D'Rooftalk: Perempuan Dalam Jerat Ideologi Teroris

D'Rooftalk: Perempuan Dalam Jerat Ideologi Teroris

detikTV - detikNews
Selasa, 06 Apr 2021 15:03 WIB
Jakarta -

Keterlibatan perempuan dalam aksi teror bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar dan aksi penembakan di Mabes Polri, Jakarta beberapa waktu lalu menuai sorotan dan menambah catatan keterlibatan kaum perempuan dalam jaringan kekerasan. Selama 2000-2020, Institute for Policy Analysis for Conflict (IPAC) mencatat sudah ada 39 perempuan yang menjadi tahanan dan narapidana terorisme.

Sementara itu hasil riset Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada Februari lalu menyatakan sepanjang 2020 persentase perempuan yang terpapar paham radikalisme mencapai 12,3 persen sedangkan laki-laki 12,1 persen. Selain itu, kalangan urban, generasi Z dan milenial, serta aktif di internet juga berpotensi terpapar paham radikalisme dibandingkan yang lain.

Keterlibatan perempuan dalam aksi teror menunjukkan adanya pergeseran tren dalam gerakan radikal. Pelibatan perempuan dalam aksi teror ini berbeda dengan era Jamaah Islamiyah (JI) atau Al-Qaeda yang hanya menekankan peran laki-laki dalam penyerangan. Pergeseran ini mulai terjadi sejak adanya deklarasi ISIS pada 2004 yang turut menurunkan wanita dan anak-anak dalam penyerangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail berpendapat bahwa keterlibatan perempuan tumbuh seiring berkembangnya penggunaan media sosial dalam penyebaran propaganda atau doktrin para simpatisan ISIS. Penggunaan media sosial secara tidak langsung telah meningkatkan peran kaum perempuan. Meski demikian, ia menambahkan tidak ada alasan tunggal yang melatarbelakangi perempuan bisa bergabung dalam aksi terorisme.

Sementara itu, Komnas Perempuan menyatakan keterlibatan perempuan dalam aksi kekerasan telah menunjukkan dinamika yang mengkhawatirkan. Karena sebelumnya keterlibatan perempuan umumnya sebagai pendamping suami atau pengikut setia yang memberikan perbantuan dan perlindungan. Kini, perekrutan perempuan menjadi pelaku serangan kekerasan merupakan taktik agar tidak mudah dicurigai untuk alasan keamanan.

ADVERTISEMENT

Lantas apakah pelibatan perempuan memang strategi baru kelompok teror? Apakah diperlukan pendekatan berbasis gender dalam program deradikalisasi?

Alfito Deannova membahasnya bersama pakar terorisme Noor Huda Ismail, komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan Amany Lubis, dan eks narapidana kasus terorisme Sofyan Tsauri. Simak perbincangannya dalam D'Rooftalk: "Perempuan Dalam Jerat Terorisme."

(hnf/hnf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads