Singapura Jadi 'Surga Koruptor' Gegara Ekstradisi Mangkrak Sejak Era SBY

Singapura Jadi 'Surga Koruptor' Gegara Ekstradisi Mangkrak Sejak Era SBY

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Sabtu, 10 Apr 2021 13:47 WIB
Patung Merlion di Malam Hari
Marlion di Singapura (Mardi Rahmat/detikTravel)
Jakarta -

Pemerintah Singapura marah disebut sebagai surga koruptor oleh Deputi Penindakan KPK Karyoto. Singapura lantas mengungkit soal perjanjian ekstradisi dengan Indonesia pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mulanya, Kemlu Singapura mengungkit bantuan CPIB terhadap KPK. Salah satunya terkait bantuan untuk memanggil bagi orang-orang yang hendak diperiksa KPK.

"Singapura juga telah membantu pihak berwenang Indonesia dengan memberikan konfirmasi tentang keberadaan warga negara Indonesia tertentu yang sedang diselidiki. Singapura memfasilitasi kunjungan KPK ke Singapura pada Mei 2018 untuk mewawancarai orang yang berkepentingan dengan penyelidikan mereka. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mencatat koordinasi KPK dengan CPIB melalui keterangan publik pada 30 Desember 2020," demikian tanggapan pemerintah Singapura yang diunggah dalam situs resmi Kemlu Singapura, Sabtu (10/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Singapura juga mengungkit perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerja sama pertahanan sebagai satu paket pada April 2007. Penandatanganan itu disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong. Namun kedua perjanjian tersebut masih menunggu ratifikasi oleh DPR.

"Singapura dan Indonesia menandatangani perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerja sama pertahanan sebagai satu paket pada April 2007, disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong. Namun kedua perjanjian tersebut masih menunggu ratifikasi oleh DPR," ujar Kemlu Singapura.

"Namun, Singapura telah memberikan dan akan terus memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia jika Singapura menerima permintaan dengan informasi yang diperlukan melalui saluran resmi yang sesuai. Singapura dan Indonesia adalah pihak dalam treaty on mutual legal assistance (MLA) dalam masalah pidana di antara negara-negara anggota ASEAN yang sepikiran, di mana kerja sama telah dilakukan sejalan dengan hukum domestik Singapura dan kewajiban internasional," sambung pernyataan itu.

Lantas bagaimana riwayat perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini?

Perjanjian tersebut tertuang dalam defence cooperation agreement (DCA) atau perjanjian kerja sama pertahanan Singapura dengan Indonesia. Namun pembahasan terkait perjanjian ini sempat menjadi pembahasan panas di DPR. Pasalnya, perjanjian itu dianggap tak menguntungkan bagi posisi tawar Indonesia.

Wakil Ketua Komisi I DPR ketika itu, Yusron Ihza Mahendra, menilai ulah Singapura tersebut tidak menghargai posisi Indonesia sebagai pemilik wilayah.

"Sikap Singapura yang tidak mau diatur di daerah Bravo (laut Natuna termasuk Kepulauan Anambas dan Pulau Natuna Besar) sangat disesalkan. Sebagai peminjam, harusnya Singapura bicara baik-baik dengan Indonesia, bukan keras kepala, apalagi menggertak dengan kompensasi perjanjian ekstradisi," katanya di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/6/2007).

Yusron menjelaskan saat itu DPR menunggu hasil pembahasan mengenai implementation arrangement (IA) antara Indonesia-Singapura sebelum DPR meratifikasi perjanjian pertahanan dan perjanjian ekstradisi tersebut.

Ketika itu, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menegaskan pembahasan IA diperkirakan akan selesai pada akhir 2007 sehingga ratifikasi baru bisa dijalankan setelah pembahasan IA tuntas.

Simak juga Video: Setelah Jadi Buron 2 Tahun, Samin Tan Kini Ditahan KPK

[Gambas:Video 20detik]



Lalu bagaimana nasib ratifikasi perjanjian ini? Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari mengatakan bahwa saat ini di DPR tidak ada beban ratifikasi. Dia mengarahkan agar ratifikasi itu ditanyakan kepada pemerintah.

"Sampai saat ini tidak ada ratifikasi tersebut di Komisi I. Artinya, tidak ada pekerjaan rumah ratifikasi di Komisi I. Coba cek mungkin masih di pemerintah," ungkapnya, Sabtu (10/4/2021).

Sebelumnya, KPK angkat bicara mengenai pengusutan perkara dugaan korupsi yang berkaitan dengan posisi tersangka di luar negeri, salah satunya Singapura. KPK menyebut Negeri Singa sebagai surga bagi para koruptor.

Awalnya Deputi Penindakan KPK ditanya mengenai perkara dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Paulus Tannos. Dia diketahui bermukim di Singapura.

"Begini, kalau yang namanya pencarian dan kemudian dia berada di luar negeri, apalagi di Singapura, secara hubungan antarnegara memang di Singapura nih kalau orang yang sudah dapat permanent residence dan lain-lain agak repot, sekalipun dia sudah ditetapkan tersangka," ucap Karyoto di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (6/4).

"Dan kita tahu bahwa satu-satunya negara yang tidak menandatangani ekstradisi yang berkaitan dengan korupsi adalah Singapura. Itu surganya koruptor, yang paling dekat adalah Singapura," imbuh Karyoto.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango telah meminta maaf. Dia menyampaikan permintaan maaf jika ucapan Karyoto dianggap membuat tidak nyaman.

"Saya kebetulan tidak terlalu menyimak pernyataan yang disampaikan Deputi Penindakan yang telah memunculkan respons dari pemerintah Singapura. Tapi yang pasti, kalau ada pernyataan-pernyataan yang mengatasnamakan lembaga yang telah menimbulkan ketidaknyamanan, tentu kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari pernyataan-pernyataan tersebut," ucap Nawawi, Sabtu (10/4).

Halaman 2 dari 2
(rdp/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads