Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyatakan tahun 2020 menjadi pembuktian bila mafia peradilan adalah fakta yang tidak terbantahkan. Hal itu tercermin dari kasus skandal koruptor Djoko Tjandra.
Catan di atas merupakan bagian dari catatan kritis penegakan hukum di Indonesia sepanjang 2020.
"Peradilan kasus Djoko Tjandra juga membuka kebobrokan penegakan hukum di Indonesia. Adanya mafia peradilan yang melibatkan oknum pejabat di Indonesia adalah fakta tak terbantahkan," kata Hamdan kepada wartawan, Rabu (30/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djoko Tjandra adalah koruptor yang kabur ke luar negeri. Satu dasawarsa berlalu, Djoko bisa datang ke Indonesia dikawal petinggi Polri. Bahkan bisa membuat KTP hingga bertemu para pejabat penegak hukum Indonesia.
"Putusan hukum diperjual belikan," kata Hamdan menegaskan.
Kasus Djoko Tjandra menjadi puncak gunung es. Hamdan berharap kasus Djoko Tjandra menjadi cermin bersama.
"Perlu evaluasi menyeluruh praktik peradilan dan kenegakkan hukum di Indonesia. Salah besar jika fenomena ini hanya diredusir sebatas kasus Djoko Tjandra saja," cetus Hamdan.
Selain itu, Hamdan mencatat dua menteri Kabinet Indonesia Maju yang ditangkap KPK dan sejumlah kepala daerah menunjukkan rendahnya keteladanan moral para pejabat. Reformasi birokrasi belum menjadi perhatian penting.
"Integritas moral juga tidak menjadi pertimbangan utama partai politik pada saat pencalonan. Akibatnya yang dilahirkan adalah pejabat yang terlibat dalam perkara korupsi dan harus berurusan dengan hukum," beber Hamdan.
Ketika banyak pekerja di PHK, perusahaan bangkrut, tenaga medis berguguran, rumah sakit tidak mampu menampung pasien covid19, sejumlah pejabat tinggi negara tersebut justru tega melakukan korupsi.
"Begitu tipis akhlak dan tanggung jawab kepada rakyat dan negara. Pada sisi lain, kita mengapresiasi langkah-langkah KPK dan tidak ragu untuk melakukan langkah serupa pada tahun 2021," terang Hamdan yang kini aktif dan mendirikan Zoelva Institute for Legal and Policy Studies.
Tidak hanya itu, lahirnya RUU Cipta Kerja dengan sistem omnibus law, di satu sisi mampu menyederhanakan sejumlah perizinan. Namun di siai lain undang-undang ini dibuat secara terburu-buru, kurang membuka dialog dan ruang publik yang luas.
"Dalam demokrasi, mendengar suara rakyat adalah proses penting, bukan sema-mata hasil. Tidak sekadar mendengar tapi mencermati dan mengakomodasi pendapat rakyat. Letakkanlah telinga di detak jantung rakyat. Kemudahan terhadap perusahaan besar perlu diwaspadai karena bisa mengambil jatah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)," tandas Hamdan.
(asp/idn)