Polemik Mengemuka Kala Laskar FPI Hilang Nyawa tapi Jadi Tersangka

Round-Up

Polemik Mengemuka Kala Laskar FPI Hilang Nyawa tapi Jadi Tersangka

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 05 Mar 2021 06:01 WIB
Anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Rekonstruksi tersebut memperagakan 58 adegan kasus penembakan enam anggota laskar FPI di tol Jakarta - Cikampek KM 50 pada Senin (7/12/2020) di empat titik kejadian perkara. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/aww.
Foto: Rekronstruksi kasus penembakan di KM 50 (ANTARA FOTO/Muhamad Ibnu Chazar)
Jakarta -

Polisi menetapkan tersangka terhadap enam anggota laskar FPI yang tewas dalam insiden Km 50. Penetapan terhadap mereka yang sudah tewas ini lantas memicu polemik.

Bareskrim Polri menetapkan enam anggota laskar FPI yang tewas dalam insiden di Tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka kasus Km 50. Keenam anggota laskar FPI itu diduga melakukan kekerasan.

"Iya jadi tersangka enam orang itu. Yang (Pasal) 170 itu memang sudah kita tetapkan tersangka, sudah ditetapkan tersangka. Kan itu juga tentu harus diuji, makanya kami ada kirim ke jaksa, biar jaksa teliti," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Andi Rian Djajadi saat dihubungi detikcom, Rabu (3/3).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Andi menyebut enam anggota laskar FPI itu bisa ditetapkan sebagai tersangka meskipun sudah meninggal dunia. Menurut Andi, nantinya pengadilan yang akan memutuskan.

"Iya, bisalah. Kan jadi tersangka dulu, baru nanti pengadilan yang putuskan bagaimana ke depan," tuturnya.

Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebut kasus dugaan pembunuhan yang terjadi di luar hukum atau unlawful killing yang dilakukan oleh tiga anggota Polda Metro Jaya juga telah naik ke penyidikan. Dugaan unlawful killing tiga anggota Polda Metro dilakukan terhadap empat orang laskar FPI.

"Penyidikan kita sudah gelar pertama dengan kejaksaan karena nantinya akan dilakukan penuntutan oleh mereka," kata Agus kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021).

"Artinya, seluruh proses berjalan dengan pengawasan dari kejaksaan yang nanti akan melakukan penuntutan," tambah Agus.

"(Dasar penyelidikan) Pasal 351 ayat (3) dan Pasal 338 (KUHP). Tentang pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatkan mati," lanjutnya Andi.

Penetapan tersangka terhadap mereka yang sudah tewas itu pun mengemuka menjadi polemik. Sejumlah pihak bersuara.

Simak video '6 Laskar FPI Tewas Jadi Tersangka, Kabareskrim: Untuk Pertanggungjawaban':

[Gambas:Video 20detik]



Tim Advokasi

Tim advokasi enam laskar FPI yang tewas itu meminta polisi melihat kembali undang-undang terkait dalam menegakkan hukum.

"Semua tahu kan, ini kan jelas kalau menurut hukum, kita kalau pakai hukum, bertugas atau menegakkan hukum ini melihat Pasal 77 KUHP. Kan gitu," kata ketua tim advokasi laskar FPI, Hariadi Nasution, kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).

Hariadi menyebut, pada Pasal 77 KUHP dijelaskan bahwa tuntutan pidana dihapus ketika tertuduh sudah meninggal dunia. Dia mengatakan aturan itu sudah jelas.

"Untuk apa gitu loh. Pasal 77 KUHP jelas kan, ketika tersangka meninggal dunia statusnya. Pasal 77 KUHP, kewenangan menuntut pidana hapus jika tertuduh meninggal dunia," tutur dia.

"Ya kalau ditetapkan sebagai tersangka, mau ngapain? Mau P21 nanti kayak Habib Rizieq atau yang lain. P21 kan berarti kejaksaan, silakan saja kejaksaan, kalau sudah dilimpahkan ke kejaksaan, nanti kan P21 tahap kedua dan sebagainya ke pengadilan bisa nggak? Udah meninggal dunia, nggak ada," sambungnya.

Hariadi menduga polisi menempatkan diri di atas hukum. Hariadi menegaskan undang-undang adalah hukum tertinggi.

"Artinya, polisi kayak menempatkan dirinya di atas undang-undang atau kayak lebih tinggi dari undang-undang, atau kayak nggak ngikuti aturan gitu loh. Aturan di undang-undang itu nggak gitu. Undang-undang kan menyatakan gitu, jadi kayaknya lebih tinggi dari undang-undang. Seperti itu kalau kita lihat ya kalau emang ditetapkan sebagai tersangka orang sudah meninggal," ucap dia.

Pakar Hukum dari Universitas Trisakti

Tindakan Bareskrim Polri itu dikritik keras Abdul Fickar Hadjar sebagai pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti. Abdul Fickar menilai tindakan hukum hanya bisa dilakukan pada orang yang masih hidup.

