PP Pemuda Muhammadiyah dipercaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengelola sekitar 19 ribu hektare tanah. Namun, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menuding PP Pemuda Muhammadiyah tak berhak atas pengelolaan tanah tersebut.
Lahan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) terletak di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel).
Kesepakatan itu terjadi setelah PP Pemuda Muhammadiyah dan Jokowi bertemu dalam agenda silaturahmi di Istana Negara. Tanah yang bakal dikelola itu tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin, yakni Kecamatan Babat Supat, Keluang, Sungai Lilin, dan Batang Hari Leko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lahan ini nantinya akan dimanfaatkan dan dikembangkan untuk pengelolaan sampah mandiri, pengembangan peternakan, dan pengembangan hidroponik, berbasis pemberdayaan masyarakat. Dengan ikhtiar membantu Visi Muba Maju Berjaya," ujar Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla dikutip dari situs Muhammadiyah, Rabu (24/3/2021).
Presiden Jokowi berkoordinasi dengan Mensesneg Pratikno agar PP Muhammadiyah mendukung konsesi lahan itu.
Selain itu, Jokowi mengarahkan Kementerian Koordinator Perekonomian RI Airlangga Hartanto hingga Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Sigit Hardwinarto untuk menetapkan lahan tersebut berada di Sumatera Selatan.
"Dari sini barulah kemudian jelas arahan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), serta menunjuk lokasi HPK yang ada di Sumatera Selatan," jelas Dzulfikar.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengkritik pengelolaan tanah oleh PP Pemuda Muhammadiyah tersebut.
"Dalam Reforma Agraria istilah kelola itu tidak ada. Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) itu diberikan dalam bentuk hak atas tanah secara penuh," kata Sekjen KPA Dewi Kartika kepada wartawan, Rabu (24/3/2021).
Selain itu, dia menilai PP Pemuda Muhammadiyah bukan subjek bagi Reforma Agraria. Sebab, objek reforma agraria harus terlebih dahulu diberikan kepada petani tak bertanah.
"PP Pemuda Muhammadiyah secara institusi bukan subjek yang tepat bagi RA. Sebab, Tanah objek RA wajib diberikan terlebih dahulu kepada petani tidak bertanah, petani gurem, penggarap, nelayan tradisional, masyarakat miskin, masyarakat lokal, dan masyarakat adat. Merekalah yang paling berhak," ungkapnya.
Selain itu, Dewi menyoroti lokasi tanah yang akan dikelola oleh PP Pemuda Muhammadiyah tersebut. Menurutnya, tanah tersebut telah lama digarap oleh masyarakat.
"Lokasi tersebut telah digarap sejak lama oleh masyarakat, telah menjadi kampung serta desa-desa definitif. Artinya, masyarakat setempatlah dan kelompok prioritas di atas yang paling berhak," tegasnya.
Jawaban PP Pemuda Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah menegaskan pengelolaan lahan tersebut sesuai aturan.
"Sebenarnya dengan membaca ini PermenKLHK Nomor 42 Tahun 2019 ini sudah menjawab semua kritik itu," kata Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla lewat pesan singkat, Rabu (24/3/2021).
Dalam aturan tersebut dijelaskan mengenai kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi tidak produktif (HPK) dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Pasal 7
Pelepasan HPK tidak produktif untuk sumber TORA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan dengan tahapan:
a. penelitian terpadu;
b. pencadangan;
c. permohonan pelepasan;
d. penerbitan keputusan pelepasan;
e. pelaksanaan tata batas; dan
f. penetapan batas.
Pasal 13
(1) Permohonan Pelepasan HPK tidak produktif diajukan kepada Menteri oleh:
a. menteri/kepala lembaga dalam hal merupakan program/kegiatan kementerian/lembaga;
b. gubernur dalam hal lokasi berada pada lintas daerah kabupaten/kota;
c. bupati/wali kota dalam hal lokasi berada satu wilayah daerah kabupaten/kota;
d. pimpinan organisasi masyarakat yang berbadan hukum sesuai ketentuan peraturan perundangan dan kelompok masyarakat (tani); atau
e. perseorangan (secara selektif pada tingkat analisis/telaahan administrasi).
Fikar mengatakan lahan yang akan dikelola oleh Pemuda Muhammadiyah itu termasuk HPK tidak produktif. Dalam pengajuannya pun, sambung Fikar, harus melibatkan masyarakat sebagai penerima TORA.
"Program TORA ini adalah program pemerintah pusat agar masyarakat yang selama ini menempati/bermukim dan bercocok tanam di lahan tersebut mendapatkan kepastian hukum akan status lahannya," ujar Fikar.
Fikar mengatakan ada sejumlah syarat yang harus disertakan saat mengajukan permohonan tersebut, yaitu surat keterangan/rekomendasi dari pemerintah daerah bahwa pemanfaatan lahan sesuai rencana kerja daerah dan program tersebut harus dimanfaatkan untuk menambah nilai ekonomi masyarakat.
"PP Pemuda Muhammadiyah telah mempersiapkan serangkaian agenda strategis, berupa hilirisasi hasil bumi dari masyarakat serta penciptaan ecosystem digital berbasis pertanian/perkebunan rakyat," ujar Fikar.
Fikar menegaskan status hukum pengelolaan lahan tersebut sudah jelas. Hanya, kata dia, perlu ada persiapan mengenai serangkaian persyaratan administrasi dan harmonisasi sosial di lahan tersebut.
Selain itu, Fikar menepis isu penyerobotan lahan di balik wacana pengelolaan lahan oleh Pemuda Muhammadiyah. Justru, kata dia, Pemuda Muhammadiyah bersama pemda setempat membantu memediasi masyarakat.
"Isu penyerobotan lahan itu tidak benar adanya. Faktanya adalah PP Pemuda Muhammadiyah bersama Pemda Musi Banyuasin memediasi masyarakat agar ikut program TORA agar lahan yang ditempati sekarang yang ada di dalam lokasi HPK itu mendapat kepastian hukum dari pemerintah pusat. Program TORA tersebut adalah komitmen pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria," tutur Fikar.