Sidang kasus pembunuhan di Pengadilan Negeri (PN) Medan berakhir ricuh karena terdakwa divonis bebas. Bagaimana sebenarnya duduk perkara pembunuhan ini?
Dilihat dari Situs SIPP PN Medan, Rabu (24/3/2021), dugaan pembunuhan ini berawal dari bentrokan dua organisasi masyarakat (ormas) di Medan. Kronologi kejadian ini dituliskan jaksa penuntut umum dalam dakwaan. Kedua ormas yang terlibat bentrokan itu adalah Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK).
"Pada hari Minggu tanggal 08 September 2019 sekira pukul 16.30 WIB setelah selesai kegiatan rapat pemilihan pengurus Pemuda Pancasila Anak Ranting Pangkalan Mansyur di Kantor Kelurahan Pangkalan Mansyur, korban Syahdilla Hasan Afandi bersama dengan saksi Dovinda Tegarsyah Putra P, saksi Muhammad Aidil Arif, saksi Michael saksi Nizamudin, saksi Manjit, saksi Noval Herdiyansyah, saksi Muhammad Ridwan, serta beberapa teman mereka dari ormas PP dengan masing-masing mengendarai sepeda motor pergi menuju ke warung tuak di Jalan Eka Rasmi, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Medan dengan tujuan untuk bersilaturahmi dengan ormas IPK dan menanyakan mengenai spanduk milik ormas PP yang dicopot oleh ormas IPK," demikian isi dakwaan jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di warung itu, korban bersama rekan-rekannya dari PP mencari Sunardi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Sunardi tidak ditemukan di lokasi itu. Sejumlah orang yang ada di lokasi kedai tuak lalu meminta korban untuk menunggu.
"Tidak berapa lama kemudian, terdakwa Sunardi alias Gundok datang dan masuk ke dalam warung tuak dengan membawa satu buah samurai sambil mengatakan 'mana Bang Sam, kok kayak gini cara kalian datang ke rumah ku, jangan kalian tes-tes lah Gundok ini'. Lalu terdakwa Sunardi alias Gundok marah-marah sambil membacokkan samurai ke arah dinding tepas kedai tuak tersebut," ujar jaksa.
Syafwan Habibi, yang juga menjadi salah satu terdakwa, kemudian memberikan senjata tajam kepada teman-temannya yang sudah terlebih dulu ada di kedai tuak. Bentrokan antara dua kelompok itu kemudian terjadi.
"Kemudian terdakwa Syafwan Habibi yang merupakan anggota ormas IPK memberikan beberapa senjata tajam kepada teman-temannya yang berada di warung tuak dan pada saat itu terjadilah keributan sehingga kedua ormas tersebut saling menyerang dan saling memukul," ujar jaksa.
Isi dakwaan kemudian menuliskan terdakwa Sunardi menendang korban yang hendak pergi meninggalkan lokasi kedai tuak. Korban kemudian disebut meninggal karena dibacok dan dipukul pakai kayu.
"Saat korban sudah terjatuh dan tergeletak di tanah, selanjutnya terdakwa Sunardi membacokkan samurai yang dipegangnya dengan tangan kanannya ke bagian kepala korban, kemudian Budianto (DPO) memukul korban beberapa kali sehingga mengenai bagian badan dan kepala korban dengan menggunakan bambu bulat warna kuning yang dipegangnya dengan tangan kanannya," ucap jaksa.
"Lalu terdakwa Syafwan Habibi yang memegang kayu balok sepanjang 1,5 meter memukul korban beberapa kali sehingga mengenai badan dan kepala korban," jelas isi dakwaan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Keduanya kemudian diproses hukum. Mereka dituntut hukuman masing-masing 6 tahun penjara karena dinilai bersalah melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP.
Sidang putusan kemudian digelar hari ini. Hasilnya, hakim memberi vonis bebas kepada terdakwa. Putusan tersebut kemudian memicu keributan.
Rekan-rekan korban berkumpul di ruang tunggu PN Medan. Terlihat salah seorang dari massa sempat melemparkan kursi yang ada di lokasi itu.
Massa sempat mencari hakim yang memimpin persidangan. Karena tidak menemukan hakim, massa kemudian meninggalkan lokasi sambil mengancam akan kembali lagi. Hingga pukul 14.00 WIB, polisi terlihat masih berjaga di sekitar PN Medan.
Kuasa hukum korban, Amrul Sinaga, mengatakan pihaknya tidak terima atas putusan hakim. Dia menilai dua terdakwa harusnya dipenjara, bukan divonis bebas.
"Tuntutan jaksa 6 tahun, kenapa hakim memutuskan bebas? Sidang putusan ini tiga kali ditunda," kata Amrul di PN Medan.