Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 59 rekening Front Pembela Islam (FPI). Pihak pengacara akan mengajukan keberatan.
"Tentunya kita akan mengajukan keberatan. Tapi nanti saya akan berkoordinasi dengan bendahara DPP FPI (sebelum mengajukan keberatan)," ujar kuasa hukum FPI Sugito Atmo Prawiro saat dihubungi, Rabu (6/1/2021).
Sugito mengaku tak mengetahui FPI memiliki 59 rekening. Dia hanya mengatakan FPI hanya memiliki satu rekening resmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya itu tahunya cuma rekening resmi yang di DPP. Kalau rekening-rekening lainnya yang berafiliasi, yang berhubungan dengan FPI, saya tidak tahu. Iya (hanya satu rekening FPI yang dibekukan), setahu saya rekening resmi FPI cuma satu," terang dia.
"Ini kok 59, ini rekening siapa saja yang terkait dengan FPI atau tidak, saya nggak tahu juga, yang berafiliasi dengan FPI. Kan begini, afiliasi kan mungkin juga apa yang terkait dengan bidang-bidang di FPI, mungkin saja itu bisa terjadi tapi saya belum ngecek," ujar Sugito.
Sebelumnya, PPATK menghentikan sementara transaksi dan aktivitas pada 59 rekening FPI. Disebutkan uang dalam puluhan rekening itu berjumlah ratusan juta rupiah.
"Sampai hari ini (Selasa, 5/1/2021), sesuai Pasal 40 ayat (3) Perpres Nomor 50 Tahun 2011, PPATK telah menerima 59 (lima puluh sembilan) berita acara penghentian transaksi dari beberapa penyedia jasa keuangan atas rekening FPI, termasuk pihak terafiliasinya," kata Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK M Natsir Kongah dalam keterangannya, Rabu (6/1).
"(Total uang ada) ratusan juta rupiah, cuma dari semua rekening yang ada," lanjutnya.
Tonton video 'Kuasa Hukum FPI Buka-bukaan soal Pembekuan Rekening oleh PPATK':
PPATK juga menghentikan sementara transaksi dan aktivitas rekening yang berafiliasi dengan FPI.
Hal ini sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, demikian dalam keterangan resmi PPATK yang diterima Antara, Selasa (5/1).
PPATK menyatakan tindakan penghentian sementara transaksi dan aktivitas rekening FPI berikut afiliasinya tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan, yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain.
Penetapan penghentian seluruh aktivitas atau kegiatan FPI sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI merupakan keputusan yang perlu ditindaklanjuti oleh PPATK sesuai dengan kewenangannya.
Dalam melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan, PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan (financial intelligent unit) memiliki beberapa kewenangan utama, salah satunya kewenangan meminta penyedia jasa keuangan (PJK) menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i UU TPPU.
Tindakan yang dilakukan oleh PPATK dimaksud merupakan tindakan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk mencegah adanya upaya pemindahan atau penggunaan dana dari rekening yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana.
Saat ini, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut, PPATK tengah melakukan penelusuran terhadap rekening dan transaksi keuangan. Untuk efektivitas proses analisis dan pemeriksaan, PPATK juga telah melakukan penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi keuangan dari FPI, termasuk penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi individu yang terafiliasi dengan FPI.
Upaya penghentian sementara transaksi keuangan yang dilakukan oleh PPATK akan ditindaklanjuti dengan penyampaian hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik untuk dapat ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum oleh aparat berwenang.