Tommy Sumardi Akui Beri Suap 2 Jenderal: Saya Waras, untuk Apa Rekayasa Kasus

Tommy Sumardi Akui Beri Suap 2 Jenderal: Saya Waras, untuk Apa Rekayasa Kasus

Zunita Putri - detikNews
Kamis, 17 Des 2020 12:26 WIB
Sidang Tommy Sumardi
Sidang Tommy Sumardi (Zunita/detikcom)
Jakarta -

Terdakwa Tommy Sumardi membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan jaksa dalam kasus red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Tommy menyebut semua pengakuan dia dalam sidang ini adalah benar sesuai dengan fakta yang ada.

"Seluruh hal yang telah saya sampaikan dalam persidangan ini adalah fakta yang sebenar-benarnya sebagaimana yang telah saya alami. Oleh sebab itu, saya mohon agar diberikan keputusan yang seadil-adilnya kepada saya," ujar Tommy Sumardi saat membacakan pleidoi pribadi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (17/12/2020).

Tommy juga dalam sidang menegaskan bahwa dia adalah orang yang sehat dan waras sehingga tidak mungkin dia merekayasa kasus ini seperti pengakuan mantan Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo yang membantah penerimaan uang dari Tommy.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mejelis hakim Yang Mulia, di sini saya tegaskan saya masih waras, hanya orang gila yang merekayasa kasus untuk memenjarakan dirinya sendiri. Saya punya keluarga punya keluarga, punya anak, dan pekerjaan, untuk apa saya meninggalkan semua ini hanya demi merekayasa kasus? Sungguh tidak masuk akal," katanya.

"Saya baru bertemu lagi dengan Prasetijo Utomo tahun 2020 setelah mengenalnya tahun 1998. Apalagi dengan Napoleon Bonaparte, untuk apa saya ujuk-ujuk merekayasa kasus terhadap mereka? Saya melakukannya karena kesadaran sendiri, bukan karena sadapan yang melalui terbongkarnya kasus ini seperti kasus suap yang selama ini terkuat melalui operasi tangkap tangan," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Tommy sambil menangis di sidang juga menceritakan tentang anaknya yang masih berusia 8 tahun. Dia mengatakan anaknya hingga saat ini tidak tahu dirinya di penjara.

Oleh karena itu, Tommy meminta keringanan hakim dalam membuat putusan nanti. Tommy mengatakan di usia 63 tahun dia ingin bersama keluarga. Dia juga meminta maaf atas perilakunya yang menyuap dua jenderal polisi itu dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

"Majelis hakim yang saya muliakan saya sudah berusia 63 tahun, Saya ingin mengisi sisa hidup saya dengan tenang bersama keluarga saya, demi tulus mohon maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan dan kesalahan saya, saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi," tutur Tommy.

Dalam kesempatan yang sama, tim pengacara Tommy Sumardi juga berharap majelis hakim memutus perkara Tommy dengan adil. Tim pengacara juga meminta hakim mempertimbangkan Tommy sebagai justice collaborator (JC).

"Diharapkan proses sidang berjalan proses semestinya, tidak menyimpang kiri dan kanan. Beruntung dalam fakta persidangan telah menyampaikan kebenaran. Oleh karena itu, kami mohon majelis hakim untuk berikan putusan seadil-adilnya dengan pertimbangkan terdakwa sopan dalam sidang, terdakwa JC, terdakwa ungkap pemberian suap ke Napoleon dan Prasetijo, terdakwa juga masih punya anak usia 8 tahun, serta terdakwa sudah dalam usia lanjut," ucap pengacara Tommy, Dion Pongkor.

Dion juga menyebut Tommy Sumardi dalam kasus ini bukan pelaku utama dan hanya pelaku yang turut serta. Dia juga menegaskan kliennya benar memberi uang ke Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo.

"Untuk diketahui, terdakwa bukan pelaku utama, terdakwa adalah turut serta. Selama dalam sidang terdakwa jujur, meskipun saksi Napoleon mengatakan tidak pernah menerima uang dari terdakwa. Namun, terdakwa menyatakan dengan jujur memberikan sebesar USD 370 ribu dan SGD 200 ribu, dan kepada Prasetijo USD 150 ribu," jelas Dion.

Untuk diketahui, Tommy Sumardi dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum. Jaksa menilai Tommy terbukti bersalah bersama Djoko Tjandra menyuap dua jenderal polisi.

Dalam kasus ini, Tommy didakwa menjadi perantara suap Djoko Tjandra ke dua jenderal Polri. Dua jenderal itu adalah Irjen Napoleon Bonaparte, yang saat itu menjabat Kadivhubinter Polri, dan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.

Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads