Wali Kota Bogor, Bima Arya menceritakan saat pertama terpapar COVID-19 dan pernah bernazar ingin menyelamatkan banyak nyawa. Ia mengatakan dinyatakan terkonfirmasi positif pada 17 Maret 2020 lalu berdasarkan hasil swab test.
Ia kemudian langsung ditelepon Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Namun ia mengaku hanya merasa seperti jetlag atau tidak enak badan dan kelelahan usai pulang perjalanan dinas dari Turki. Kemudian dirinya langsung dibawa ke rumah sakit dan menjalani masa isolasi selama 22 hari. Ia juga mengalami sejumlah gejala seperti layaknya pasien DBD.
"Jadi malam itu dibawa ke rumah sakit, mulailah masa berat selama 22 hari di rumah sakit. Gejalanya seperti demam berdarah, lemas pusing mual tetapi plus batuk," ujar Bima Arya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber talkshow Satgas COVID-19 dengan tema Pandemi Belum Berakhir: Patuhi Protokol Kesehatan di Gedung BNPB, Jakarta, Jumat (4/12).
Bima menjelaskan setelah dirinya dinyatakan terpapar Corona dan menjadi pasien 001, wilayah Bogor sepi. Hal itu menjadi momentum untuk mengingatkan warga Bogor terkait bahaya nyata dari COVID-19.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor juga telah melakukan survei kepada warga mengenai pemahaman COVID-19. Survei tersebut bekerja sama dengan tim riset dari Lapor COVID-19 dan Social Resilience Lab Nanyang Technological University Singapore. Hasilnya, ada 19 persen masyarakat percaya COVID-19 itu teori konspirasi, 29 persen tidak percaya, dan 50 persen masih bimbang antara percaya atau tidak.
"Antara percaya dan tidak ini seperti dalam politik itu sering disebut swing voters, tergantung siapa yang ngomongin," katanya.
Dari survei tersebut juga terungkap bahwa terdapat 4 tokoh utama yang dipercaya masyarakat untuk menyampaikan edukasi terhadap COVID-19. Tokoh pertama yakni dokter, kedua tokoh agama, ketiga pejabat negara, dan keempat adalah artis.
Untuk itu, sosialisasi COVID-19 masih harus terus digencarkan terutama di daerah. Ia pun menerapkan 2 strategi dalam sosialisasi bahaya COVID-19 dengan cara ketegasan dan kasih sayang.
"Ada model komunikasi yang harus selalu kita perbaiki. Sampai hari ini saya berkesimpulan kita ini memang harus memadukan antara ketegasan dan kasih sayang. Di Bogor semua didasarkan pada edukasi, kemudian kepatuhan dan law enforcement," ujarnya.
Ia pun mengaku pernah bernazar jika sembuh dari COVID-19, maka dia akan berupaya keras untuk menyelamatkan banyak nyawa. Dia menegaskan saat ini situasinya jauh dari kata aman dan mengalami satu fase tertinggi kasus COVID-19 di Kota Bogor. Tercatat rata-rata per hari ada 50 kasus baru. Sementara itu, Bed Occupancy 83 persen, biasa bisa ditekan di bawah 60 persen.
"Langkahnya, kita sedang menyiapkan rumah sakit darurat dengan menyiapkan satu hotel untuk isolasi orang tanpa gejala," tuturnya.
Bima Arya juga menyebut tim surveillance saat ini lemah. Jika sehari ada 50 kasus positif, maka ada 1.000 orang yang di tracing.
"Untuk itu kita perkuat tim surveillance agar tidak lolos, agar jika ada kasus baru tidak menularkan di rumah tangga. Karena sebelumnya ada yang menularkan di klaster rumah tangga, sehingga meledak kasus rumah tangga," jelasnya.
Untuk menekan penyebaran diperlukan kolaborasi, baik di internal pemkot maupun luar pemkot dengan stakeholder.
"Ini semua tentang kolaborasi, jika bisa kolaborasi maka sistem berjalan, pemkot tidak bisa sendiri, kita perlu di-back up TNI, Polri, LPM, Karang Taruna, pihak gereja dan stakeholder lain. Jika sistem itu berjalan maka penanganannya akan cepat. Dengarkan ahli epidemiolog, karena kita harus prediksi hingga kapan pandemi ini," katanya.
Simak juga video 'Bima Arya Alami Efek Lanjutan Usai Sembuh dari Corona':