Sisa-sisa Oposisi Jokowi

Sisa-sisa Oposisi Jokowi

Matius Alfons - detikNews
Selasa, 20 Apr 2021 14:02 WIB
Reshuffle Kabinet
Foto: Ilustrasi Reshuffle Kabinet Jokowi (Luthfy Syahban)
Jakarta -

Partai Amanat Nasional (PAN) santer diisukan masuk ke kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat reshuffle jilid II yang disebut bakal dilakukan. Kekuatan oposisi pun berpotensi semakin melemah jika PAN memilih untuk mendukung Pemerintahan Jokowi. Lantas seperti apa kondisinya?

PAN sendiri diketahui sebagai salah satu oposisi kuat Pemerintahan Jokowi semenjak Pilpres 2019. Selain PAN, kala itu, PKS, Demokrat, dan Gerindra pun juga menjadi oposisi pemerintah.

Namun kekuatan oposisi melemah ketika Gerindra pun menyetujui untuk ikut dalam kabinet Presiden Jokowi. Saat itu, Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto sepakat untuk menjadi Menteri Pertahanan Jokowi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas kekuatan oposisi tersisa hanya PKS, PAN, dan Partai Demokrat. Kemudian bagaimana nasib oposisi jika PAN pada reshuffle kabinet yang akan datang bergabung dengan Jokowi?

Pakar politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin awalnya menjelaskan kondisi demokrasi di Indonesia jika PAN memutuskan bergabung. Dia menyebut Indonesia akan mengalami kerugian.

ADVERTISEMENT

"Tentu dalam konteks demokrasi, Indonesia mengalami kerugian, karena apa? Tidak ada check and balances, artinya setiap kebijakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan diyeskan oleh parlemen. Dan itu faktanya seperti itu," kata Ujang saat dihubungi, Selasa (20/4/2021).

Ujang lalu menjelaskan kondisi oposisi pemeirntah jika PAN memutuskan untuk bergabung dengan Jokowi. Menurutnya selain memperlemah oposisi, Indonesia akan kehilangan check and balances.

"Kalau saya melihatnya begini, kita membutuhkan pemerintahan yang kuat, tetapi di saat yang sama kita juga membutuhkan oposisi yang kuat dan tangguh, ya kan? Dengan masuknya PAN kan artinya memperkuat posisi koalisis pemerintah, artinya meminimalisir kekuatan oposisi. Tentu dalam konteks demokrasi, Indonesia mengalami kerugian, karena apa? Tidak ada check and balances," ucapnya.

Simak selengkapnya soal Jokowi memiliki hararpan merangkul semua pihak.

Saksikan video 'KSP Moeldoko Soal Isu Reshuffle: Hanya Presiden Yang Tahu':

[Gambas:Video 20detik]



Ujang menilai tidak hanya PAN, Jokowi memang memiliki harapan agar semua pihak dirangkul masuk ke dalam pemerintahan. Namun demikian, ini akan menjadi gangguan pada Demokrasi di Indonesia.

"Iya sebetulnya mau merangkul semua, dengan semua elemen itu masuk, artinya Jokowi akan semakin aman menjalankan pemerintahannya sampai 2024. Kalau ada yang oposisi, itu menjadi sebuah, dalam konteks kekuasaan, menjadi gangguan itu, menjadi duri dalam konteks pemerintahan, tapi dalam konteks demokrasi yang namanya check and balances itu sangat dibutuhkan, sebuah keniscayaan agar terjadi check and balances tadi," ujarnya.

Lebih lanjut, Ujang lalu menjelaskan dampak dari lemahnya oposisi beberapa tahun belakangan. Beberapa dampak tersebut yakni Revisi UU KPK hingga disahkannya UU Omnibus Law.

Kedua UU tersebut sebetulnya mengalami penolakan keras dari publik. Namun faktanya, penolakan publik menjadi sia sia lantaran parlemen dikuasai pemerintah. Karena itu, Ujang menyebut pemerintah akan cenderung menjadi 'tend to corrupt' dengan lemahnya oposisi.

"Iyalah, tidak ada oposisi kan, misalnya gini maaf kemarin revisi UU KPK ya, walau ditolak oleh publik, karena oposisinya lemah, karena oposisinya minimalis, tidak berdaya, ya lolos-lolos aja. Lalu misalkan pengesahan UU Omnibus Law ditolak publik, masyarakat banyak yang tidak setuju, buruh banyak yang tidak setuju, tapi karena oposisinya nggak ada karena lemah ya jalan aja gitu loh, nah ini, powers tend to corrupt, kekuasaan itu akan cenderung disalahgunakan, yang bahaya di situ karena tidak ada kontrol yang kuat dari oposisi, karena oposisinya tidak ada, walau ada tadi itu minimalis tidak bekerja dengan baik karena tidak ada di parlemen," jelasnya.

Lalu Ujang berpendapat sebetulnya PAN akan mengalami kerugian jika masuk ke dalam kabinet Jokowi. Menurutnya PAN harus jadi oposisi jika mau menjadi partai yang besar.

"Harusnya kalau PAN mau besar, harusnya di oposisi, kalau gabung itu memperkecil PAN, karena di pemerintahan, rakyat lebih suka kepada partai oposisi, makanya biasanya partai oposisi selalu naik suaranya, maka akan selalu dikerjai. Tapi orientasi partai itu kekuasaan, yang dicari kekuasaan, ketika dia punya peluang untuk masuk pemerintahan pasti akan masuk," ungkapnya.

Lantas akankah PAN masuk ke dalam kabinet Jokowi? Belum ada kepastian terkait kemungkinan tersebut.

Halaman 2 dari 2
(maa/van)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads