Cerita Merokok di Istana Presiden

Cerita Merokok di Istana Presiden

- detikNews
Rabu, 08 Mar 2006 10:33 WIB
Jakarta - KaBin Letjen (Purn) Syamsir Siregar kepergok kebal-kebul di lingkungan Kantor Presiden Selasa 6 Maret kemarin. Wartawan pun mencecarnya. "Ini cerutu, bukan rokok biasa," tangkis Syamsir.Inilah sedikit cerita tentang smoking area dan kebiasaan merokok di Istana Presiden yang layak Anda simak.Sebenarnya sebelum Gubernur DKI menetapkan aturan tegas tentang larangan merokok, bisa dikatakan lingkungan kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, sudah bebas asap rokok. Termasuk kantor Presiden dan para pegawai sekretariat negara. Bukan karena takut dikenai sanksi atau denda, melainkan "sungkan" dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kepala Negara yang tinggal di Istana Merdeka memang tidak merokok. Demikian juga dengan kedua putra mereka. Bukan hanya para pegawai Istana yang harus menahan hasrat merokoknya saat bertugas, tapi juga para menteri. Contohnya adalah Mensesneg Yusril Ihza Mahendra. Ahli hukum tata negara yang perokok berat itu, langsung membuang rokoknya begitu menginjak keset Kantor Presiden. Yusril baru menyalakan kembali rokoknya, setelah berada di pelataran Kantor. Tidak jarang sebelum menjawab pertanyaan wartawan yang mengerubutinya, ia terlebih dahulu menikmati dulu barang satu dua hisapan. Demikian juga dengan para menteri, staf dan Papampres. Mereka rupanya cukup disiplin tidak merokok selama berada di dalam Kantor Presiden. Walau relatif steril dari asap rokok, stiker label larangan merokok tetap saja ditempel di berbagai sudut tempat Kompleks Istana. Tugasnya apalagi kalau bukan sebagai peringatan pada para wartawan, ajudan pejabat negara dan para tamu lainnya yang kebetulan perokok. Mungkin karena sejak awal sudah bebas rokok, maka ketika Pemprov DKI mengharuskan gedung-gedung perkantoran dan pertokoan menyediakan ruangan merokok pihak Istana tidak mengikutinya. Para perokok pun membuat semacam kesepakatan sosial tentang tempat mereka melepas hasrat. Setidaknya ada tiga titik di sekitar Kantor Presiden yang mereka sepakati. Titik terdepan adalah koridor menuju teras ruang tunggu wartawan. Tapi yang ini lebih sering "dikuasai" para wartawati yang alergi asap tembakau. Titik kedua adalah secuil ruang terbuka di belakang ruang tunggu wartawan. Areal berbentuk L yang hanya berukuran panjang 5 meter dan lebar kurang dari 1 meter itu favorit wartawan. Sambil nongkrong di dua anak tangga yang ada, mereka menghisap rokok dan menghirup kopi. Sementara titik ketiga dan merupakan favorit para ajudan, Paspampres dan pegawai Kantor Presiden, adalah lorong terbuka menuju musala. Letaknya persis di balik dinding yang membatasinya dengan titik kedua. Lorong yang dinaungi pohon itu suasananya teduh dan segar. Sangat cocok menjadi tempat melemaskan otot dan menghangatkan badan setelah sekian jam "dihajar" angin kalengan alias AC yang berhembus dingin. (nrl/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads