Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyampaikan kontribusi tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals Desa (SDGs Desa) terhadap tujuan pembangunan nasional berkelanjutan mencapai 74%. Adapun hasil ini merupakan rata-rata dari total pembangunan 18 SDGs Desa yang terbagi dalam dua aspek.
Pertama pada aspek kewargaan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020, sebanyak 43% warga Indonesia tinggal di desa. Sedangkan, pada aspek kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri tahun 2019 mencatat 91% wilayah Indonesia berada di desa.
"Nah, total dari kedua aspek ini dirata-rata menjadi 74%. Itulah makanya kita nyatakan kontribusi SDGs Desa terhadap tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan itu sebesar 74%," ujarnya dalam konferensi pers 'Metodologi & Pengukuran SDGs Desa', yang digelar virtual pada Kamis (10/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul Halim menjelaskan pengembangan SDGs Desa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam hal ini, SDGs Desa menjadi pembangunan total atas desa, yang seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga desa.
Selain itu, pembangunan desa juga perlu mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan, serta mendorong generasi mendatang untuk menjadi bagian dari pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan.
"Pada tanggal 22 Oktober 2019, Presiden memberikan arahan kepada saya agar dana desa dirasakan seluruh warga desa, terutama golongan terbawah. Arahan Pak Presiden menunjuk pada situasi no one left behind. Jadi, semua warga harus merasakan kehadirannya dana desa. Selain itu, dana desa harus berdampak pada peningkatan ekonomi dan SDM desa," paparnya.
Guna mewujudkan seluruh aspek SDGs Desa, Kemendes PDTT juga melakukan pengujian berdasarkan metodologi. Dalam hal ini, metodologi bertujuan sebagai pedoman untuk mencapai target dari 18 tujuan SDGs Desa, serta memenuhi mekanisme kerja.
"Tidak ada gunanya kita bicara soal desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa peduli perempuan. Semua itu harus terukur untuk kemudian (digunakan) di dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sekaligus mengukur hasil pembangunan," katanya.
Lebih lanjut ia menyampaikan sebelum menguji secara lapangan, pihaknya juga melakukan kontrol akademis dalam pengukuran SDGs Desa dengan tiga perguruan tinggi yaitu, Universitas Negeri Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan Universitas Negeri Surabaya.
"Kontrol akademis sangat penting supaya sesuai konsep, paradigma, variabel, indikator dan lainnya. Ketiga perguruan tinggi ini telah mengirimkan pakar-pakarnya dan kita diskusi untuk melakukan kontrol akademisi meliputi pengecekan kerangka pemikiran, konsep, definisi operasional, instrumen, uji validitas internal, dan lainnya," katanya.
Dalam pengujiannya, SDGs Desa juga melihat secara detail dengan mengambil berbagai kuesioner antara lain 2 kuesioner desa, 18 kuesioner rukun tetangga, 77 kuesioner keluarga, dan 216 kuesioner individu. Dengan demikian, SDGs Desa dapat berkontribusi terhadap seluruh warga desa.
"Jadi SDGs desa ini memang melihat secara detail urusan tingkat desa, level rukun tetangga, level keluarga, dan individu. Dengan begitu, prinsip no one left behind akan terwujud. Karena tidak mungkin kita bicara 'no one left behind' ketika kita tidak bicara individu, keluarga, RT, dan terakhir level desa," ujarnya.
Ke depan, Abdul Halim menyampaikan pihaknya akan melakukan uji coba di 4 desa lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adapun keempat desa tersebut yakni, Desa Kemojing di Cilacap, Desa Tempel Sari di Temanggung, Desa Mlaten di Bojonegoro, dan Kretek di Bondowoso.
Dari uji coba tersebut, ia berharap dapat menghasilkan potret desa meliputi profil desa, profil kependudukan, masalah kewargaan, masalah kewilayahan, rekomendasi penyelesaian masalah level individu, keluarga, wilayah, tingkat capaian SDGs Desa, dan laju pemenuhan sasaran SDGs Desa.
"Semoga ini dapat memperjelas arah pembangunan desa di Indonesia. Dengan demikian bisa terlihat potret desa di Indonesia. Kemudian akumulatif potret kondisi bangsa bisa kita baca secara lebih detail melalui penerapan SDGs Desa," pungkasnya.
Sebagai informasi, Sustainable Development Goals Global dirumuskan PBB pada tahun 2015 bersama dengan 193 negara. Kemudian tahun 2017 diterapkan di Indonesia melalui Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Tahun 2020, Kemendes PDTT melokalkan SDGs Global ke tingkat desa, yang kemudian disebut dengan SDGs Desa. Untuk aspek kewargaan mengacu pada SDGs Desa nomor 1-6, sedangkan aspek kewilayahan mengacu pada nomor 7-18. Berikut ke-18 aspek SDGs Desa.
1. Desa tanpa kemiskinan
2. Desa tanpa kelaparan
3. Desa sehat dan sejahtera
4. Pendidikan desa berkualitas
5. Keterlibatan perempuan desa
6. Desa layak air bersih dan sanitasi
7. Desa berenergi bersih dan terbarukan
8. Pertumbuhan ekonomi desa merata
9. Infrastruktur dan inovasi desa sesuai kebutuhan
10. Desa tanpa kesenjangan
11. Kawasan pemukiman desa aman dan nyaman
12. Konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan
13. Desa tangkap perubahan iklim
14. Desa peduli lingkungan laut
15. Desa peduli lingkungan darat
16. Desa damai berkeadilan
17. Kemitraan untuk pembangunan desa
18. Kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif