Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap investigasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu. Pesawat SJ182 itu disebut kemungkinan besar tidak meledak di udara.
Tragedi ini berawal saat pesawat dengan rute Jakarta-Pontianak jatuh di perairan Kepulauan Seribu, pada Sabtu, 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB. Pesawat hilang kontak setelah 4 menit mengudara.
Operasi SAR masih terus dilakukan hingga saat ini. Bagian serpihan pesawat serta sejumlah bagian tubuh manusia yang diduga korban Sriwijaya Air sudah mulai ditemukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim Basarnas memperluas areal pelaksanaan pencarian melalui udara. Perluasan tersebut dilakukan guna memaksimalkan pencarian serpihan pesawat dari Sriwijaya Air.
KNKT: Pesawat Tidak Meledak di Udara
KNKT menyebut pesawat Sriwijaya itu meledak di satu titik.
"Ya kalau selama ini informasinya ya memang ini seperti yang dikatakan oleh Pak Ketua KNKT bahwa kemungkinan besar pesawat itu jatuhnya di satu titik artinya dia tidak meledak di udara. Jadi dia betul-betul di satu poin, cuman kan ketika dia di satu poin juga bisa saja menyebar di beberapa meter mudah-mudahan tidak lebih dari 200 meter jadi kita gunakan fokus di situ," kata Investigator Keselamatan Pelayanan KNKT Bambang Irawan kepada wartawan di atas Kapal Riset Baruna Jaya IV, Selasa (12/1/2021).
Bambang menerangkan pesawat Sriwijaya Air SJ182 itu kemungkinan meledak di laut Kepulauan Seribu.
Hal ini, sebut Bambang, bisa saja terjadi lantaran penurunan ketinggian pesawat ketika sampai di 250 kaki.
"Iya betul (meledak di laut) jadi sesuai dengan yang disampaikan Pak Ketua demikian. Jadi karena proses penurunan ketinggian juga didapat diikuti demikian, jadi pesawat tersebut sampai di ketinggian 250 kaki masih dalam keadaan utuh. Jadi kemungkinan besar sampai ketika dia menyentuh di air dengan kedalaman 20 meter ya dia dengan kecepatan yang cukup tinggi ya tentu akan menjadi impact yang sangat kuat," ungkap Bambang.
KNKT: Mesin Pesawat Masih Hidup
Dalam kesempatan terpisah, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengungkapkan mesin pesawat Sriwijaya Air SJ182 masih hidup sebelum membentur air laut.
Hal ini menguatkan dugaan bahwa pesawat tidak meledak di udara.
"Tercatat pesawat mengudara pada pukul 14.36 WIB, terbang menuju arah barat laut dan pada pukul 14.40 WIB pesawat mencapai ketinggian 10.900 kaki, tercatat pesawat mulai turun dan data terakhir pesawat pada ketinggian 250 kaki. Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data," ujar Soerjanto dalam keterangan tertulis, Selasa (12/1/2021).
Maka dari itu, Soerjanto menduga mesin pesawat SJ182 masih dalam kondisi hidup sebelum membentur air.
"Dari data ini, kami menduga mesin masih dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," jelasnya.
Adapun data tersebut dihimpun oleh KNKT dari data radar (ADS-B) dari Perum LPPNPI (Airnav Indonesia). Selain itu, data lapangan lain yang diperoleh KNKT dari KRI Rigel adalah sebaran wreckage memiliki besaran dengan lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter.
"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," terang Soerjanto.
Tidak hanya itu, Soerjanto membeberkan temuan Basarnas seperti turbine disc dan fan blade Sriwijaya Air SJ182 yang mengalami kerusakan. Dari kerusakan fan blade, terlihat bahwa mesin masih bekerja saat mengalami benturan.
"Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai pesawat pada ketinggian 250 kaki," tandasnya.