Kemunculan awan itu disebut terjadi di sejumlah Kecamatan di Sinjai, seperti Kecamatan Sinjai Utara, Sinjai Tengah, dan Sinjai Barat. Waktu kemunculan awan seperti roti Maros itu terjadi sekitar pukul 15.00 Wita dan ada pula yang terjadi selepas magrib, hari ini.
Untuk diketahui, roti Maros merupakan makanan khas Kabupaten Maros, Sulsel, berukuran sekitar 20 x 20 centimeter. Roti ini sendiri terbagi menjadi beberapa kotak-kotak kecil dan biasanya terdiri dari berbagai jenis selai.
"Kejadiannya (di Sinjai Barat dan Tengah) pukul 15.00 Wita. Setelah magrib (juga muncul) di Kecamatan Sinjai Utara," kata seorang warga Sinjai, Alamsyah Bachtiar (22) saat dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (2/4/2021).
Menurut Bachtiar, fenomena kemunculan awan berbentuk kotak-kotak itu terlihat cantik, terutama saat waktu magrib tiba. Awan itu kemudian menarik perhatian warga setempat sehingga diabadikan dalam bentuk foto dan video.
"Banyak warga yang mengabadikan moment tersebut," kata Alamsyah.
Sementara itu, petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) wilayah IV Makassar, menyebut awan berbentuk kotak-kotak alias mirip bentuk roti Maros tersebut bernama awan mammatus.
"Kalau bentuknya sih nggak ada kata khusus, ya bisa dimiripkan juga roti Maros nggak masalah. Tapi nama awan tersebut adalah awan mammatus," jelas prakirawan BMKG yang bertugas, Agusmin H, saat dimintai konfirmasi terpisah.
Agusmin mengatakan, awan mammatus merupakan bagian awan kumulonimbus, yakni jenis awan yang kerap dihubung-hubungkan dengan hujan lebat atau pun dengan kejadian ekstrem.
"Pembentukannya sendiri itu berasal dari awan kumulonimbus itu sendiri yang sedang dalam fase berkembang," jelas Agusmin.
Agusmin menjelaskan, setelah awan kumulonimbus (CB) terbentuk akibat dari aktifnya proses konveksi akan memicu pergerakan ke atas dan ke bawah udara basah dalam CB serta menjadikan CB makin tumbuh membesar.
"Sehingga dasar awan CB yang awalnya relatif halus terdorong-dorong oleh proses konveksi tadi menjadikan dasar anvil awan membentuk tonjolan (kotak-kotak) seperti pada gambar," sambung Agusmin.
Terkait kemunculan awan mammatus tersebut, Agusmin menyebutnya bukan jenis awan yang langka sebab awan kumulinumbus sendiri terbilang 'akrab' dengan langit Indonesia yang beriklim tropis.
"Kalau untuk langka sih nggak juga Pak, soalnya pembentuknya dari awan CB. Sedangkan CB sering tumbuh di perairan tropis termasuk Indonesia," jelasnya. (hmw/maa)