Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Prof Suteki yang melawan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Suteki tidak terima dirinya dicopot dari Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum (Kaprodi MIH) Undip dengan alasan dirinya menjadi saksi ahli Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di persidangan.
Kasus bermula saat Suteki menjadi saksi ahli di PTUN Jakarta dari kubu HTI. Otomatis, pendapatnya menguatkan argumen HTI.
Mengetahui hal itu, Rektor Undip mengambil langkah dengan memeriksa Suteki pada Juni 2018. Sebab, HTI telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, tetapi Suteki masih menjadi saksi ahli. Akhirnya, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama mencopot Suteki dari jabatannya sebagai Kaprodi MIH mulai tanggal 6 Juni 2018 karena melakukan pelanggaran berat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suteki tidak diam dan mengambil langkah hukum. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang dan meminta SK pencopotan dirinya dicabut.
Namun apa daya, gugatan itu kandas. Pada 11 Desember 2019, PTUN Semarang menolak gugatan Suteki untuk seluruhnya. Sebab apa yang dilakukan Rektor Undip atas Suteki adalah bentuk pembinaan atas pelanggaran disiplin yang dilakukan.
Suteki lagi-lagi tidak terima. Ia melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) TUN Surabaya. Tapi upayanya menemui jalan buntu. Pada 29 April 2020, PT TUN Surabaya menguatkan putusan PTUN Semarang. Duduk sebagai majelis tinggi yaitu Ariyanto, Achmad Hari Arwoko dan Sastro Sinuraya.
Apakah Suteki menerima? Profesor yang telah puluhan tahun menjadi dosen itu memilih melayangkan kasasi. Tapi apa kata MA?
"Tolak kasasi," demikian bunyi amar kasasi yang dilansir website MA, Selasa (22/12/2020). Duduk sebagai ketua majelis Hary Djatmiko dengan anggota Irfan Fachruddin dan Is Sudaryono.
(asp/dhn)