Pengadilan Negeri (PN) Batam menjatuhkan vonis bebas WN China Song Chuanyun alias Song, terdakwa penganiaya warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Lu Huang Yuan Yu 118. Seperti diketahui, aparat menemukan jenazah WNI ABK di dalam freezer kapal berbendera China tersebut awal Juli 2020.
Berdasarkan penelusuran detikcom pada situs resmi PN Batam, perkara penganiayaan WNI ABK di kapal Lu Huang Yuan Yu 118 terdaftar dengan nomor 823/Pid.B/2020/PN Btm. Perkara itu disidangkan pertama kali pada Selasa (3/11/2020) dengan nama terdakwa Song Chuanyun alias Song, dan jaksa penuntut umum Rumondang Manurung.
Song, yang merupakan mandor kapal Lu Huang Yuan Yu 118, didakwa melakukan penganiayaan yang mengakibatkan WNI ABK Hasan Apriadi meninggal dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulanya Hasan bersama sembilan WNI mendaftarkan diri sebagai pekerja di kapal ikan asing lewat PT Mandiri Tunggal Bahari pada Oktober 2019. Mereka lalu mengikuti pelatihan basic safety training selama tiga hari di perusahaan tersebut pada November 2019.
Korban Hasan bersama rekan-rekannya kemudian diterima kerja oleh perusahaan dengan perjanjian bekerja selama 24 bulan, terhitung sejak 1 Januari 2020 hingga 1 Januari 2022 dengan gaji USD 300 per bulan. Namun, dalam perjanjian, PT Mandiri Tunggal Bahari juga meminta upah para WNI ABK itu dipotong biaya pengurusan dokumen sebesar USD 600 dan biaya uang jaminan USD 800.
Mereka lalu diberangkatkan dari Tegal ke Jakarta pada 29 Desember 2019. Setiba di Jakarta, mereka lalu diinapkan sehari dan di hari berikutnya terbang ke Singapura menggunakan pesawat. Setiba di Negeri Singa, Hasan dan WNI ABK lainnya dijemput pihak agen dan diantar ke pelabuhan untuk naik ke kapal Lu Huang Yuan Yu 118 berbendera Singapura, yang merupakan kapal pemancing cumi-cumi.
Di atas kapal, Hasan ditanyai dengan bahasa isyarat oleh atasan soal kemampuan memancing, namun dia mengatakan tak bisa memancing. Akhirnya Hasan diajari cara memancing oleh terdakwa Song. Setelah diajari, Hasan diminta mengulangi yang telah diajarkan dan apabila salah, terdakwa Song memukul punggung belakang dengan tangan atau dengan tendangan.
Rabu (1/1/2020) pukul 08.00 waktu Singapura, kapal Lu Huang Yuan Yu 118 berbendera Singapura berangkat menuju tempat pemancing di perairan laut Argentina dengan lama perjalanan 35 sampai 40 hari. Terdakwa Song menyuruh korban dan rekan-rekannya serta anak buah kapal berkewarganegaraan Filipina merakit alat pancing, memasang landasan cumi untuk diletakkan di robot pancing, mempersiapkan alat pancing, gerinda jalur cumi, mengecat kapal, dan membersihkan kapal Lu Huang Yuan Yu 118. Terdakwa kembali menganiaya para ABK bila melakukan kesalahan.
Simak kasus penganiayaan WNI ABK di kapal China selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kekerasan fisik terus terjadi selama perjalanan kapal Lu Huang Yuan Yu 118 menuju perairan laut Argentina. Pada Februari 2020, kapal Lu Huang Yuan Yu 118 tiba di laut Argentina, dan bendera kapal berganti menjadi bendera China.
Terdakwa Song membagi jam kerja korban dan para saksi menjadi dua shift dengan lama kerja 6 jam dan istirahat 6 jam. Korban Hasan dan para WNI ABK mendapat bagian bekerja menjaga robot pancing cumi-cumi, mengawasi alat pancing supaya tidak terlilit pancing, di sebelah kiri kapal.
