Karoanalis Baintelkam Polri Brigjen Achmad Kartiko mengungkap dugaan terjadi penyimpangan dana otonomi khusus (otsus) Papua. Kartiko menyebut dana otsus Papua harus digunakan untuk menyelesaikan konflik hingga menyejahterakan masyarakat Papua.
"Yang menjadi fokus utama bidang politik terkait dengan isu penolakan terhadap perpanjangan otonomi khusus Papua. Otsus Papua sejatinya adalah untuk penyelesaian konflik di tanah Papua, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, penegakan supremasi hukum," ujar Kartiko dalam Rapim Polri 2021 di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2021).
"Sudah Rp 93 triliun dana digelontorkan untuk Papua. Dan Rp 33 triliun untuk Papua Barat. Namun, ada permasalahan penyimpangan anggaran," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kartiko membeberkan dugaan penyelewengan dana otsus Papua itu terungkap ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pemborosan penggunaan anggaran. Selain itu, ditemukan penyelewengan anggaran dalam pembayaran fiktif dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
"Yang pertama adalah temuan BPK bahwa terjadi pemborosan ketidakefektifan penggunaan anggaran. Mark up dalam pengadaan tenaga kerja, tenaga listrik, dan tenaga surya. Kemudian pembayaran fiktif dalam pembangunan PLTA sekitar Rp 9,67 miliar. Ditemukan penyelewengan dana sebesar lebih dari Rp 1,8 triliun," tutur Kartiko.
Lebih lanjut, Kartiko juga mengungkap ada sejumlah pihak yang menginisiasi penolakan otsus Papua. Perlu diketahui, dana otsus Papua bakal berakhir tahun ini.
"Yang menyuarakan kontra untuk supaya otsus tidak diperpanjang ada beberapa kelompok. Terdiri dari 45 organisasi penggerak agenda mogok sipil nasional. Yang membentuk pok petisi rakyat Papua untuk menolak otsus Papua yang akan berakhir akhir tahun ini," tandasnya.
Tonton Video "Mahfud soal Otsus Papua: Terus Berlaku Sesuai UU, Dananya Diperpanjang":
Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw menyoroti pembangunan di Nduga, yang mendapatkan dana otsus melimpah. Namun, ternyata tak terlihat hasil pembangunannya di sana.
"Dua daerah ini minim sentuhan kemanusiaan dan kesejahteraan. Akibatnya kesehatan, pendidikan, tertinggal dari daerah lain. Anak-anak mudanya menjadi free man," kata Paulus Waterpauw.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dana otsus Papua dan Papua Barat belum optimal dalam mengejar ketertinggalan baik dari pembangunan maupun kesenjangan. Hal tersebut terlihat dari masih banyaknya sisa anggaran otsus tersebut.
Pemerintah tercatat sudah menyalurkan dana otsus sejak 2001 hingga saat ini atau kurang-lebih 20 tahun. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Sebetulnya dana otsus dipakai untuk mengejar ketertinggalan. Namun kita melihat ternyata pemakaiannya tidak maksimal dilihat dari sisa anggarannya," kata Sri Mulyani saat rapat kerja (raker) antara Menteri Keuangan dengan Komite I DPD RI tentang RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (26/1).