Prita Mulyasari hingga Baiq Nuril, Ini Deretan 'Korban Pasal 27' UU ITE

Prita Mulyasari hingga Baiq Nuril, Ini Deretan 'Korban Pasal 27' UU ITE

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 20 Mar 2021 13:26 WIB
Poster
Foto: Ilustrasi media sosial (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali dibahas khususnya terkait Pasal 27 yang dinilai banyak menelan 'korban'. Ada sejumlah 'korban' dari penggunaan Pasal 27 UU ITE yang menghebohkan Tanah Air.

Menko Polhukam Mahfud Md menerima keluhan dari masyarakat soal Pasal 27 UU ITE saat menyambangi kedai kopi Johny di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021). Kedatangan Mahfud diterima pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

"Apakah dimungkinkan Pasal 27 ayat 3 ini benar-benar dihapuskan? Karena pencemaran nama baik ini benar-benar jadi ajang saling melapor dan dimanfaatkan oleh banyak oknum," kata seorang warga, Vivi yang mengeluh soal Pasal 27.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 27 UU ITE khususnya ayat 3 memuat soal penghinaan atau pencemaran nama baik. Pasal ini yang dinilai banyak kalangan telah menelan banyak korban.

Mahfud Md menyebut problem UU ITE menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud menyebut sudah banyak masyarakat yang menjadi korban dari UU ITE, terutama Pasal 27.

ADVERTISEMENT

"Kita sudah mencatat masalah itu, sudah menjadi perhatian Presiden juga. Banyak orang menjadi korban Pasal 27," ujarnya.

Sebelum Vivi mengeluhkan Pasal 27 UU ITE, ada sejumlah warga yang pernah terjerat pasal tersebut. Berikut rangkumannya:

1. Prita Mulyasari

Keluhan Prita Mulyasari di media sosial terkait pelayanan tim medis Rumah Sakit Omni Internasional berujung penahanan. Prita Mulyasari dituntut oleh jaksa 6 bulan penjara karena dinilai bersalah melanggar Pasal 27 UU ITE.

Prita dianggap bersalah karena telah membuat surat elektronik yang mencemarkan nama baik. Jaksa juga menuntut agar hakim menyita barang bukti berupa surat elektronik yang dibuat Prita.

"Menuntut majelis hakim agar menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah membuat, mendistribusikan dan atau mentransmisikan dokumen elektronik yang mencantumkan pencemaran nama baik," kata jaksa penuntut umum, Riyadi di PN Tangerang, Banten, Rabu (18/11/2009).

Singkat kisah, pada 30 Juni 2011 kasasi jaksa penuntut umum dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Prita divonis 6 bulan penjara, tapi dengan masa percobaan selama 1 tahun. Putusan ini dibuat oleh ketua majelis hakim Imam Harjadi, Zaharuddin Utama dan Salman Luthan. Namun Salman Luthan mengajukan beda pendapat (dissenting opinion) dan menyatakan Prita tidak bersalah sehingga harus bebas.

MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Prita pada 17 September 2012. MA menganulir putusan pidana PN Tangerang dan kasasi MA. Prita kemudian bebas.

Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:

Saksikan video 'Hotman Paris ke Mahfud Md: di Inggris UU ITE Murni Perdata':

[Gambas:Video 20detik]



2. Baiq Nuril

Baiq Nuril merupakan seorang guru honorer di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Baiq Nuril pernah terjerat Pasal 27 UU ITE.

Kasus Baiq Nuril bermula dari pelaporan mantan atasannya, seorang Muslim terhadapnya pada 17 Maret 2015. Baiq Nuril merekam percakapan mesum kepala sekolah itu karena ingin membela diri.

Baiq Nuril kemudian dilaporkan dengan atas dasar Pasal 27 Ayat (1) UU ITE. Pada 27 Juli 2017 Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram.

Jaksa lantas mengajukan kasasi ke MA. Pada 26 September 2018, Baiq Nuril divonis bersalah dan dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta pada putusan kasasi.

Pihak Baiq Nuril kemudian mengajukan PK, namun ditolak MK pada 4 Juli 2019. Setelah PK ditolak MA, Baiq Nuril mengirim surat kepada Jokowi.

Pada 15 Juli 2019 Jokowi akhirnya meminta pertimbangan DPR untuk amnesti Baiq Nuril. Baiq Nuril akhirnya mendapatkan amnesti dari Presiden Jokowi.

