Revisi UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) tidak masuk Prolegnas 2021. Di satu sisi, banyak kasus di masyarakat dilaporkan ke polisi dengan UU ITE. Ini salah satu ceritanya.
Kisah ini diceritakan seorang ayah di Cilegon. Ia menceritakan apa yang dialami putrinya. Di mana putrinya bercerai dengan suaminya.
Saat mengunjungi anaknya di rumah mantan suami, ia disekap. Mantan istri kemudian merekam video permintaan tolong atas apa yang dia alami. Video itu kemudian dikirim ke WhatsApp Pak RT dan ke Grup WhatsApp komunitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, mantan suami melaporkan mantan istri dengan kasus UU ITE. Berikut cerita lengkapnya:
Kami mempunyai masalah yang sangat janggal yaitu dilaporkan UU ITE dan Perbuatan Tidak Menyenangkan. Saat ini polisi memprosesnya. Sedangkan video yang diupload untuk minta pertolongan ke Ketua RW dan komunitas di WA.
Kronologisnya:
Kejadian hukum di Kota Cilegon. Anak kami telah dicerai suaminya. Di pengadilan sudah diputus. Karena kangen anak datang ke rumah mantan untuk kerinduannya pada anak. Oleh mantan mertua disuruh rujuk dan tinggal di rumah yaitu di rumah milik mertua yang tidak ditempati.
Selama di rumah terjadi keributan dan terjadi kontak fisik. Anak kami didorong jatuh tangan reflek kena muka lakinya. Anak saya diusir dari rumah. Anak saya minta waktu untuk pindah.
Ternyata kasus itu sudah dilaporkan KDRT, penyerobotan rumah dan UU ITE. Untuk KDRT sudah disidang. Mantan suaminya dihukum 3 bulan penjara. Dilanjut penyerobotan rumah bukan haknya. Sudah meninggalkan rumah itu tapi masih proses. UU ITE sekarang sudah panggilan ke 2.
Kasus Pelaporan UU ITE
Waktu masih persiapan mau pergi dari rumah karena membawa anak-anak. Anak saya cari bantuan teman-teman dan saudara-saudara.Karena selama dicerai 1 sen pun tidak dibiayai. Untuk mencarikan rumah kontrakan.
Tiba-tiba datang mertua dan adiknya mengusir dengan kasar untuk segera angkat kaki. Karena dicaci maki, anak saya bermaksud keluar rumah dari pada nanti ada adu fisik lagi. Ternyata rumah dikunci pintunya. Anak kunci disembunyikan. Sudah teriak teriak ke tetangga sebelah tidak ada yang nolong.
Dan punya pikiran divideokan, cacian-cacian mereka. Kemudian diupload ke Ketua RW dan grup WhatsApp komunitas. Akhirnya datang security perumahan atas suruhan Ketua RW. Anak saya bebas bisa keluar dan meninggalkan kedua orang itu.
(Saya melaporkan kasus itu ke polisi-red) Penyekapan dan merampas Hak Asasi Manusia, Pasal KUHP 333. Tapi laporan tidak diterima.
Justru anak saya dipidanakan perbuatan tidak menyenangkan kena pasal 27 ayat 3 UU ITE karena di sini mendistribusikan untuk minta bantuan membebaskan dari penyekapan.
Mohon penjelasan apakah ini keadilan?
Seorang perempuan, ibu anak-anak harus menderita dan institusi negara justru tidak melihat segi kemanusiaannya. Seakan akan hukum di atas rasa kemanusiaannya.
Sudah kehilangan hak-haknya, tak sepeser pun diberi bagian waktu rumah tangga. Anak-anak diambil mantan suami. Sudah dihukum KDRT.
Sekarang saya sedang bangkit dapat pekerjaan baru. Harus mondar mandir urusan pidana UU ITE.
Kami sekarang tarik anak kami di Bekasi dan bekerja di Bekasi. Mohon penjelasan apakah bisa nuntut balik:
1. Hal penyekapan merampas hak asasi manusia.
2. Menghalangi sudah tidak boleh menemui anak.
Terima kasih.
Simak jawabannya di halaman berikutnya.
Saksikan video 'Revisi UU ITE Belum Masuk ke Prolegnas Prioritas 2021':
Untuk menjawab permasalahan di atas, kami menghubungi advokat Alvon Kurnia Palma,S.H.,M.H. Berikut pendapat hukumnya:
Permasalahan yang diutarakan oleh putri Bapak adalah dugaan terjadinya penyerobotan (rumah), dugaan KDRT, dan Pencemaran nama baik menggunakan sistem elektronik sebagai suatu tidak pidana dalam suatu jangka waktu tertentu.
