Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan Sitti Hikmawatty dan mengalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). PTUN Jakarta memerintahkan Jokowi mencabut SK pemberhentian Sitti sebagai komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Presiden Jokowi memberhentikan Sitti setelah pernyataannya jadi kontroversi di publik. Pernyataan itu adalah perempuan bisa hamil apabila berenang dengan pria dalam satu kolam. Namun PTUN Jakarta tidak masuk ke pokok perkara soal pernyataan itu. Majelis hakim hanya mengadili prosedur penerbitan SK itu.
"Oleh karena terbitnya objek sengketa a quo cacat prosedur dan dinyatakan batal, maka terhadap keabsahan substansi terbitnya objek sengketa a quo menurut majelis hakim tidak perlu dipertimbangkan lagi," kata ketua majelis Danan Priambada dalam putusan yang dikutip detikcom, Jumat (8/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di persidangan, Sitti menghadirkan saksi yang mendukungnya, salah satunya Reza Indragiri Amriel. Reza menyatakan sudah melihat video pernyataan Sitti secara utuh di YouTube. Reza kemudian menyimpulkan pernyataan Sitti sedang menjelaskan ada kehamilan langsung dan ada kehamilan tidak langsung.
"Nah, pada waktu itu Penggugat (Sitti) memberikan salah satu contoh yang sangat ekstrem, yaitu tentang kehamilan yang tidak langsung, yaitu kehamilan yang terjadi tanpa penetrasi dan saya bilang, ya, itu bisa saja terjadi. Saya baca jurnalnya dan memang kasusnya sangat jarang," demikian keterangan Reza yang tertuang dalam putusan PTU Jakarta halaman 72.
"Lalu coba saya konfirmasikan ke beberapa dokter kandungan dan itu bisa saja terjadi. Jadi kehamilan yang tanpa penetrasi dan memang yang disampaikan Penggugat itu dipelintir oleh media massa," sambung Reza.
Adapun Jokowi memberikan hak substitusi kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menghadapi gugatan itu. Dari ST Burhanuddin, kemudian memberikan kuasa kepada Dessy Meutia Firdaus, Sunandar Pramono, Andi Hebat dan Maria Hastuti untuk berlaga di persidangan.
Nah, tim pemerintah ini menyatakan dari sudut pandang ilmu pengetahuan (sains), pernyataan Sitti merupakan hal yang tidak berdasar dan bersandar pada penelitian dan kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Setelah pernyataannya kontroversial, Sitti masih mempersilakan media massa menyebarkan pendapatnya itu.
"Sikap Penggugat tersebut tidak menunjukkan penalaran dan tidak adanya tingkat kesadaran moral yang tinggi," kata tim hukum pemerintah.
Menurut tim hukum pemerintah, pernyataan Sitti telah menimbulkan reaksi keras dan massif terhadap institusi KPAI, baik berupa kecaman, sindiran, maupun olok- olok. Bukan hanya dari publik di dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
"Yang mengakibatkan citra KPAI menjadi buruk dan tercoreng serta menurunkan kepercayaan publik terhadap kredibilitas KPAI sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah secara independen berdasarkan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar tim pemerintah.
Di mata pemerintah, apa yang telah dilakukan oleh Sitti mencerminkan sikap yang mengabaikan asas proporsionalitas sebagai aparatur negara atau pejabat publik.
"Yang harus meletakkan segala kegiatan sesuai konteks dan tujuan kegiatan yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintahan yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial dan etika institusional," beber tim hukum pemerintah di halaman 38.