Seorang perempuan di Aceh Utara, Isma Khaira, dipenjara sambil membawa bayinya usai dinyatakan bersalah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kini, asimilasi sedang menanti ibu tersebut.
Kasus yang menjerat Isma ini berawal saat dirinya dilapor ke polisi oleh kepala desa di Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Bahktiar. Kades tersebut tidak terima Isma menggunggah video di media sosial dengan keterangan yang dianggapnya menyudutkan dirinya.
Dilihat dari situs Pengadilan Negeri Lhoksukon, Rabu (3/3/2021), rekaman video itu diambil pada Kamis (2/4/2020). Saat itu, Bahktiar bersama perangkat desa mendatangi rumah Isma untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah tiba di rumah Isma, Bahktiar disebut mendapat makian dari suami Isma serta dipukul oleh Ibu Isma. Bahktiar disebut tidak melakukan perlawanan dan memilih pergi dari lokasi.
Nah, insiden tersebut direkam adik Isma. Video itu kemudian diunggah di grup keluarga. Setelah itu, Isma disebut mengambil video yang dikirim adiknya dan mengunggahnya ke media sosial.
Isma disebut menulis keterangan video 'liat tngkah lku ghik lhpk han getem selesai msalah nak poh ureung2 ineng (Lihat tingkah laku kepala desa tidak mau selesaikan masalah malah memukul perempuan)'.
Bahktiar disebut mengetahui video itu saat berada di kantor polisi untuk melaporkan dugaan penganiayaan yang dialaminya. Bahktiar pun tidak terima karena merasa difitnah terkait posting-an Isma. Dia membuat laporan ke polisi dan kasus itu diproses.
Kasus itu dilimpahkan ke PN Lhoksukon dengan nomor perkara 277/Pid.Sus/2020/PN Lsk pada Senin (9/11/2020). Persidangan berjalan hingga jaksa menuntut Isma dihukum 5 bulan penjara.
Jaksa menilai Isma bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dalam dakwaan melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Tuntutan itu dibacakan pada 2 Februari 2021.
Simak juga 'Instruksi Kapolri soal UU ITE: Tersangka Minta Maaf Tak Ditahan':
Pada Senin, (8/2/2021), majelis hakim menyatakan Isma Khaira terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'dengan sengaja mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik' sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum.
Majelis hakim menjatuhkan vonis 3 bulan penjara kepada terdakwa. Duduk sebagai hakim, T Latiful sebagai hakim ketua dan Junita serta Annisa Sitawati masing-masing sebagai hakim anggota.
Isma kemudian dieksekusi untuk menjalani hukumannya. Dia membawa bayinya berusia 6 bulan ke penjara. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkum HAM) Aceh Heni Yuwono menyebut Isma menjalani hukuman setelah adanya putusan dari PN Lhoksukon.
"Ibu itu dieksekusi Jaksa ke LP Lhoksukon sejak Jumat (19/2)," kata Heni kepada wartawan, Senin (1/3/2021).
Heni mengatakan Isma membawa bayinya ke penjara karena masih membutuhkan air susu ibu (ASI). Menurut Heni, bayi tersebut tidak ditahan tapi dibawa orang tuanya ke penjara.
"Seharusnya (bayi itu) di luar tapi karena memang kepentingan anak bayi masih memerlukan ASI kita bisa menerima bayi tersebut berada satu ruang dengan ibunya," jelas Heni.
Isma disebut bakal mendapat asimilasi. Hal itu diperoleh Isma karena masa hukumannya di bawah 6 bulan.
"Ibu ini nantinya karena pidananya di bawah 6 bulan maka yang bersangkutan bisa diberikan asimilasi, berdasarkan Permenkum HAM Nomor 32 tahun 2020. Nanti yang bersangkutan akan diberikan asimilasi," kata Heni Yuwono, Rabu (3/3).
Menurut Heni, hukuman yang harus dijalani Isma di penjara adalah 2 bulan 9 hari dari putusan tiga bulan bui. Dia menyebut asimilasi bakal diberikan setelah Isma menjalani setengah dari masa hukuman.
"Ibu itu kan sudah menjalani potongan masa tahanan 21 hari dari pidana tiga bulan. Jadi nanti mungkin dalam waktu sekitar tanggal 10 (Maret 2021) beliau bisa segera diberikan asimilasi," jelas Heni.
"Nanti yang bersangkutan bisa kita asimilasikan sehingga bisa menjalani pidananya di rumah," ujar Heni.