Dalam uraian peristiwa yang bapak jelaskan, kami tidak mendapatkan informasi terkait terjadinya pengulangan perbuatan atau tidak. Meski demikian, kami menduga peristiwa ini baru pertama kali terjadi dan dapat digolongkan (klasifikasi) sebagai samenloop van strafbare feiten karena dalam satu peristiwa terjadi beberapa dugaan tindak pidana seperti penyerobotan, KDRT dan pencemaran nama baik dengan menggunakan sistem elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Menurut kami, guna menjawabnya, perlu di urai dan diurutkan satu persatu.
Dalam uraian Bapak, peristiwa pertama adalah putri bapak mengunjungi rumah mantan suami guna menemui anak-anak dan mertua meminta putri bapak untuk rujuk dan menempati salah satu rumahnya yang kosong. Kemudian terjadi peristiwa dugaan KDRT, pengurungan dan permintaan pertolongan kepada perangkat dan tetangga melalui WhastApps Group (WAG) karena dikurung. Apabila dicermati, sepertinya dugaan tindak pidana ini bukan terjadi dalam suatu peristiwa (samenloop van strafbare feiten), melainkan beberapa dugaan tindak pidana dalam jangka waktu tidak tertentu.
Dari beberapa perbuatan yang disebutkan, menurut kami tidak terjadi dugaan penyerobotan sebagaimana diatur dalam Pasal 167 dan 385 KUHP. Sebab, putri bapak diminta oleh mertua secara sah dan tidak melawan hukum memasuki rumahnya. Dengan demikian tidak terjadi pelanggaran hukum atas Pasal 167 dan 387 KUHP. Demikian juga terhadap dugaan pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang konstruksi dasarnya terjadinya kesalahan harus sesuai norma hukum pokok yakni Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagaimana putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008.
Terjadinya penghinaan yang menggunakan sistem elektronik, diatur dalam BAB XVI KUHP tentang penghinaan. Dalam Pasal 310 terdapat 6 macam penghinaan yakni menista sebagaimana yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1), menista dengan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (2), memfitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 311, penghinaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 315, mengadu secara memfitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 317 dan menuduh secara memfitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 318.
Ke semua dugaan tindak pidana ini, hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dihina kecuali penghinaan terhadap seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang sedang melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 316 dan 319 KUHP. Sasaran penghinaannya harus langsung kepada perseorangan bukan kepada institusi pemeritahan, pengurus suatu perkumpulan segolongan penduduk.
Hal ini disebabkan oleh pengaturan pelanggaran institusional terdapat di dalam pasal tersendiri yakni Pasal 134, 137 (penghinaan terhadap kepala negara asing), Pasal 156 dan 157 (penghinaan terhaap segolongan penduduk), Pasal 177 (penghinaan terhadap pegawai agama), Pasal 183 (penghinaan terhadap orang yang tidak maju melakukan perang tanding), Pasal 207 dan 208 (penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia). (KUHP dan Penjelasan karangan R Sugandi, SH).
Saat perbuatan tidak ditemukan unsur kesalahan sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP, maka perbuatan tersebut bukan merupakan penghinaan melalui sistem elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Selain itu, di dalam Pasal 310 terdapat ketentuan pembenar dan menyimpangkan norma yang terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 310 ayat (3).
Tidak terjadi suatu kesalahan apabila perbuatan guna mempertahankan kepentingan umum atau karena terpaksa untuk mempertahankan diri. Dalam peristiwa yang bapak utarakan kepada kami, putri bapak meminta pertolongan melalui WAG dengan cara mendistribusikan informasi elektronik untuk kepentingan mempertahankan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP.
Guna melihat dan mendekatkan dengan realitas dari pertanyaan Bapak, pendapat Prof Mochtar Kusumaatmaja menarik dijadikan referensi. Di mana beliau menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk ketertiban (order) guna mewujudkan masyarakat yang teratur yang berkontribusi pada kepastian dan keadilan masyarakat. Adalah ketidakadilan apabila penerapan hukum secara sewenang-wenang dan tebang pilih.
Demikian jawaban kami, sekian dan terima kasih.
Alvon Kurnia Palma, SH, MH
"AKP and Partner"
Gedung Dana Graha Ruang 305A
Jalan Gondangdia Kecil
Menteng Jakpus
---
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya dan akan ditayangkan di detikcom.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:
redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Berhubung antusias pembaca untuk konsultasi hukum sangat beragam dan jumlahnya cukup banyak, kami mohon kesabarannya untuk mendapatkan jawaban.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik's Advocate