Jyllands-Posten Tak Berani Muat Kartun Holocaust
Kamis, 09 Feb 2006 14:39 WIB
Den Haag - Kepala Redaksi Jyllands-Posten, Carsten Juste, ternyata tidak berani memuat kartun tentang Holocaust. Alasannya, redaksi butuh waktu untuk menilainya.Juste mengemukakan hal itu Rabu malam seperti diberitakan media Belanda hari ini, Kamis (9/2/2006). "Sebelum kartun (Holocaust) itu bisa dimuat, Jyllands-Posten perlu waktu untuk menilainya," kilah Juste.Sebelumnya dalam wawancara untuk programa American Morning (CNN), Redaktur Kebudayaan Jyllands-Posten Flemming Rose mengaku bahwa pihaknya telah menghubungi koran Iran Hamshahri yang menggelar lomba menggambar kartun bertema Holocaust. Rencananya, kartun-kartun Holocaust itu akan dipublikasikan Jyllands-Posten berbarengan dengan hari terbit Hamshahri. Namun, pernyataan Rose ini dibantah sang Kepala Redaksi, Juste. Rabu malam tadi (hari ini WIB), Rose menyatakan bahwa dirinya keliru dan dia mengatakan sepenuhnya mendukung kebijakan kepala redaksinya.Sikap Jyllands-Posten ini memperkuat sinyalemen Liga Arab Eropa (AEL) tentang rentetan standar ganda di Eropa. Sebelumnya koran ini menyeponsori aksi menggambar kartun Nabi Muhammad yang dimuliakan pemeluk agama Islam dengan tema sarkastis dan provokatif. Alasanya untuk mendobrak tabu dan demi kebebasan berpendapat. AEL, gerakan sosial politik yang berbasis di Belgia, lalu menggunakan cara sama dengan melansir kartun-kartun tentang Holocaust. Dalam pernyataannya, AEL menyatakan langkah itu untuk menguji standar ganda tersebut. Koran besar Iran, Hamshahri, kemudian menyusul langkah ini. Seperti AEL, Hamshahri berargumen bahwa langkahnya itu sebagai tes untuk menguji kebebasan berpendapat yang dipropagandakan Barat. Sementara itu pemerintah Jerman mengecam perlombaan kartun bertema Holocaust ala koran Hamshahri. Lomba itu dinilai sebagai upaya menjijikkan untuk menciptakan konflik baru. Deputi Menlu Gernot Eller kepada Berliner Zeitung menyebut lomba kartun itu sebagai upaya baru presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad untuk memaksakan konflik dengan Barat. "Sebelumnya dia menyerukan untuk mengenyahkan negara Israel dari peta dunia dan dia tidak mengakui Holocaust. Sekarang dia kembali mencari eskalasi konflik. Ada cukup alasan untuk khawatir bahwa seorang kepala negara menyalahgunakan kewenangannya untuk membangun konfrontasi antarperadaban," demikian Eller.
(es/)