Berpakaian Tradisional, Warga Solo Gelar Pawai
Jumat, 17 Feb 2006 17:44 WIB
Solo - Hari jadi ke-261 Kota Solo ditandai dengan kirab yang melibatkan ribuan orang di tengah Kota Solo, Jumat (17/2/2006) sore. Jalan Slamet Riyadi, jalan utama di kota itu, ditutup total selama beberapa jam untuk kepentingan acara pawai tersebut.Kirab dimulai dari Lapangan Kota Barat di Jalan Muwardi menuju Kompleks Balaikota di Jalan Sudirman. Seluruh peserta kirab mengenakan pakaian tradisi Jawa berbagai model.Peserta kirab datang dari berbagai elemen warga kota sehingga rangkaiannya mencapai panjang lebih dari empat kilometer. Mereka datang dari utusan 51 kelurahan di Kota Solo, sejumlah instansi dan lembaga. Semuaya lengkap dengan tumpeng dan sarana hiburan khas yang ditampilkan masing-masing.Ujung tombak kirab adalah Walikota Joko Widodo dan Wakil Walikota Hadi Rudyatmo yang juga berpakaian Jawa, yang masing-masing naik kuda. Disusul dua kereta dari Kraton Surakarta yang dinaiki oleh istri Walikota dan Wakil Walikota.Di belakangnya adalah pasukan tradisi dari Kraton Yogyakarta yang datang untuk memeriahkan acara tersebut. Disusul kemudian pasukan dari Kraton Surakarta dan pasukan dari Istana Mangkunegaran. Ditampilkan pula gamelan khas yang biasa digunakan kirab yaitu carabalen dan gala ganjur.Baru setelah itu adalah rombongan dari masing-masing utusan kelurahan, lembaga dan instansi yang ambil bagian dalam kirab. Masing-masing rombongan membawa tumpeng dan menampilkan seni hiburan. Ada yang menampilkan seni kentongan, rebana, musik modern, reog dan sebagainya.Puluhan ribu warga kota memadati pinggir Jalan Slamet Riyadi dari perempatan Gendingan hingga Bundaran Gladag untuk menyaksikan kirab tersebut. Sedangkan sejak siang, jalan utama di Kota Solo tersebut sudah ditutup guna menyukseskan acara.Hari jadi Kota Solo didasarkan pada hari perpindahan Kraton Dinasti Mataram dari Kartosuro ke Surakarta pada 17 Februari 1745 pada masa pemerintahan Paku Buwono II. Perpindahan dilakukan akibat kerusakan parah bangunan kraton akibat pemberontakan RM Garendi, salah seorang kerabat kraton didukung kaum etnis Cina dari pesisir utara.Untuk selanjutnya kraton dinamakan Kraton Surakarta. Perselisihan keluarga mengakibatkan perpecahan yang berujung berdirinya Kraton Yogyakarta, tahun 1755. Tidak berhenti di situ, Kraton Surakarta masih didera perpecahan dengan berdirinya dinasti Mangkunegaran pada 1757. Hal sama juga terjadi di Yogyakarta dengan berdirinya dinasti Paku Alam.
(asy/)