Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pimpinan KPK segera menerbitkan surat perintah penyelidikan terhadap dugaan kebocoran informasi penggeledahan di Kalimantan Selatan. ICW juga mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK memeriksa kalangan internal KPK.
"ICW turut mendesak pimpinan KPK untuk segera menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan obstruction of justice bagi pihak-pihak di internal KPK yang sengaja membocorkan informasi penggeledahan itu," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Selasa (20/4/2021).
"Jika ini tidak dilakukan, maka, ke depan, tindakan ini akan selalu berulang dan merugikan kerja-kerja keras para penyelidik maupun penyidik KPK. Dewas juga diharapkan aktif, tidak hanya menyerukan, akan tetapi dapat bertindak lebih jauh, misalnya dengan memeriksa pihak-pihak internal KPK atas dugaan pelanggaran kode etik," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurnia kemudian mengkritisi kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Dia menilai KPK telah jauh berubah dari sebelumnya.
"ICW ingin mengingatkan kepada publik bahwa KPK yang saat ini dipimpin oleh Firli Bahuri bukanlah KPK seperti sedia kala. Sebab, kalau dulu, KPK dikenal sebagai tumpuan masyarakat untuk dapat memberantas korupsi. Namun, saat ini, KPK lebih dikenal sebagai lembaga penuh kontroversi dan kian toleran akan praktik korupsi yang dilakukan oleh para koruptor," kata dia.
Kurnia mengaku mengatakan hal tersebut bukan tanpa alasan. Dia menilai di berbagai kesempatan KPK tampak setengah hati dalam menangani perkara korupsi.
"Sederhana saja memahami konteks itu. Dalam banyak kesempatan, KPK terlihat setengah hati dalam menangani sebuah perkara. Ambil contoh dalam dugaan suap pajak, hingga saat ini KPK bahkan belum mengumumkan siapa tersangka dalam perkara itu. Padahal, lazimnya, tatkala KPK sudah diterbitkan surat perintah penyidikan, maka dengan sendirinya sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga mengalami kegagalan dalam memperoleh bukti di Kalimantan Selatan. Satu sisi permasalahan ada pada UU KPK karena mekanisme izin berlapis dari Dewan Pengawas, namun problematika kejadian itu mesti pula dilihat akan potensi kebocoran informasi dari internal lembaga antirasuah itu sendiri," kata Kurnia.
Tonton juga Video: Luhut: KPK Ini Super-sakti, tapi OTT Nggak Bikin Jera!
Lebih jauh, Kurnia juga menyinggung kinerja KPK dalam menangkap buron Harun Masiku. Dia menyebut KPK juga pulang dengan tangan hampa saat melakukan penggeledahan kasus bantuan sosial Corona.
"Penting untuk diingat, kegagalan tindakan-tindakan hukum KPK bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku juga pernah terjadi hal serupa. Kala itu KPK gagal meringkus pihak-pihak tertentu di PTIK Jakarta dan juga tidak berhasil menyegel kantor DPP PDIP. Selanjutnya, dalam perkara suap pengadaan paket bansos di Kemensos, KPK juga mesti puas dengan tangan hampa ketika ingin menggeledah beberapa tempat," kata dia.
Dewas KPK sebelumnya mendesak pimpinan KPK untuk mengusut dugaan kebocoran informasi saat penggeledahan di Kalimantan Selatan (Kalsel) beberapa waktu yang lalu. Siapa yang yang diduga membocorkan informasi penting itu?
"Dewas telah meminta pimpinan KPK untuk mengusut sumber kebocoran informasi tersebut agar pelakunya bisa ditindak," kata anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, melalui pesan singkat, Selasa (20/4).
Penggeledahan itu terjadi di Pt Jhonlin Barataman, di mana dokumen di PT Jhonlin Baratama, di Kalimantan Selatan, yang tengah digeledah KPK, diduga dibawa kabur menggunakan truk. KPK memburu truk yang membawa barang bukti terkait dugaan kasus korupsi itu.
KPK menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Kecamatan Hambalang, Kabupaten Kotabaru, Kalsel, pada Jumat (9/4). Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan.
Namun, pada penggeledahan itu, KPK tidak menemukan barang bukti. Barang bukti itu ternyata dibawa lari dengan sebuah truk.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, benar tim penyidik KPK pernah mendapatkan informasi dari masyarakat adanya mobil truk," ucap Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, melalui pesan singkat, Senin (12/4).