Jakarta - Tekanan untuk meninjau ulang izin frekuensi Global TV masih menuai komentar. Jika terbukti ada penyimpangan dalam pemberian izin frekuensi Global TV, maka frekuensi tersebut harus dikembalikan ke negara."Prinsipnya frekuensi siaran itu milik publik. Kewenangan untuk izin siaran ada di tangan negara. Kelompok ICMI sebagai inisiator Global TV yang asli gagal, maka dia harus kembalikan frekuensi ke negara. Dan negara menawarkannya kembali kepada publik," ujar Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Ade Armando, saat dihubungi
detikcom, Kamis (2/3/2006).Tak hanya Global TV, Ade pun meminta adanya peninjauan kembali atas izin frekuensi seluruh stasiun televisi. Jika ternyata juga bermasalah, perlakuan yang sama pun harus diberlakukan seperti perlakuan terhadap Global TV. Ade mencontohkan TV7 yang menurutnya bermasalah karena sebelumnya bukan dimiliki oleh kelompok Gramedia."Termasuk juga radio-radio, jadi harus fair. Banyak radio yang bermasalah, dan mungkin jumlahnya ratusan. Jual beli frekuensi sudah sering terjadi. Itu karena pemerintahnya memang menjadikan itu sebagai aset ekonomi. Yang harus digugat adalah pemerintahnya, bukan cuma di era Habibie," jelas dia.Mengenai pernyataan Menkominfo tentang stasiun televisi yang telah memiliki izin tinggal menyesuaikan izin penyelenggaraan penyiarannya, menurut Ade akan menjadi masalah, karena tidak mempertimbangkan banyaknya persoalan pada izin siaran televisi-televisi yang telah memiliki izin tersebut."Kelihatannya pemerintah nggak mau capek. Setiap ada masalah selalu dilempar ke pengadilan. Masalahnya, pemerintah nggak punya visi yang bagus untuk mengurusi penyiaran di negeri ini," nilai Ade.Mengenai sikap pemerintah yang akan menyerahkan persoalan Global TV ke pengadilan, Ade menganggap pemerintah terkesan ingin lepas dari tanggung jawab. "Sikap dasarnya apa. Pengadilan itu terakhir, tapi kitasekarang mau bikin
policy apa. Ini jelas pemerintah tidak punya visi," demikian Ade.
(fjr/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini