Legislator PDIP Minta KPK Cari Formula Baru: Habis Energi Kalau Cuma Urus Suap

Legislator PDIP Minta KPK Cari Formula Baru: Habis Energi Kalau Cuma Urus Suap

Ibnu Hariyanto - detikNews
Senin, 25 Jan 2021 18:26 WIB
Masinton Pasaribu
Masinton Pasaribu (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Masinton Pasaribu meminta ada formula baru dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, ia menilai selama ini KPK mayoritas hanya menangani kasus penyuapan dan gratifikasi.

"Kalau kita lihat, kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK itu gratifikasi, penyuapan. Menurut saya, negara perlu mencari formulanya, bagaimana sih atasi persoalan ini. Kalau tidak, ini pengulangan-pengulangan terus. Bagaimana kita mengatasi persoalan korupsi, terutama pejabat negara atau penyelenggara negara, kasusnya sebagian besar itu penyuapan-penyuapan ini," kata Masinton dalam diskusi online yang disiarkan di YouTube KedaiKOPI, Senin (25/1/2021).

Ia menilai, jika tidak ada cara baru, hanya akan menghabiskan energi karena yang ditangkap hanya pelaku penyuapan. Menurutnya, tindak pidana penyuapan tidak semua menyebabkan kerugian negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Negara harus cari formulanya. Kalau tidak, habis saja energi kita yang ditangkap skala korupsinya penyuapan. Penyuapan itu ada yang berdampak aspek kerugian negara, ada juga yang tidak ada kerugian negaranya. Karena dia penyelenggara negara, dia tidak boleh menerima pemberian lebih dari Rp 1 juta ya dianggap korupsi. Jadi kekurangan lengkapnya dari instrumen antikorupsi ini perlu kita tata ini," ujarnya.

Ia berharap ada perbaikan sistem secara menyeluruh. Dengan demikian, ia menilai pemberantasan korupsi bukan hanya penindakan.

ADVERTISEMENT

"Bagaimana kita membicarakan sistem, pemberantasan korupsi itu sistem, nggak hanya menindak-menindak. Bagaimana sih negara mencari formula agar perkara-perkara korupsi yang bersumber dari penyuapan itu kita bisa minimalkan itu penting menurut saya. Kalau tidak, kita akan kehabisan energi karena itu penyuapan-penyuapan itu saja," sebutnya.

Sementara itu, pakar hukum Yenti Garnasih menilai publik saat ini masih terlena jika keberhasilan pemberantasan korupsi hanya dilihat dari penangkapan. Ia mengatakan publik harusnya diedukasi bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya terkait penangkapan koruptor.

"Jadi memang ada sesuatu yang masih berat. Publik masih ingin pencapaian pemberantasan korupsi di negara ini lebih pada indikator ada penangkapan, ada penanganan. Jadi harusnya ini yang harus didorong kalau ada tidak ada penangkapan, sedikit OTT tapi memang dasarnya tidak ada korupsi, itu bagus. Yang tidak bagus korupsi merajalela tapi penanganannya tidak ada," kata Yenti.

Berita selengkapnya di halaman berikutnya>>>

Meski demikian, mantan Ketua Pansel Pimpinan KPK ini tidak memungkiri adanya OTT semakin meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK. Hal itu terbukti, adanya dua penangkapan yang dilakukan KPK terhadap dua menteri kabinet Presiden Jokowi.

"Kalau kita melihat paparan survei, sebetulnya optimisme kepada kinerja KPK bagus. Yang keterlaluan, sudah pandemi, menterinya tega terlibat korupsi. Tugasnya Presiden ini, ini sangat menampar kita semua, Menteri Sosial lagi, Menteri KKP. Menangkap Menteri KKP dan itu OTT dan itu baru pertama kali menangkap menteri di OTT. Ini yang sangat menolong ini. Kan waktu awal-awal itu kita dituduh KPK panselnya Yenti tidak menjanjikan, tapi ternyata dengan UU yang baru penyadapan ada izin Dewas ternyata KPK bisa menangkap menteri yang baru pulang dari luar negeri. Ini luar biasa," tutur Yenti.

Sebelumnya, Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menyampaikan rilis hasil survei terkait tingkat kepercayaan publik terhadap KPK. Dari survei itu, KPK berada di peringkat ketiga, di bawah TNI dan Presiden Joko Widodo.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo memaparkan peringkat pertama ditempati TNI dengan angka rata-rata 7,04 persen dengan tingkat kepercayaan dari publik 88,3 persen. Peringkat kedua ada Presiden dengan angka rata-rata 6,98 persen dengan tingkat kepercayaan dari publik 83,2 persen. Peringkat ketiga KPK dengan angka rata-rata 6,9 persen dengan tingkat kepercayaan dari publik 85,8 persen.

"Jadi di sini kelihatan bahwa Presiden dan KPK itu saling bertukar antara rata-rata poin atau nilai kepercayaan dan jumlah orang yang percaya. Kalau nilai kepercayaan lebih tinggi Presiden daripada KPK, tapi kalau jumlah orang yang percaya lebih banyak yang percaya KPK daripada Presiden. Dan di sini ada banyak lagi lembaga lembaga negara yang kita ukur juga dan di sini KPK ada di nomor 3," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo dalam diskusi online yang disiarkan di YouTube Survei KedaiKOPI, Senin (25/1/2021).

Survei itu dilakukan di 34 provinsi pada 4-11 Januari 2021. Metode survei yang digunakan face to face interview dengan protokol kesehatan yang ketat. Responden survei tersebut 2.000 dengan rentang usia 17-65 tahun. Margin of error dalam survei ini -+ 2,19 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Ia menjelaskan publik menilai OTT menjadi salah satu indikator keberhasilan KPK menjalankan. Ia menjelaskan 85,8 persen publik menyebut KPK berhasil ketika banyak OTT.

"Persepsi keberhasilan KPK, kita tanya lagi kondisi apa yang membuat anda menilai bahwa KPK berhasil menjalankan tugasnya, ini kita bikin dua pilihan. Apakah kalau banyak OTT orang mempersepsi KPK berhasil, apakah nggak ada OTT publik mempersepsi bahwa KPK berhasil. Bahwa 85,8 persen menganggap KPK berhasil ketika banyak OTT. Ini yang menarik," tuturnya.

Halaman 2 dari 2
(ibh/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads