Terduga teroris bernama Zakiah Aini (25) ditembak mati karena melakukan penyerangan di Mabes Polri pada Rabu (31/3) kemarin. Komisioner Kompolnas periode 2016-2020 Andrea H Poeloengan menilai tindakan polisi sudah tepat, sesuai aturan.
Andrea awalnya bicara soal enam tembakan yang diletuskan oleh Zakiah Aini kepada polisi yang berjaga di Mabes Polri. Menurutnya, wajar saja jika polisi akhirnya melakukan tindakan tegas dengan menembak mati karena pelaku bersenjata dan melakukan penyerangan.
"Enam kali tembakan, di antaranya tembakan jarak dekat pada pos jaga. Dengan keadaan tidak tahu senjata yang digunakan pelaku, apakah airgun yang sudah dimodifikasi atau tidak, yang jelas pada saat itu ancaman yang dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bisa saja terjadi. Wajar tidak perlu ada peringatan dan langsung menembak hingga akhirnya mematikan," kata Andrea dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (1/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Andrea, hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ini tertuang dalam pasal 47 dan 48 yang berbunyi;
Pasal 47
(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.
(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Pasal 48
Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut:
a. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas.
b. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara:
1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.
c. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain di sekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu dilakukan.
Andrea menyebut, sebagai instansi pelayan publik, kantor polisi tidak boleh berkesan menakutkan, melainkan harus mencitrakan ramah dengan penuh salam, senyum, dan sapa. Namun, demi keselamatan bersama, pelayanan markas polisi juga perlu dilengkapi dengan upaya dan alat pendeteksian dini serta pencegahan.
"Atas kejadian ini, agar mencegah untuk tidak terulang kembali, maka perlu dilakukan evaluasi atas sistem pengamanan markas di Mabes Polri," ujarnya.
Masih menurut Andrea, kinerja sejumlah pihak juga perlu dievaluasi. Di antaranya;
1. Kapolda PMJ sebagai penanggung jawab wilayah. Mabes Polri, yang berada di Provinsi DKI, bukan hanya sebagai simbol Polri, tetapi juga simbol dari keamanan wilayah Provinsi DKI yang merupakan ibu kota NKRI;
2. Kadensus sebagai penanggung jawab pendeteksian dan pencegahan aksi terorisme;
3. Kadiv Propam sebagai penanggung jawab Pengamanan Internal;
4. Kayanma sebagai penanggung jawab detasemen markas dan pelayanan markas, termasuk dalam upaya pendeteksian dan pencegahan agar tidak terulang kembali lolosnya orang masuk membawa senjata. Akan tetapi nuansa ramah dalam pelayanan publik tidak boleh dihilangkan juga.
"Untuk perbaikan kualitas dan sinergi internal Polri, maka perlu ada Irwasum yang memimpin langsung pemeriksaan khusus serta audit investigatif yang dilakukan Irwasum beserta jajarannya terhadap mereka mereka yang disebut di atas terkait dengan kejadian di Mabes Polri tersebut," jelas Andrea.
"Saya agak bingung mengapa terutama Polda Metro Jaya dan Densus 88 Antiteror dapat kecolongan seperti ini," sambung Andrea, yang juga dosen di STIK-PTIK.
Andrea menyebut bukan tanpa alasan dirinya menyebut penyerangan di Mabes Polri ini kecolongan.
"Mengingat sejak kejadian Km 50 hingga penangkapan di Makassar dan kemudian belakangan hari di Jakarta yang walau secara profesional seharusnya kejadian di Mabes Polri ini sudah bisa diprediksi, karena di antaranya ada upaya menunjukkan bahwa FPI terkait dengan beberapa kegiatan terorisme atau radikalisme kaitannya dengan penangkapan beberapa waktu belakangan ini seperti di Makassar dan Condet," ucapnya.
Tonton video 'Zakiah Aini dan Fakta-fakta Penyerangan Mabes Polri':