"Yang bisa ditetapkan sebagai tersangka itu orang hidup gitu lho. Salah satu alasan hapusnya hak menuntut itu matinya seseorang," kata Abdul Fickar kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).

"Nggak boleh ditetapkan sebagai tersangka. Konyol, orang sudah meninggal nggak bisa ditetapkan (Pasal) 77 (KUHP), itu harus diterjemahkan seperti itu," imbuhnya.

Dia mendesak kejaksaan menolak berkas perkara dari polisi. Menurutnya, perkara yang diduga melibatkan enam orang laskar FPI itu otomatis gugur karena terduga pelakunya meninggal dunia semua.

"Konyol, harus ditolak oleh kejaksaan, nggak ada alasan untuk meneruskan kasus itu. Gugur, menghentikan, orang udah meninggal kok diteruskan, harus menghentikan penyidikan. Ini tindakan yang berlebihan dan tidak berdasar hukum, karena KUHP menentukan gugurnya hak menuntut adalah meninggalnya seseorang, karena itu tidak ada alasan yuridis apa pun untuk menentukan orang yang sudah meninggal sebagai tersangka," ucap Abdul Fickar.

Gerindra

Gerindra mengingatkan penyidikan atas nama 6 laskar FPI tersebut tidak dapat berlanjut ke tahap penuntutan.

"Mungkin penetapan tersebut berdasar gelar perkara. Tapi yang jelas kasus tersebut tidak bisa berlanjut ke penuntutan atau persidangan, karena acuan kita Pasal 77 KUHP," kata Waketum Gerindra Habiburokhman kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).

Di samping itu, Habiburokhman mengapresiasi sikap Polri yang menyelidiki dugaan unlawful killing terhadap laskar FPI. Seperti diketahui, hasil investigasi Komnas HAM menyatakan ada pelanggaran HAM dalam insiden Km 50 yang menewaskan enam orang laskar FPI.

"Di sisi lain kami menghargai sikap Polri yang menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait kasus unlawful killing," ucap Habiburokhman.

Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR RI itu meyakini Polri akan bersikap profesional. Habiburokhman menegaskan semua pihak yang diduga melakukan tindak pidana harus dimintai pertanggungjawaban.

"Kami percaya Polri akan bersikap profesional dan adil dalam kasus ini. Siapa pun yang bersalah harus bisa dimintai pertanggungjawaban hukum," sebutnya.

PPP

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani mengkritik Bareskrim Polri soal penetapan tersangka terhadap 6 laskar FPI ini. Arsul menilai penetapan tersangkat itu tidak tepat menurut hukum.

"Saya mengkritisi penetapan tersangka atas 6 anggota laskar FPI yang telah meninggal dunia, penetapan tersangka tersebut tidak tepat menurut hukum," kata Arsul dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).

Arsul menjelaskan hal itu tercantum dalam Pasal 77 KUHP terkait gugurnya penuntutan pidana terhadap seseorang yang diduga menjadi pelaku tindak pidana. Dia menyebut seharusya secara logika pidana, jika pelaku meninggal dunia maka proses pidananya gugur.

"Memang dalam Pasal 77 KUHP digunakan kata penuntutan, bukan penyidikan. Akan tetapi, karena proses perkara pidana dimulai dari penyelidikan dan penyidikan dan kemudian berlanjut dengan penuntutan sebagai proses yang tidak terpisah satu sama lain, maka apabila tersangka meninggal dunia pada saat proses penyidikan, logika hukumnya kelanjutan proses pidana tidak perlu dilanjutkan atau gugur, ini karena jika penyidikan terus dilakukan pun, penuntutan tidak dapat dilakukan karena ada ketentuan Pasal 77 KUHP," ucapnya.

Pakar Hukum dari UGM

Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) M Fatahillah Akbar menyebut keenam laskar FPI sebenarnya tak perlu jadi tersangka.

"Kenapa ditetapkan tersangka, mungkin ini untuk sebagai sarana untuk mengatakan adanya alasan pembenar, mungkin bagi polisi dalam justifikasi dalam tindakan saat itu. Tapi saya rasa tidak perlu ditetapkan tersangka," kata Akbar saat dihubungi wartawan, Kamis (4/3/2021).

Akbar menyebut langkah polisi sesuai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP tepatnya Pasal 77. Dalam pasal tersebut disebutkan mengenai status perkara seseorang yang dijerat pidana kemudian meninggal dunia. Pasal itu berbunyi, 'Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia'.

"Saya rasa cukup disetop saja, selesai (perkaranya). Kalau sudah meninggal sudah dibuktikan ada surat kematian ya sudah nggak bisa, nggak usah sampai persidangan," jelasnya.

"Sudah (memenuhi unsur Pasal 77) karena itu meninggal dunia saja, apapun bentuknya, meninggal dunia itu jadi ini alasan penghapusan," sambungnya.

Halaman 2 dari 3
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads