Pandemi COVID-19 telah menggoyahkan perekonomian masyarakat di berbagai lini. Tapi tidak bagi para peternak sapi perah dari Desa Bocek, Kabupaten Malang. Sebab, hasil produksi susu dari sapi perah di desa ini cenderung stabil dan sudah memiliki penampung tetap.
"Jadi dengan Nestle ada ikatan perjanjian yang diperbarui setiap tahun, ada pembaruan perjanjian jual beli itu. Jadi susu berapapun yang dihasilkan KUD Karangploso, Nestle siap menerima," jelas Mujib saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.
Mujib melanjutkan, produksi susu sapi yang minim biasanya tidak disebabkan faktor eksternal seperti pandemi. Tapi dipengaruhi oleh kondisi biologis dari sapi perah itu sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau turun produksi itu biasanya kalau sapi itu banyak yang bunting mau melahirkan, itu produksi bakal turun sedikit, tapi kalau itu kan gambling ya waktunya. Jadi produksi itu ya cenderung stabil-stabil saja," terangnya.
Untuk diketahui, Desa Bocek memiliki kelompok peternak sapi perah beranggotakan kurang lebih 35 anggota. Para anggota memelihara sendiri sapi perahnya di rumah masing-masing, sehingga pemeliharaannya pun dilakukan sendiri-sendiri.
Meski demikian, hasil produksi susu sapi dari masing-masing peternak nantinya akan ditampung seluruhnya di tempat yang sama, yakni melalui Pos Penampungan Susu Desa milik KUD Karangploso.
Adapun jumlah sapi perah yang dimiliki para peternak pun beragam. Misalnya, Sutikah (52) dan Sairin (56) pasangan paruh baya yang beternak sejak tahun 2003 ini memiliki 14 sapi perah di kandang yang terletak di belakang rumah mereka. Untuk menampung susu dari sapi perah miliknya, Sutikah dan Sairin sehari-hari masih memakai cara manual, yaitu, menggunakan teknik memijat dengan tangan dalam proses pemerahannya.
Teknik memijat ini cenderung membutuhkan modal yang minim. Kendati demikian, dibutuhkan tenaga yang besar dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil yang banyak.
![]() |
Selain itu, ada pula peternak yang sudah menggunakan alat mesin pemerah untuk mengumpulkan stok susu sapi per harinya. Salah satunya Nazilul (26), peternak muda yang sudah mulai beternak sejak lulus SMK pada 2010 silam.
Ditemui saat sedang mengantar produksi susu sapi ternaknya , pria ini mengaku telah memiliki 17 ekor induk sapi perah dan 5 ekor sapi anakan. Sapi-sapi milik Nazilul tidak seluruhnya dapat diperah setiap hari karena berbagai faktor kondisi. Akan tetapi, ia mengaku sudah bisa menghasilkan produksi susu yang cukup melimpah, yakni hingga 100 liter pada pagi hari dan 60 liter di sore hari.
Ia pun mengungkap, susu dari sapi perahnya ini akan dihargai Rp 5600/liter saat dibawa ke KUD. Adapun harga ini dikatakannya bisa naik turun, tergantung pada lemak dan berat jenis dari susu yang dihasilkan.
Ia menambahkan, usaha ternak sapi perah yang cenderung menghasilkan produksi susu dengan stabil membuatnya terbilang sejahtera. Bahkan ia bisa meningkatkan taraf ekonomi keluarga di usianya yang masih muda.
Diakuinya, ia dapat membangun rumah, membeli tanah, serta transportasi roda dua dan empat tanpa perlu meminta uang kepada orang tua.
"Sudah bisa mandiri berkat usaha ini. Inginnya bisa dapat pelatihan juga tentang kesehatan dan obat-obatan untuk bisa menyuntik atau mengobati untuk pemeliharaan sapi perah yang ada di sini," imbuh Nazilul.
Nazilul yang mengaku telah menjadi nasabah BRI sejak lama ini pun merasa terbantu sekali dengan adanya bantuan pinjaman lunak dari BRI dalam mengembangkan usahanya. Ke depannya ia berharap bisa mendapat bantuan pelatihan untuk dapat meningkatkan kualitas usahanya.
Sementara itu, Mantri BRI Desa Bocek Erwan Yulianto menyampaikan, pihaknya telah membentuk klaster sapi perah dan membantu memberikan sosialisasi tentang KUR juga berbagai pinjaman lain yang dapat membantu para peternak.
Selain itu, lanjut Erwan, BRI juga mulai memberikan pelatihan pembuatan yoghurt kepada ibu-ibu istri peternak sapi perah di Bocek. Pelatihan ini dilakukan dengan menggandeng dosen dari Universitas Brawijaya sebagai narasumber, dengan harapan dapat meningkatkan nilai dari produksi susu yang dihasilkan sapi perah di desa ini.
"Rencananya kalau anak sekolah sudah masuk, mau ada gerakan minum susu bersama. Potensinya akan dilarikan ke sana, digiatkan setiap hari Jumat. Dibantu branding dan kemasannya supaya bagus untuk masak pasar terdekat. Tapi sekarang fokus yoghurt dulu," ungkapnya.
Kisah peternak sapi perah ini menjadi satu dari kumpulan kisah dalam program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia. Program Jelajah UMKM mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, Ikuti terus jelajah UMKM bersama BRI hanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(mul/mpr)