku. RUPS selain RUPS Tahunan disebut RUPS lainnya atau dikenal juga dengan RUPS Luar Biasa. RUPS yang disebutkan dalam permasalahan dan pertanyaan ini termasuk RUPS lainnya atau RUPS Luar Biasa (RUPSLB).
RUPS Tahunan dan RUPS lainnya juga dapat dilakukan atas permintaan pemegang saham, yang sekurang-kurangnya mewakili 1/10 atau lebih dari jumlah seluruh saham hak suara atau atas permintaan Komisaris (Pasal 79). Dalam kontek ini, WNA tidak dapat meminta Direksi menyelenggarakan RUPS karena yang bersangkutan bukanlah pemegang saham menurut UUPT. Namun WNI pemegang 30 % saham yang tercatat pada perseroan mempunyai hak untuk meminta Direksi melaksanakan RUPSLB untuk kepentingan penjualan saham tersebut.
Dalam permasalahan ini tidak disebutkan agenda RUPSLB, padahal penyebutan agenda rapat adalah penting karena akan berhubungan dengan syarat kehadiran dalam RUPSLB tersebut. Akan tetapi terlepas dari agenda RUPSLB tersebut, maka kehadiran para pemegang saham merupakan hak, bukan kewajiban dari pemegang saham. Pemegang Saham berhak hadir sendiri atau diwakili berdasarkan Surat Kuasa (Pasal 85). Oleh sebab itu tidak ada konsekuensi hukum bagi pemegang saham atas ketidakhadirannya dalam RUPSLB.
Namun demikian jumlah kehadiran pemegang saham akan berpengaruh pada keabsahan RUPSLB sendiri. RUPS dapat dilangsungkan jika dihadiri lebih dari 1β2 bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih dari itu. Dalam hal ini, sekiranya pemegang saham dengan 70 % hak suara lainnya hadir dalam rapat, maka RUPS LB tersebut dapat dilaksanakan, apabila semua panggilan kepada pemegang saham sudah dilakukan dengan sah sesuai UUPT dan Anggaran Dasar.
2. Bagaimana status kepemilikan saham sesuai UU yang berlaku?
Jawab :
Pendirian dan penyelenggaraan perseroan terbatas tunduk pada UUPT. Selanjutnya UUPT tidak mengenal pemegang saham dengan status sebagaimana yang disampaikan dalam permasalahan, sehingga keberadaannya juga tidak diakui.
Oleh karena perjanjian nominee ini melibatkan pihak asing, maka akan berhubungan dengan dan tunduk pada ketentuan penanaman modal asing di Indonesia. Selanjutnya dapat disampaikan bahwa Pasal 33 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dengan tegas menyatakan:
melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
Dengan demikian model penanaman modal sebagaimana Pasal 33 ayat 1 UUPM adalah tidak dibenarkan, bahkan Pasal 33 ayat (2) UUPM menyatakan bahwa perjanjian dan/atau pernyataan tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Oleh sebab itu kepemilikan saham perseroan oleh WNI dalam permasalahan ini adalah sah dan diakui sebagai pemilik 30% saham perseroan dan segala hak yang melekat padanya.
3. Dapatkan pemegang saham memutuskan untuk membatalkan kepemilikan saham tersebut?
Jawab :
Dalam permasalahan ini tidak disebutkan mengenai kepemilikan WNA dalam perjanjian jual beli 30% saham perseroan. Kepemilikan WNA tersebut dinyatakan dalam perjanjian tersendiri antara WNA dan WNI, bukan dalam perjanjian jual beli saham antara WNI dengan pemegang saham lainnya. Meskipun perjanjian antara WNA dan WNI itu diketahui oleh Direksi, para Pemegang Saham lainnya, yaitu pemilik 70% dari saham yang diterbitkan perseroan tidak dapat membatalkan kepemilikan 30% saham perseroan oleh WNI.
Pasal 33 ayat (2) UUPM justru menyatakan bahwa yang batal demi hukum adalah perjanjian dan atau pernyataan mengenai kepemilikan saham perseroan untuk atas nama orang lain, in case atas nama WNA, bukan kepemilikan saham yang tercatat dalam perseroan tersebut.
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh tim detik, para pakar di bidangnya serta akan ditayangkan di detikcom.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:
redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Berhubung antusias pembaca untuk konsultasi hukum sangat beragam dan jumlahnya cukup banyak, kami mohon kesabarannya untuk mendapatkan jawaban.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik's Advocate