3. Gus Nur

Sugi Nur Rahardja alias Gus Nur juga terjerat Pasal 27 UU ITE. 12 September 2019, Gus Nur dilaporkan koordinator Forum Pembela Kader Muda NU yang sekaligus Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim.

Gus Nur diketahui dalam video ceramahnya di Pesantren Karomah, Palu, Sulawesi Tengah pada 19 Mei 2019 dinilai menghina pemuda NU. Saat itu ia menyebut generasi muda NU sebagai penjilat.

Atas laporan itu, Gus Nur kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim pada 22 November 2018. Dalam kasus itu, Gus Nur tersangkut pasal 27 ayat (3) dan pasal 45 ayat (3) UU ITE.

Kasus hinaan generasi NU penjilat itu kemudian masuk persidangan pada 23 Mei 2019. Dan selanjutnya pada 24 Oktober, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara. Vonis tersebut sendiri lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 2 tahun.

Meski telah dijatuhkan vonis penjara, namun majelis hakim tidak sepakat dengan perintah penahanan terhadap Gus Nur yang dituangkan dalam surat tuntutan. Sebab, ancaman hukumannya tidak bisa ditahan.

Atas vonis tersebut Gus Nur tidak terima dan mengajukan banding. Namun dalam bandingnya, Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan putusan PN Surabaya tetap dengan vonis 1 tahun 6 bulan penjara.

Namun Gus Nur kembali menyinggung NU. Gus Nur ditangkap di rumahnya di Pakis, Malang, Jawa Timur. Dia ditangkap pada Sabtu (24/10/2020) pukul 00.00 WIB.

Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:

4. Florence Saulina Sihombing

Seorang wanita di Yogyakarta bernama Florence Saulina Sihombing menggegerkan media sosial terkait menghina warga Yogyakarta. Florence salah satu warga yang pernah terjerat Pasal 27 UU ITE.

Kasus ini bermula saat Florence mengendarai sepeda motor dan menyerobot antrean SPBU pada Agustus 2014. Setelah diingatkan petugas, Florence tak terima dan urung antre beli bensin. Dia kemudian menulis apa yang dialaminya dengan makian kepada warga Yogyakarta di media sosial.

Sejumlah aktivis melaporkan Florence dengan UU ITE pada 28 Agustus 2014. Florence diadili dan didakwa melanggar pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada 31 Maret 2015, Pengadilan Negeri Yogyakarta menyatakan Florence tidak perlu dihukum 2 bulan penjara asalkan tidak berbuat kejahatan selama 6 bulan ke depan. Selain itu, Florence juga harus membayar denda Rp 10 juta.

Florence lalu mengajukan banding. Pada 28 Juli 2015, hakim tinggi Sri Mulyanto, Eko Tunggal Pribadi dan Dina Krisnayati memperbaiki putusan PN Yogyakarta dengan menghapuskan pidana denda.

Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi agar Florence dikenakan masa percobaan selama 1 tahun. Mahkamah Agung menolak.

"Menolak permohonan kasasi jaksa," kata majelis hakim kasasi sebagaimana dilansir website MA, Selasa (22/8/2016).

5. Isma Khaira

Isma Khaira merupakan seorang ibu di Aceh yang dilaporkan ke polisi oleh kpala desa di Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Bahktiar. Korban tidak terima Isma menggunggah video di media sosial dengan keterangan menyudutkan dirinya dan berbeda dari kejadian.

Kasus itu dilimpahkan ke PN Lhoksukon dengan nomor perkara 277/Pid.Sus/2020/PN Lsk. Jaksa penuntut umum menuntut Isma bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dalam dakwaan melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Isma dituntut hukuman 5 bulan penjara.

Pada 8 Februari 2021 majelis hakim menyatakan Isma Khaira terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'dengan sengaja mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik' sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum. Isma dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 bulan.

Isma kemudian dieksekusi untuk menjalani hukumannya. Isma membawa bayinya berusia 6 bulan ke penjara.

"Seharusnya (bayi itu) di luar tapi karena memang kepentingan anak bayi masih memerlukan ASI kita bisa menerima bayi tersebut berada satu ruang dengan ibunya," kata Kepala Kanwil Kemenkum HAM Aceh Heni Yuwono, Senin (1/3/2021).

Isma akhirnya bebas menghirup udara bebas. Isma diberikan asimilasi berdasarkan Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020. Isma tetap dipantau dan diawasi oleh Bapas Lhokseumawe.

"Akan diawasi hingga berakhir masa asimilasi," jelas Heni Yuwono, Senin (15/3).

Halaman 2 dari 3
(rfs/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads