Niat Bereskan Limbah Masa Lalu di Balik Satgas Penagih Utang BLBI

Round-Up

Niat Bereskan Limbah Masa Lalu di Balik Satgas Penagih Utang BLBI

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 13 Apr 2021 02:41 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md.
Foto: Menko Polhukam Mahfud Md. (Dok: Kemenko Polhukam)
Jakarta -

Pemerintah nampak serius ingin memburu aset terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang nilai utangnya hampir mencapai Rp 110 triliun. Keseriusan pemerintah ditandai dengan pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI.

Skandal BLBI belum bisa dituntaskan meski bantuannya telah diberikan sejak 2 dekade silam. Pemerintah menyebut skandal BLBI sebagai limbah masa lalu.

"Bagi generasi baru, bagi orang yang tidak mengikuti kasus ini sebagai kasus hukum atau sebagai penyelamatan ekonomi negara, ingin saya katakan bahwa kasus ini adalah limbah masa lalu ke sekarang," ujar Mahfud dalam video yang diterima detikcom, Senin (12/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BLBI sendiri muncul saat Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998. Namun, pada 2004 muncul surat keterangan lunas.

Ini yang kemudian akan dilanjutkan pengusutannya. Pemerintah menegaskan tidak akan melindungi pihak manapun.

ADVERTISEMENT

"Tahun 2004 itu harus diselesaikan, di situlah muncul jaminan-jaminan, muncul ada yang mendapat surat keterangan lunas itu 2004. Jadi ini sudah lama. Kami hanya bertugas meneruskan, tidak ada melindungi orang," ucap Mahfud.

Jaminan transparansi penagihan utang BLBI ini juga disampaikan pemerintah. Bahkan, pemerintah mempersilakan semua pihak untuk mengawasi kerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI.

Lebih lanjut, pemerintah menyebut utang BLBI masuk ranah perdata. Dari jumlah utang yang hampir mencapai Rp 110 triliun, yang realistis untuk bisa ditagih nampaknya masih dalam perhitungan.

"Kami menghitung Rp 109 triliun lebih, hampir Rp 110 (triliun). Jadi bukan hanya Rp 108 triliun. Dari itu, yang realistis untuk ditagih ini masih sangat perlu kehati-hatian," sebut Mahfud.

Seperti diketahui, skandal BLBI sempat menjadi kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun pada akhirnya, 'kaset kusut' ini tidak bisa diurai, hingga akhirnya KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya.

Tonton juga Video: Ini Alasan Jokowi Tak Libatkan KPK di Satgas Hak Tagih BLBI

[Gambas:Video 20detik]



Tak lama setelah penerbitan SP3 kasus BLBI, barulah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI. Keppres itu ditandatangani Jokowi 6 April 2021.

Dengan bersandar pada Keppres Nomor 6 Tahun 2021 menagih utang-utang terkait BLBI. Utang-utang yang akan ditagih ada dalam berbagai bentuk.

"Dari uang yang harus ditagih sebesar Rp 108 (triliun) sampai Rp 109 triliun itu ada yang bentuk sertifikat bangunan, ada yang berbentuk sertifikat bank. Mungkin barangnya tidak sesuai dengan sertifikat. Ada yang baru menyerahkan surat pernyataan, tetapi dokumen pengalihannya belum diserahkan ke negara, belum ditandatangani," kata Mahfud.

"Ada juga yang nilainya barang kali sudah naik sesudah dijaminkan sekian, sehingga timbul tafsir apakah ini jaminan pelunasan kredit ataukah aset itu dikuasai negara. Tentu bagi kami itu aset negara," imbuhnya.

Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI sendiri melibatkan lima menteri, Kapolri, serta Jaksa Agung sebagai pengarah. Adapun lima menteri yang bertugas sebagai pengarah, yakni Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Menko Kemaritiman dan Investasi, Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM.

Yang bertindak sebagai Ketua Satgas adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban. 'Pembantunya', Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Republik Indonesia Feri Wibisono sebagai Wakil Ketua dan Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sugeng Purnomo, sebagai Sekretaris.

Halaman 2 dari 2
(zak/zak)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads