Satgas COVID-19 mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan penerima vaksinasi COVID-19 perdana tidak mengalami efek samping yang berarti usai divaksin. Satgas meminta warga untuk tidak ragu mengikuti proses vaksinasi.
"Pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2021 kemarin vaksinasi tahap kedua sudah dilakukan. Saya bersama Presiden dan beberapa penerima vaksin perdana telah menyelesaikan vaksinasi tanpa efek samping berarti apapun hingga detik ini," kata Juru Bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito dalam siaran YouTube BNPB, Kamis (28/1/2021).
"Oleh karena itu saya tekankan untuk masyarakat tidak ragu mengikuti proses vaksinasi karena peran satu orang sangat berarti untuk membentuk kekebalan komunitas secara bertahap," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiku mengatakan program vaksinasi dilakukan secara berharap. Hingga saat ini lebih dari 190 ribu tenaga kesehatan yang telah divaksin.
"Program vaksinasi di Indonesia saat ini sedang dilakukan secara bertahap per tanggal 25 Januari sebanyak 193.909 tenaga kesehatan telah divaksinasi begitu pula beberapa perwakilan penerima vaksin perdana," ucapnya.
Wiku kemudian menjelaskan manfaat vaksinasi. Kegunaan vaksin itu dikutip Wiku dari Harvard University.
"Center for communicable disease dynamic dari Harvard University menyatakan bahwa vaksinasi memiliki beberapa manfaat di antaranya mengurangi kerentanan untuk terinfeksi, pengembangan gejala penyakit yang parah dan peluang penularan kepada orang lain," kata dia.
Herd Immunity bukan dari Penularan tapi Vaksinasi
Guna mencapai herd immunity, Wiku mengatakan vaksinasi adalah satu caranya. Herd immunity kata Wiku adalah kondisi di mana sebagai besar populasi kebal dari penyakit menular.
"Sebagai salah satu metode mengatasi pandemi vaksinasi adalah upaya yang harus terus dikuatkan demi mencapai tujuan utama kita yaitu herd community atau kekebalan komunitas. Kekebalan komunitas adalah kondisi di mana sebagai besar populasi imun atau kebal dari penyakit menular. Kondisi ini memberikan perlindungan secara tidak langsung kepada yang tidak imun melalui vaksinasi maupun imunitas yang berkembang dari infeksi yang dialami sebelumnya," kata dia.
Mengutip dari WHO, Wiku mengatakan kekebalan komunitas harus dicapai melalui vaksinasi, bukan membiarkan warga tertular begitu saja. Herd immunity melalui penularan sangat berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.
"Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa kekebalan komunitas seharusnya dicapai melalui vaksinasi, bukan dengan membiarkan penyakit menyebar secara tidak terkendali pada populasi pada masyarakat. Penularan tanpa kendali dapat menyebabkan kematian dan kasus yang sebetulnya dapat dicegah. Ingat angka kematian bukan sekedar angka abstrak di balik setiap angka kematian tersebut terdapat jiwa yang sangat berharga dan bisa jadi mereka adalah orang yang kita sayangi. Oleh karenanya kita tidak bisa mentoleransi cara ini," tuturnya.
Ada beberapa faktor dalam mencapai herd immunity ini. Wiku menyebut faktor itu meliputi tingkat penularan penyakit hingga efektivitas vaksin.
"Dalam mencapai kekebalan komunitas terdapat beberapa faktor, tingkat penularan penyakit, efektivitas vaksin, kecepatan dalam mencapai ambang batas cakupan yang harus divaksinasi kemudian lama imunitas bertahan. Terkait cakupan vaksinasi sebagian pakar kesehatan menyatakan bahwa ambang batas orang yang harus divaksinasi untuk mencapai kekebalan komunitas berada di rentang 60 -70 persen dari total populasi di suatu wilayah. Namun perlu diketahui estimasi ini bersifat dinamis karena akan sangat bergantung pada laju infeksi satu penyakit," sebut Wiku.
Butuh upaya bersama dalam mencapai herd immunity ini. Wiku mengajak masyarakat untuk mendukung program vaksinasi dan tetap menjaga protokol kesehatan.
"Oleh karena itu sudah sangat jelas bahwa penentuan tercapainya kekebalan komunitas ada di tangan kita kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan pencapaian kekebalan komunitas," katanya.