Cerita Korban Gempa di Majene: Berhari-hari Kehujanan di Pengungsian

Cerita Korban Gempa di Majene: Berhari-hari Kehujanan di Pengungsian

Abdy Febriady - detikNews
Sabtu, 30 Jan 2021 20:56 WIB
Para pengungsi korban gempa Sulbar (Abdy Febriady/detikcom)
Para pengungsi korban gempa Sulbar (Abdy Febriady/detikcom)
Majene -

Sebanyak 44 kepala asal Desa Mekatta, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), memanfaatkan sejumlah ruang kelas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tinambung, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, sebagai tempat pengungsian. Mereka merupakan korban gempa Sulbar.

Sebelum menggunakan sekolah, mereka mengaku mengungsi di kawasan perbukitan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Namun lokasi tersebut diakui tidak lagi aman, terlebih mereka sering terkena hujan.

"Selama di gunung dua hari dua malam, menggunakan tenda, itu pun tidak cukup karena satu tenda ada beberapa keluarga. Sampai kehujanan beberapa malam, dua malam, basah kita. Anakku yang masih kecil juga basah semua," kata salah satu pengungsi Mardiana kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021).

Mardani mengaku tidak punya pilihan selain bertahan di pengungsian. Sebab, rumah yang biasa dihuni bersama keluarganya kini sudah hancur akibat diguncang gempa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, Mardani juga mengaku masih trauma terhadap gempa yang terjadi beberapa waktu lalu. Dia juga khawatir terjadi tsunami karena rumahnya berada di dekat laut.

"Di sini sudah sepuluh hari, kondisi rumah habis, rusak. Kita mau pulang ke rumah tapi takut karena rumah di pinggir laut," katanya.

ADVERTISEMENT


Nasib serupa diungkapkan pengungsi lainnya Eka Sastriani. Dia mengatakan rumahnya hancur akibat gempa. Eka juga kini tinggal di ruang kelas yang dijadikan lokasi pengungsian.

"Saya ke gunung mengungsi karena kondisi rumah sudah roboh setelah gempa. Rumah saya rata dengan tanah," kata Eka dengan mata berkaca-kaca.

Saat musibah terjadi, Eka mengaku tidak sempat menyelamatkan harta benda. Hanya pakaian yang menempel di tubuhnya yang bisa diselamatkan.

Suasana para pengungsi korban gempa Sulbar (Abdy Febriady/detikcom0Suasana para pengungsi korban gempa Sulbar (Abdy Febriady/detikcom)

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Selama mengungsi di perbukitan, Eka mengungkapkan beratnya penderitaan yang dirasakan. Tenda yang digunakan juga sering roboh karena tertiup angin dan hujan.

"Selama di pengungsian kita di tenda, sempat kehujanan karena tenda roboh," ucapnya.

Bersama pengungsi lainnya, ia meminta perhatian pemerintah agar segera pulang. Menurutnya, tenda merupakan barang yang saat ini sangat dibutuhkan untuk membangun hunian sementara bersama keluarganya. "Kita berniat pulang, tapi tunggu kondisi aman. Kita masih takut. Kita akan tinggal di tenda pengungsian kalau sudah aman dan ada bantuan dari pemerintah," ungkap Eka.

Koordinator Relawan Pengungsi SMAN Tinambung Muhammad Yusuf mengungkapkan, sejak lokasi pengungsian dibuka, jumlah pengungsi yang datang terus bertambah. Mulanya, hanya ada 18 keluarga saja yang ada di pengungsian SMAN Tinambung.

"Ini sudah hari ke-14, sejak pertama kali dibuka, pengungsi sudah mulai berdatangan. Awalnya hanya 18 keluarga yang terdiri atas 80 orang, semakin hari bertambah, kini jadi 44 keluarga sebanyak 167 jiwa," ucap Yusuf.

Diketahui, gempa berkekuatan M 6,2 mengguncang Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju, Jumat (15/1). Dalam peristiwa itu, ada 105 korban jiwa dan ribuan orang mengungsi.

Halaman 2 dari 2
(man/man)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads