Diaspora Indonesia ikut berbicara terkait proyek Bukit Algoritma yang disebut bakal menjadi Silicon Valley Indonesia. Oki Earlivan, salah satu diaspora Indonesia lulusan Universitas Oxford menyarankan agar pemerintah memperbanyak riset agar pengembangan kawasan teknologi itu lebih baik.
"Terkait Bukit Algoritma, pandangan saya terkait Silicon Valley saya kira tidak bisa menyamakan Indonesia dengan Amerika Serikat dan India karena kita memiliki demografi yang berbeda, kebutuhan yang berbeda dan permasalahan yang berbeda," kata Oki dalam diskusi virtual, Kamis (15/4/2021).
Ia menyambut baik ide pengembangan kawasan Bukit Algoritma. Namun ia mempertanyakan ke mana fokus pengembangan Bukit Algoritma yang disebut akan jadi pusat pengembangan teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang menjadi permasalahan kalau kita bicara Silicon Valley maka kita ingin membawa teknologi pada puncaknya, namun pertanyaannya apakah kita siap untuk memikirkan puncak dari teknologi sementara kita memiliki gap ini. Saya kira gagasan bahwa kita memiliki Silicon Valley ya mungkin bagus bagus saja, tapi sekarang implementasinya mau seperti apa," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar memperbanyak riset yang berkesinambungan. Sebab, menurutnya, selama ini riset yang ada di Indonesia berbasis project. Setelah ganti project dijual sehingga tidak berkelanjutan. Padahal, menurut dia, untuk mengembangkan sebuah industri, Oki menilai harus ada riset yang berkesinambungan.
"Kalau kita punya dana Rp 30 triliun saya pikir kita lebih baik celupkan dana tersebut kita belanja riset, karena saat ini kita kekurangan riset riset yang kuat dan yang berkelanjutan. Saat ini kita kalau riset itu hanya sebuah basis project, setelah dia ganti project, dijual. Nah, itu tidak berkelanjutan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkap Silicon Valley di Amerika Serikat berdekatan antara universitas dan kumpulan industri, di sana dikembangkan dari cip, komputer, hingga membuat super-komputer sehingga tiap tahapnya berkembang. Oleh karena itu, dia menyarankan agar pengembangan Bukit Algoritma di Sukabumi harus mengedepankan pengembangan riset.
"Tapi kalau sekarang ada sebuah lahan kosong kita berikan uang lalu dijadikan project saya kira nanti akan menjadi sebuah basis project lagi gitu, bukan lagi basis sustainable technology atau sustainable development," imbuhnya.
Baca juga: Silicon Valley van Java |
Sebelumnya, PT Amarta Karya (Persero) atau Amka baru saja meneken kontrak pekerjaan pengembangan rencana kawasan ekonomi khusus (KEK) pengembangan teknologi dan industri 4.0 tersebut. Penandatangan dilakukan oleh Direktur Utama Amarta Karya Nikolas Agung, Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko, dan Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari Dhanny Handoko, Rabu lalu (7/4).
Nikolas mengatakan proyek ini akan dibangun di lahan seluas 888 hektare di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi. Amarta Karya bertindak sebagai mitra yang membangun Bukit Algoritma.
Untuk tahap awal pembangunan selama tiga tahun ke depan, nilai total proyek diperkirakan bakal menghabiskan 1 miliar Euro atau setara dengan Rp 18 triliun.
Dana sebesar itu digunakan antara lain untuk peningkatan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan pendidikan dan penciptaan pusat riset dan development sampai meningkatkan sektor pariwisata di kawasan tersebut.
"Pengembangan KEK Sukabumi diharapkan mampu meningkatkan infrastruktur pertumbuhan yang tangguh berkelanjutan dan mewujudkan pembangunan SDM berbasis iptek yang merupakan salah satu alat dukung penuh pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (8/4).
(yld/bar)