Keberadaaan mal di Kemang yang dinilai sebagai penyebab banjir besar pada Sabtu pekan lalu menjadi polemik. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut di lokasi tersebut sebelumnya merupakan rawa-rawa tempat air meresap. Mal Lippo Kemang pun menanggapi pernyataan JK ini.
Dia memaklumi ada pemasukan pajak bagi Pemprov DKI dengan pembangunan mal. Tapi rakyat akhirnya mengeluarkan ongkos lebih banyak akibat banjir yang mereka derita.
"Siapa itu gubernur yang memberi izin daerah rawa-rawa dijadikan daerah komersial? Dia harus ikut bertanggung jawab juga," tegas JK dalam program Blak-blakan yang tayang di detikcom, Jumat (26/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi secara umum, menurut Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI itu masalah banjir di ibu kota negara merupakan persoalan klasik. Penanganannya harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah pusat, Pemprov DKI, daerah penyangga, dan masyarakat sekitar.
Di Bogor dan Depok, misalnya, perlu ada waduk. Juga Pemprov DKI perlu terus menambah kawasan hijau sebagai daerah resapan.
Jika merujuk pada dokumen prospektus (gabungan antara profil perusahaan dan laporan tahunan) PT Lippo Karawaci Tbk tahun 2019, Mal Lippo Kemang yang menjadi satu dalam proyek pengembangan Kemang Village diluncurkan pada Juli 2007. Pengembangan ini terdiri atas mal dengan luas bruto (gross area) 150.392 meter persegi.
Pembangunan mal selesai pada 2012. Lippo Mall Kemang resmi dibuka 26 September 2012. Mal ini diresmikan langsung oleh CEO Lippo Mall Group Michael Riady.
Apabila dilihat dari waktu peluncuran proyek, pada Juli 2007, DKI Jakarta dipimpin oleh Gubernur Sutiyoso. Jabatan Sutiyoso baru berakhir pada 7 Oktober 2007. Kendati demikian, bukan berarti izin dikeluarkan pada waktu yang sama.
Sutiyoso Mengaku Lupa
Gubernur DKI era 1997-2007 itu menegaskan sudah tidak ingat soal izin mal di Kemang. Menurutnya, bisa saja kondisi dulu dan sekarang berbeda.
"Maaf, aku sudah nggak ingat lagi," kata Sutiyoso ketika dimintai tanggapannya atas pernyataan JK, Jumat (26/2/2021).
"Sudah 23 tahun lalu aku Gubernur tentu sudah berbeda dengan kondisi sekarang. Aku enggak ingat kapan mal itu berdiri," lanjutnya
Jawaban Mal Lippo
Mal Lippo Kemang menegaskan pembangunannya sudah mengantongi perizinan yang lengkap.
"Dalam membangun area Kemang Village, PT Almaron Perkasa senantiasa mematuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah daerah setempat. Sebelum melakukan pembangunan Kemang Village di atas lahan seluas 15,5 ha yang diluncurkan pada 2007, Perseroan telah mengantongi semua perizinan," kata Humas PT Almaron Perkasa, Danang, ketika dihubungi, Jumat (26/2/2021).
"Terkait penggunaan tanah dalam rangka izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta, mulai dari izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT) yang merupakan dasar untuk permohonan izin mendirikan bangunan (IMB), hingga analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan persetujuan analisis dampak lalu lintas (andalalin)," lanjut Danang.
Simak video 'Solusi Khusus Pemprov DKI Agar Kawasan Kemang Tak Kebanjiran':
Lebih lanjut Danang menegaskan pembangunan Mal di Kemang itu bukan di atas daerah resapan air. Area Mal Kemang sebelumnya adalah kawasan permukiman dan komersial.
"Sesuai RTRW DKI Jakarta, area Kemang Village merupakan kawasan permukiman dan komersial. Perseroan membangun Kemang Village dengan konsep mixed use development. Bukan hanya apartemen yang mencakup tujuh menara, melainkan juga pusat perbelanjaan, pusat hiburan, dan Sekolah Pelita Harapan. Kemang Village dibangun bukan di atas tanah resapan dan area tersebut sudah dimiliki Perseroan berpuluh tahun sebelum Kemang Village mulai dibangun," ujarnya.
Danang mengklaim pembangunan Mal di Kemang itu justru membantu mengatasi luapan air dari Kali Krukut. Sebab, pembangunan mal itu dilengkapi dengan kolam retensi.
"Dalam proses pembangunan, PT Almaron Perkasa melengkapi Kemang Village dengan kolam retensi dengan lebar 40 meter dan panjang 450 yang dapat menampung air sekitar 110 ribu meter kubik. Kolam dibangun untuk menampung luapan Kali Krukut yang berlokasi tidak jauh dari Kemang Village. Jadi kami justru membantu dalam mengatasi dengan menampung luapan Sungai Krukut sampai kolam retensi penuh. Dan air itu tidak kami buang keluar karena air itu kemudian kami recycle (fasilitas WTP) untuk kebutuhan gedung seperti penyiraman taman, flushing toilet," ujarnya.
Danang menyebutkan, selama 14 tahun berjalan, belum pernah ada yang menyoroti pembangunan mal tersebut. Malah, menurutnya, mal Kemang itu menjadi salah satu pembangunan yang tidak merusak lingkungan.
"Selama 14 tahun melakukan mengembangkan Kemang Village, belum pernah Perseroan dituduh menjadi penyebab banjir. Pengembangan area Kemang Village merupakan salah satu contoh pembangunan yang tidak merusak lingkungan," tuturnya.
Untuk diketahui, Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) pun pernah menegur pembangunan mal di kawasan itu.
Kala itu, Ahok mengaku sudah menegur pihak yang bersangkutan. Menurutnya, pembangunan Kemang Village salah.
"Contoh, Kemang Village itu adalah contoh pembenaran yang total salah," kata Ahok kala memberi sambutan pembukaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) REI DKI Jakarta 2015 di Hotel Ritz Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/12/2015).
"Saya bicara jujur. Sudah terjadi," ucap Ahok.
Ahok menuturkan telah mengimbau para pelaku properti agar memelihara lingkungannya. Namun pihak pengusaha terkadang mencari pembenaran lewat kajian-kajian yang dilakukan sendiri.
"Bapak-Ibu juga jangan ngarang-ngarang cari profesor hebat mengatakan boleh (dilakukan pembangunan), pembenaran dengan kajian-kajian," kata Ahok.
Soal mal di Kemang yang dia soroti itu, Ahok menjelaskan sebenarnya tempat itu adalah tempat penampungan air. Namun tetap saja bangunan didirikan di situ.
"Itu adalah tempat penampungan air, lalu dibangun superblok dengan alasan kami akan membuat tampungan air bak di bawah. Kalau hujan, baknya dikosongin nggak? Nggak," tutur Ahok.
Seharusnya, yang melakukan kajian adalah dari Pekerjaan Umum (PU). Namun faktanya, praktik-praktik penyimpangan masih juga terjadi.
"Di republik ini, jangankan kajian, semua dasar hukum bisa dikarang. Yang penting bayar. Saya nggak tahu," protes Ahok.
Maka, sebaiknya lokasi lahan dengan kontur rendah seperti itu, yakni tempat air, sebaiknya dijual saja ke Pemprov DKI. Nantinya, kata Ahok, hitung-hitungan jual-beli bisa dilakukan dengan harga appraisal.