Perceraian membawa banyak dampak, salah satunya soal hak asuh anak. Di beberapa kasus, perebutan anak malah berujung laporan pidana oleh mantan istri/suami.
Sebagaimana diceritakan pembaca detikcom, F, yang telah bersuami dan memiliki anak usia 2 tahun. F mengaku sudah tidak mencintai suaminya. Namun saat ingin bercerai, dia bimbang tidak mendapatkan hak asuh anak karena pernah 'berdosa' dalam hubungan rumah tangga itu. Berikut ceritanya:
Kepada detik's Advocate
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkenalkan saya F dan tinggal di Jakarta Utara.
Pernikahan kami sudah berjalan lima tahun dan dikaruniai anak usia 2 tahun. Karena satu-dua hal, saya sudah tidak cinta suami saya dan ingin bercerai. Namun, yang saya takutkan bila bercerai, saya tidak mendapatkan hak asuh anak saya. Sebab, saya pernah selingkuh.
Mohon diberikan masukan.
Terimakasih.
JAWABAN:
Alasan perceraian harus dengan alasan yang kuat, seperti:
1. Suami melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga);
2. Suami melanggar ikrar taklik talak;
3. Suami selingkuh;
4. Suami merupakan pemabuk/penjudi;
5. Suami mendapat hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun;
6. Tidak memberi nafkah lahir batin;
7. Hilangnya keberadaan suami Β± 4 (empat) tahun.
Lalu bagaimana perceraian terjadi? Anak akan ikut siapa?
Simak berita selengkapnya pada halaman selanjutnya.
Tonton juga Video: Tanggapi Gugatan Cerai Kim Kardashian, Kanye West Bahas Hak Asuh
Lalu bagaimana perceraian terjadi? Anak akan ikut siapa?
Menurut Pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan:
Bahwa salah satu dampak putusnya hubungan perkawinan adalah ayah atau ibu memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak.
Sedangkan dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatakan dalam hal perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz/belum 12 tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah/ibunya sebagai hak pemeliharaan. Biaya pemeliharaan ditanggung ayahnya.
Namun bila perceraian dikabulkan karena istri berselingkuh, pengadilan perlu membuktikan kebenaran perselingkuhan tersebut. Jika terbukti istri melakukan perselingkuhan, dirinya telah gagal menjadi seorang ibu/istri.
Dalam kasus ini, majelis hakim akan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak. Pertimbangan hakim berdasarkan kepada asas nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan berkembang.
Dari pertimbangan di atas, biasanya majelis akan memutuskan hak asuh anak pindah kepada ayahnya karena ibunya terbukti melakukan perselingkuhan.
Demikian jawaban yang bisa kami berikan. Semoga bisa menjadi solusi.
Wasalam
Tim detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh tim detik, para pakar di bidangnya serta akan ditayangkan di detikcom.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:
redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Berhubung antusias pembaca untuk konsultasi hukum sangat beragam dan jumlahnya cukup banyak, kami mohon kesabarannya untuk mendapatkan jawaban.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik's Advocate