Musyawarah daerah (musda) pemilihan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bekasi sempat ricuh. Pemerintah Kota Bekasi menjelaskan soal kericuhan di Munas KNPI yang terjadi kala pandemi COVID-19.
Kericuhan tersebut terekam video dan viral. Peristiwa berlangsung pada Rabu (23/12) di Stadion Patriot Chandrabaga, Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
Pemkot Bekasi menggunakan hak jawabnya yang diterima detikcom, Jumat (25/12/2020). Pemkot menjelaskan bahwa acara tersebut sudah sesuai dengan protokol kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pimpinan sidang Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) VI Kota Bekasi, Adi Yunsyah, memastikan penyelenggaraan acara dari awal persiapan hingga selesainya kegiatan telah mematuhi protokol kesehatan. Musda KNPI Kota Bekasi VI dilaksanakan di Stadion Patriot Chandrabaga Kota Bekasi pada 22-23 Desember 2020," kata Kepala Bagian Humas Setda Kota Bekasi Sajekti Rubiyah.
Sajekti menjelaskan semua peserta Musda KNPI telah melakukan rapid test. Apabila peserta mendapat hasil reaktif virus Corona, peserta langsung disuruh pulang. Di arena, peserta mengenakan masker dan menjaga jarak.
Simak video 'Viral! Musda Ketua KNPI Bekasi Rusuh, Massa Saling Dorong':
Selanjutnya, Pemkot menanggapi soal permintaan agar kepolisian memeriksa Wali Kota Rahmat Effendi:
Namun keramaian tetap terjadi pada saat itu. Pemkot Bekasi menyatakan itu adalah situasi yang di luar perkiraan.
"Musda KNPI yang disebut menimbulkan keramaian merupakan situasi yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Apalagi Ketua Gugus COVID-19 yang juga Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi telah meminta panitia pelaksana Musda KNPI agar melaksanakan protokol kesehatan secara ketat dengan adanya pemeriksaan suhu dan rapid test serta jumlah peserta tidak melebihi 50 persen dari kapasitas ruangan," tutur Sajekti.
Pemkot mendapatkan informasi, ada pihak yang meminta kepolisian memeriksa Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atas keramaian yang ditimbulkan pada saat itu. Namun, apabila Rahmat Effendi diperiksa, Pemkot menilai itu tidak adil. Soalnya, Rahmat adalah undangan untuk membuka acara Musda KNPI, bukan panitia.
"Menurut saya, opini yang dibangun untuk memeriksa Wali Kota Bekasi tidak fair," kata Sajekti.
Soal kericuhan, hal itu terjadi karena ada oknum yang memprovokasi. Petugas langsung mengamankan oknum tersebut. Awalnya, sejumlah oknum ingin semua kandidat hadir dalam penyampaian visi dan misi. Padahal baru ada empat kandidat dari lima kandidat. Satu kandidat yang tersisa datang terlambat, namun pimpinan Musda tetap mempersilakan yang bersangkutan untuk menyampaikan visi dan misi.
Selanjutnya, keterangan lengkap Pemkot Bekasi:
Musyawarah Daerah KNPI Kota Bekasi Pastikan Terapkan Protokol Kesehatan
Pimpinan sidang Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) VI Kota Bekasi, Adi Yunsyah, memastikan penyelenggaraan acara dari awal persiapan hingga selesainya kegiatan telah mematuhi protokol kesehatan. Musda KNPI Kota Bekasi VI dilaksanakan di Stadion Patriot Chandrabaga Kota Bekasi pada 22-23 Desember 2020.
Dari proses pertama itu seluruh peserta yang hadir di-rapid terlebih dahulu dan yang terbukti reaktif langsung disuruh pulang. Semua mematuhi protokol kesehatan memakai masker dan menjaga jarak.
Acara musda DPD KNPI Kota Bekasi sebetulnya berjalan sangat lancar dan kondusif dan sangat demokratis terbukti dari prosesnya berjalan dengan baik pemilihan berjalan lancar yang diikuti 107 OKP beserta 12 PK dan semuanya memberikan suara dalam pemilihan. Jadi tidak ada suara hilang dan semua peserta mengikuti prosesnya.
Terkait adanya kericuhan yang terjadi, ia membenarkan hal itu. Pemicunya adalah ada oknum yang sengaja memprovokasi sehingga timbul kericuhan namun petugas langsung mengamankan pelaku tersebut dan musda dapat dilanjutkan kembali.
Lebih lanjut, dikatakan dia selaku pimpinan sidang, kericuhan berawal ketika dari lima kandidat yang lolos verifikasi yang hadir baru empat kandidat. Artinya masih ada satu yang belum hadir.
Kemudian, karena waktu yang mendesak, sidang dilanjutkan dengan agenda penyampaian visi-misi. Dari sini, mulai timbul protes dari sejumlah oknum yang menginginkan harus semua kandidat hadir dalam penyampaian visi-misi.
"Karena memang seharusnya jam lima sore kita selesai. Namun karena beberapa kendala kemudian molor lebih dari jam itu. Kami sengaja melanjutkan itu. Nah, dengan membuat kericuhan itu dengan tegas panitia mengeluarkan oknum itu keluar. Kemudian tidak lama dari kerusuhan itu, satu orang sebagai kandidat yang tidak hadir itu hadir datang," kata Adi.
Meski (kandidat) telat hadir, dirinya tetap mempersilahkan salah satu kandidat ini untuk menyampaikan visi-misinya dan tidak mendiskualifikasi kandidat tersebut sehingga musda dapat dilanjutkan kembali.
Musda KNPI yang disebut menimbulkan keramaian merupakan situasi yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Apalagi Ketua Gugus COVID-19, yang juga Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi telah meminta panitia pelaksana Musda KNPI agar melaksanakan protokol kesehatan secara ketat dengan adanya pemeriksaan suhu dan rapid test serta jumlah peserta tidak melebihi 50 persen dari kapasitas ruangan.
Jika semua kerumunan didorong ke ranah hukum tidaklah bijak. Apalagi mendesak polisi untuk memeriksa Wali Kota yang berstatus sebagai undangan untuk membuka acara Musda KNPI, rasanya tidak pas. Dapat dipastikan, desakan tersebut datang dari aktor kepentingan yang ingin mengambil untung di Musda KNPI.
Karena kepentingannya tidak terwujud, aktor kepentingan tersebut kemudian menyoroti aspek lain seperti pelanggaran protokol kesehatan. Dengan begitu, kekecewaan atau kekesalannya bisa sedikit terobati.
Menurut saya, opini yang dibangun untuk memeriksa Wali Kota Bekasi tidak fair. Harus dipahami bahwa subjek hukum dalam perkara pidana untuk pelanggaran protokol kesehatan adalah panitia pelaksana acara. Tamu atau undangan kegiatan bukanlah subjek hukum, kalaupun keterangannya dibutuhkan, dia adalah saksi dari kegiatan tersebut.
Ketidakpahaman terhadap kedudukan subjek hukum dalam perkara pidana sering kali menyebabkan tuntutan salah alamat. Jika desakan memeriksa polisi itu tetap terjadi, maka kesalahan mendasar ada pada pelapor yang tidak memahami subjek hukum. Apalagi kasus pidana dalam perkara pelanggaran protokol kesehatan merupakan undang-undang baru, sehingga perlu pemahaman mendalam terhadap materi hukum yang diatur di dalamnya.
Demikian Hak Jawab ini disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Kepala Bagian Humas Setda Kota Bekasi
Sajekti Rubiyah, SE