Pada Februari 2020, korban bersama rekan satu shift-nya disuruh terdakwa Song menyusun tali parasut dari atas kapal ke laut, namun korban sakit dan muntah-muntah. Korban mengistirahatkan diri dengan duduk. Pada saat itu, terdakwa Song menendang korban sebanyak tiga kali, kemudian memukul pundak belakang korban sebanyak satu kali dengan tangan kosong.
Terdakwa Song kerap memukuli korban pada bagian punggung apabila saat menjaga robot pancing, tali pancing terlilit dengan tali pancing mesin lainnya. Korban yang kondisinya semakin melemah dan sakitnya tak kunjung membaik tetap dipaksa terdakwa Song bekerja seperti biasa.
Terdakwa Song akan mencari korban ke kamar jika korban tidak bekerja karena sakit. Terdakwa tetap memerintahkan korban bekerja kembali. Korban yang bekerja dalam keadaan sakit kerap membuat kesalahan sehingga menerima hukuman, yakni pukulan dari terdakwa.
Juni 2020, korban yang sakit menolak bekerja hingga akhirnya dipukuli lagi oleh terdakwa di punggung dan terdakwa menendang paha belakang korban. Selasa (26/5/2020), kegiatan pemancingan cumi-cumi di perairan Argentina telah selesai dan kembali menuju Singapura. Kondisi Hasan makin buruk. Rekan-rekannya melihat Hasan mengurus, melantur, dan nafsu makan berkurang.
Sabtu (20/6/2020), pukul 18.30 waktu Afrika di perairan Mauritus Island, korban yang berada di kamar didatangi teman-teman WNI ABK dan korban mengutarakan pandangannya gelap. Korban yang sedang duduk bersandar kemudian jatuh ke arah kiri, mengarah tempat tidur dengan mulut mengeluarkan air liur. Korban tidak sadarkan diri hingga akhirnya diketahui meninggal dunia.
Mengetahui Hasan meninggal dunia, pimpinan kapal menyuruh para WNI ABK memasukkan jenazah korban ke freezer, tetapi ditolak oleh rekan-rekan korban. Minggu (21/6/2020), rekan-rekan korban akhirnya mamasukkan jenazah korban ke dalam freezer.
Simak kasus penganiayaan WNI ABK di kapal China selengkapnya di halaman selanjutnya.
Hingga akhirnya 8 Juli 2020 sekira pukul 10.00 WIB, saat kapal Lu Huang Yuan Yu 118 melintasi perairan Indonesia, dikejar oleh TNI Angkatan Laut dan polisi. Setelah itu aparat menemukan jenazah Hasan dalam freezer. Berdasarkan visum et repertum, terdapat memar pada bibir, dada, dan punggung akibat kekerasan benda tumpul.
Pada pemeriksaan bedah jenazah, terdapat tanda-tanda penyakit menahun pada paru, jantung, dan pembesaran kelenjer getah bening pada daerah leher dan perut. Kekerasan benda tumpul pada punggung secara tidak signifikan secara langsung menyebabkan kematian.
Atas dasar itu, jaksa menuntut Song dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP. Dan meminta hakim menjatuhkan vonis penjara 2 tahun. Apa jawab hakim?
"Mengadili: Menyatakan Terdakwa Song Chuanyun alias Song tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua," ujar hakim PN Batam, Selasa (12/1/2021).
"Membebaskan Terdakwa dari dakwaan kesatu dan kedua tersebut. Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya semula," sambung hakim.
Hakim juga meminta barang bukti yang disita dari terdakwa dikembalikan dan membebankan biaya perkara kepada negara. Atas putusan ini, jaksa mengajukan kasasi pada Selasa (19/1/2021).
Hakim yang bertugas menangani perkara ini diketuai David P Sitorus, sementara hakim anggota Yona Lamerossa Ketaren dan Hendri Agustian.