Salah satu bentuk kontroversi dalam ukuran umat Islam saat ini ialah melakukan pertunjukan kesenian di Masjid. Namun demikian, Nabi Muhammad Saw benar-benar telah mengizinkan menyaksikan pertunjukan seni dari Habasyah yang memboyong sejumlah peralatannya di masjid Nabi untuk memberikan hiburan tersendiri bagi umatnya. Bahkan Aisyah sendiri memberikan jamuan makan dan minum di sela-sela pertunjukannya. Dalam hadis riwayat Muslim dari 'Aisyah disebutkan kelompok seniman Habasyah itu menampilkan seni tari-musik pada hari Raya 'Id di mesjid Nabi. Nabi sendiri memanggil 'Aisyah untuk menyaksikan pertunjukan itu, kepala 'Aisyah diletakkan di pundak Nabi sehingga 'Aisyah dapat menyaksikan pertunjukan tersebut.
Dalam kitab Ihya' 'Ulumuddin karya monumental Imam Al-Gazali ada suatu bab khusus tentang pentingnya seni di dalam Islam. Ia mendasarkan pandangannya pada beberapa event penting pada masa Rasulullah selalu diisi dengan seni musik, seperti membiarkan orang melantunkan nyanyian dan syair ketika menunaikan ibadah haji, ketika prajurit melangsungkan peperangan dilantunkan tembang-tembang perjuangan untuk memotivasi prajurit di medan perang, nyanyian yang dilantunkan merasakan kesedihan karena dosa yang telah diperbuat, seperti dikutip Nabi Adam dan Nabi Dawud menangisi dosa dan kekeliruannya dengan ungkapan-ungkapan khusus, nyanyian untuk mengiringi acara-acara kegembiraan seperti suasana hari raya, hari perkawinan, acara 'aqiqah dan kelahiran anak, acara khitanan, pulangnya para perantau, dan khataman Al-Qur'an.
Dalam hadis riwayat Al-Baihaqi, sebagaimana dikutip Al-Gazali, menceritakan bahwa ketika Rasulullah memasuki kota Madinah, para perempuan melantunkan nyanyian di rumahnya masing-masing: Telah terbit bulan purnama di atas kita, dari bukit Tsaniyatil Wada'. Wajiblah bersyukur atas kita, selama penyeru menyerukan kepada Allah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak hadis menerangkan bahwa musik dan seni suara mempunyai arti penting di dalam kehidupan manusia. Para nabi yang diutus oleh Allah Swt semuanya memiliki suara yang bagus, sebagaimana hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Qatadah: Allah tidak mengutus seorang nabi melainkan suaranya bagus.
Dalam beberapa riwayat, Rasulullah memberikan dukungan terhadap musik dan seni suara dan tidak melarangnya secara general, seperti diketahui dalam sikap beliau sebagai berikut: 1) Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah yang menceritakan dua budak perempuan pada hari raya 'Id (Idul Adha) menampilkan kebolehannya bermain musik dengan menabuh rebana, sementara Nabi dan Aisyah menikmatinya. Tiba-tiba Abu Bakar datang dan membentak kedua pemusik tadi, lalu Rasulullah menegur Abu Bakar dan berkata: "Biarkanlah mereka berdua hai Abu Bakar, karena hari-hari ini adalah hari raya".
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah yang mengatakan: "Saya melihat Rasulullah Saw dengan menutupiku dengan surbannya sementara aku menyaksikan orang-orang Habsyi bermain di mesjid. Lalu Umar datang dan mencegah mereka bermain di mesjid, kemudian Rasulullah berkata: "Biarkan mereka, kami jamin keamanan wahai Bani Arfidah". Dalam riwayat Muslim dari 'Aisyah disebutkan kelompok seniman Habasyah itu menampilkan seni tari-musik pada hari Raya 'Id di mesjid. Rasulullah memanggil 'Aisyah untuk menyaksikan pertunjukan itu, kepala 'Aisyah diletakkan di pundak Nabi sehingga 'Aisyah dapat menyaksikan pertunjukan tersebut.
Dalam kitab Ihya' 'Ulumuddin karya monumental Imam Al-Gazali ada suatu bab khusus tentang pentingnya seni di dalam Islam. Ia mendasarkan pandangannya pada beberapa event penting pada masa Rasulullah selalu diisi dengan seni musik, seperti membiarkan orang melantunkan nyanyian dan syair ketika menunaikan ibadah haji, ketika prajurit melangsungkan peperangan dilantunkan tembang-tembang perjuangan untuk memotivasi prajurit di medan perang, nyanyian yang dilantunkan merasakan kesedihan karena dosa yang telah diperbuat, seperti dikutip Nabi Adam dan Nabi Dawud menangisi dosa dan kekeliruannya dengan ungkapan-ungkapan khusus, nyanyian untuk mengiringi acara-acara kegembiraan seperti suasana hari raya, hari perkawinan, acara 'aqiqah dan kelahiran anak, acara khitanan, pulangnya para perantau, dan khataman Al-Qur'an.
Prof. Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis
(erd/erd)