Peristiwa teror bom bunuh diri yang dilakukan oleh dua teroris di Makassar (28/3) mengagetkan semua pihak. Bom bunuh diri itu dilakukan oleh pasangan suami-istri (pasutri) kelahiran tahun 1995 dan 2000 yang termasuk kategori generasi milenial. Dalam aksinya, pelaku menggunakan jenis bom panci yang memiliki daya ledak tinggi.
Pasangan itu berboncengan menggunakan sepeda motor matic dan meledakkan diri melalui bom di depan gerbang Gereja Katedral Hati Yesus Maha Kudus pada pukul 10:30 WITA selepas kegiatan Misa Minggu Palma. Pelaku bom bunuh diri atau kedua bomber tewas seketika di depan pintu gerbang Gereja Katedral. Sementara jemaat gereja hingga sekuriti yang mengalami luka-luka berjumlah 20 orang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan bahwa pasutri ini terkait dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) melalui kajian Villa Mutiara yang memberikan doktrin jihad. Pasutri berinisial L dan YS ini termasuk pasangan muda yang baru 6 bulan menikah. Mereka dinikahkan tersangka teroris lain bernama Risaldi yang ditangkap sebelumnya pada Januari 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Listyo mengatakan aksi bom bunuh diri itu terkait dengan penangkapan 24 tersangka terorisme pada Januari 2021 lalu. 24 tersangka terorisme itu berasal dari Sulawesi Selatan.
Terpisah, Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar menyebut propaganda jaringan teroris saat ini sudah menyasar kalangan anak-anak muda. Boy menyatakan pasutri ini bisa membuat bom berkat teknologi internet. Mereka mengakses tutorial membuat bom di media sosial.
Kepolisian pun bergerak cepat setelah terungkapnya identitas pelaku bomber tersebut, tim Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 kemudian melakukan penindakan terhadap jaringan teroris. Sebanyak 13 terduga teroris ditangkap secara serentak di sejumlah tempat mulai dari Makassar, Jakarta, Bekasi, Tangerang Selatan hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Tim Densus juga mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya ada bahan peledak hingga atribut FPI dan LPI.
Lantas kenapa generasi anak muda yang melek teknologi dan media sosial bisa terpapar paham radikalisme? Apakah ada kaitan antara terduga teroris yang ditangkap di Jakarta-Bekasi dan NTB dengan JAD? Apa hubungannya dengan FPI yang sekarang menjadi organisasi terlarang?
D'Rooftalk bersama Alfito Deannova membahasnya dengan Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol. Ahmad Ramadhan, Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict sekaligus pengamat terorisme Sidney Jones, dan Psikolog Keluarga sekaligus Koordinator Jaringan Gusdurian Allisa Wahid. Simak perbincangannya dalam D'Rooftalk: 'Teror Bomber Milenial.'
(hnf/hnf)