Mahkamah Agung (MA) memerintahkan pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) khawatir pembatalan SKB 3 Menteri ini justru bisa menyemai intoleransi.
"Dibatalkannya SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah oleh MA memang mengejutkan, mengingat fakta bahwa di sekolah kita banyak terjadi sikap intoleransi terkait simbol dan pakaian bercirikan agama benar terjadi. Sikap yang menunjukkan intoleransi tersebut dilakukan oleh sekolah. Guru atau kepala sekolah maupun oleh kepala daerah dengan alasan diatur oleh perda atau sejenisnya," kata Koordinator P2G, Satriwan Salim saat dihubungi, Sabtu (8/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
P2G pernah mencatat beberapa kasus intoleransi di sekolah. Beberapa di antaranya pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere pada 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari pada 2019. Jauh sebelumnya, pada 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali.
Lebih lanjut Satriwan mengatakan pihaknya khawatir pembatalan SKB 3 menteri ini bisa berpotensi menyemai intoleransi. Hal ini bisa terjadi lewat perda atau aturan sekolah.
"P2G khawatir dengan pembatalan SKB 3 menteri ini, potensi sikap intoleransi baik melalui aturan sekolah maupun perda akan terus bermunculan ke depannya. Sehingga sekolah tidak lagi menjadi tempat untuk menyemai nilai kebinekaan," ungkapnya.
Namun, dia menjelaskan, P2G awalnya memang sempat khawatir jika seragam sekolah ini diatur melalui SKB 3 menteri sebab sudah ada Permendikbud No 45/2014. Dia menjelaskan SKB 3 menteri ini tidak bisa membatalkan perda.
"Secara yuridis formal, SKB 3 menteri kan tidak dapat membatalkan perda. Rasanya demikian logika MA," tuturnya.
Simak video 'Pertimbangan Adanya SKB Tiga Menteri soal Aturan Seragam Sekolah':
Sebelumnya, MA memerintahkan pemerintah mencabut SKB 3 menteri soal seragam sekolah ini. Salah satu alasannya bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional.
Selain itu, Kemendikbud-Ristek sebelumnya angkat bicara terkait putusan Mahkamah Agung ini. Kemendikbud-Ristek menegaskan pihaknya menghormati putusan tersebut.
"Kemendikbud-Ristek menghormati putusan Mahkamah Agung dan saat ini tengah mempelajari putusan yang dimaksud," kata Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Ristek Jumeri dalam keterangannya, Jumat (7/5).
Jumeri mengungkapkan saat ini Kemendikbud-Ristek juga berupaya berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri terkait putusan MA itu. Pemerintah berupaya menjaga kebinekaan, toleransi, dan moderasi beragama di tiap jenjang.
"Bagi kami, upaya menumbuhkan dan menjaga semangat kebinekaan, toleransi, dan moderasi beragama serta memberikan rasa aman dan nyaman warga pendidikan dalam mengekspresikan kepercayaan dan keyakinannya di dalam lingkungan sekolah negeri merupakan hal mutlak yang harus diterapkan. Kami juga mengucapkan terima kasih atas besarnya dukungan yang diberikan masyarakat," ujar Jumeri.