DPRD Jawa Tengah memperingati Hari Kartini dengan menggelar Dialog Parlemen-Ngobrol Bareng Dewan (Ngode) dengan tema 'Perempuan & Perjuangan Kartini'. Dialog ini membahas persoalan seputar gender.
Direktur Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Laila Hafidhoh mengatakan perjuangan gender tidak berhenti saat 'zaman Kartini' saja, tapi dilakukan sampai sekarang.
Meski demikian, ia menyampaikan 'perjuangan' dahulu dengan sekarang berbeda. Ia menyebutkan perjuangan yang sekarang ditemui soal kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling tinggi adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam kasus kekerasan seksual, ragamnya cukup banyak di tengah pandemi ini seperti pelecehan di media sosial," kata Laila dalam keterangan tertulis, Rabu (21/4/2021)
Dalam dialog yang berlangsung Selasa (20/4) di Hotel Patra Kota Semarang itu, ia melanjutkan selama ini hanya sedikit yang melapor ke LRC KJHAM. Ia menilai perlunya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat sekaligus dukungan terhadap korban kekerasan gender dalam pelaporan kasusnya.
"Dukungan anggaran dari pemerintah untuk korban kekerasan terhadap perempuan juga perlu diperhatikan. Karena, selama ini anggaran di daerah masih sangat kecil atau hanya nol sekian persen dari total APBD kabupaten/ kota," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menjabarkan pelaporan kasus kekerasan gender di Kota dan Kabupaten Semarang serta Kabupaten Demak masih cukup tinggi. Angkanya dapat terpantau karena sistem pelaporan kasus gender di kabupaten/ kota tersebut sudah tersedia.
"Upaya dalam penanganan korban kekerasan gender dapat berupa pendampingan, pemberdayaan ekonomi, membentuk kelompok/ aktivis dan komunitas perempuan di beberapa daerah. Mereka berfungsi untuk menerima pengaduan sejumlah kasus dan ikut berperan menyelesaikannya," jelas Laila.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jateng Sukirman mengakui perjuangan yang dilakukan Kartini tidak sia-sia karena sampai sekarang sudah banyak pemimpin perempuan di daerah yang menunjukkan keterwakilan perempuan di dunia politik.
![]() |
Politikus PKB ini menilai cita-cita Kartini tidak hanya memperjuangkan emansipasi perempuan, tapi lebih luas lagi perjuangan untuk keadilan gender di dalam masyarakat.
"Saya apresiasi kelompok atau organisasi perempuan yang secara sukarela memperjuangkan persoalan gender. Saya setuju soal masih kecilnya atau masih normatifnya anggaran untuk persoalan perempuan. Saya kira memang sudah seharusnya ada kecukupan anggaran untuk menjalankan program-program terkait pemberdayaan dan kemandirian perempuan," kata Sukirman.
Ia juga menilai program pemberdayaan dan kemandirian perempuan dapat meminimalisir tindak kekerasan terhadap perempuan. Meski demikian, Sukirman pun mengaku masih terdapat kendala dalam memperjuangkan hak perempuan tersebut sehingga butuh peran besar dari pemerintah.
"Memang, alokasi dalam APBD untuk perempuan masih rendah. Namun, anggaran itu bisa diikutkan dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Sebagai contoh, anggaran kesehatan dapat diberikan porsi besar bagi kaum perempuan," ujarnya.
Sukirman pun menekankan setiap April pihaknya tidak hanya memperingati perjuangan Kartini tapi lebih mewujudkannya dalam tindakan pemberdayaan dan kemandirian perempuan.
"Saya kira semua perempuan harus bisa berkomunikasi dengan pemerintah dan DPRD untuk membahas persoalan gender. Jangan hanya sering bermain medsos tapi juga aktif dalam persoalan gender tersebut," pesannya.
Sementara itu, Kabid Kualitas Hidup Pemberdayaan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng Sri Dewi Indrajati turut menyinggung soal penanganan korban kasus gender. Dewi mengatakan ada 7 Rumah Sakit milik Pemprov Jateng yang bersedia menangani korban kekerasan gender. Bahkan, saat ini sudah ada tes DNA yang dibiayai APBD untuk korban tersebut.
"Tidak hanya itu, kami sudah melakukan kerja sama antarprovinsi apabila ada korban asal Provinsi Jateng yang mengalami kekerasan gender di luar provinsi. Untuk persoalan anggaran, semua OPD (organisasi perangkat daerah) perlu anggaran untuk pemberdayaan & kemandirian perempuan sehingga permasalahan gender di Jateng dapat tertangani dengan baik," kata Sri.
(akn/ega)