Pimpinan KPK: Disparitas Hukuman Koruptor Tak Hanya di Putusan tapi Tuntutan

Pimpinan KPK: Disparitas Hukuman Koruptor Tak Hanya di Putusan tapi Tuntutan

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Kamis, 03 Des 2020 13:29 WIB
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Presiden Joko Widodo melantik lima pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (Antara Foto)
Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung Perma Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan. Namun KPK memberi catatan bagaimana Mahkamah Agung tidak hanya berfokus pada disparitas putusan hakim pidana, tapi juga pada penuntutan.

"Catatan kami bukan hanya pada disparitas pemidanaannya, pada putusannya, tetapi juga ada disparitas di dalam penuntutannya. Jadi untuk pasal yang sama, Pasal 6 ayat 1 huruf a, ini terjadi perbedaan, baik tuntutan maupun keputusan," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam webinar Sosialisasi Publik Perma Nomor 1 Tahun 2020 yang disiarkan langsung di kanal YouTube MaPPI TV, Kamis (3/12/2020).

Selain itu, Nawawi berharap ada konsistensi Mahkamah Agung (MA) dalam pedoman pemidanaan ini. Mengingat, kata Nawawi, hampir seluruh perkara korupsi yang ditangani rata-rata menggunakan upaya hukum banding hingga peninjauan kembali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tadinya kami berharap tadi kita menyebut bahwa kita berharap juga dengan pedoman pemidanaan ini yang diharapkan adalah soal konsisten, hampir semua perkara tindak pidana korupsi, sama kita ketahui itu menggunakan upaya-upaya hukum seperti banding dan kasasi bahkan sampai pada peninjauan kembali," ungkap Nawawi.

Nawawi mengatakan, pada 2012 ke 2004, KPK menempatkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi pasal 2 dan pasal 3 di atas 70 persen di antara pasal lainnya. Namun, pada 2012, terjadi perbedaan perkara yang diatur seperti suap atau gratifikasi.

ADVERTISEMENT

"KPK di bawah tahun 2012 ke 2004 memang menangani perkara tipikor itu menempatkan perkara pasal 2 pasal 3 itu di atas 70% dibanding dengan pasal-pasal lain. Akan tetapi, di atas 2012 terjadi kondisi yang berbeda, itu lebih banyak sekarang ini perkara-perkara yang diatur tipikor suap atau gratifikasi, itu yang ditangani KPK itu berbanding antara 60% dan 40%," ujarnya.

Nawawi kemudian menyarankan agar MA bisa lebih mengatur secara lanjut terkait pasal-pasal yang menyangkut penyuapan. Nawawi menyebut adanya disparitas itu tidak terlepas dari tuntutan jaksa penuntut umum.

"Tidakkah kemudian MA ada pemikiran-pemikiran lebih lanjut untuk melakukan pengaturan juga terhadap pasal-pasal lain, pasal suap dan lain sebagainya. Tadi kami menyebutkan terjadinya disparitas dalam pemenjaraan tidak terlepas juga daripada tuntutan jaksa penuntut umum," katanya.

Nawawi mengungkapkan KPK juga berencana menerbitkan pedoman penuntutan. Dia menyebut pedoman ini akan diberlakukan terhitung pada Januari 2021 mendatang.

"Menyadari itu, kemudian KPK insyaallah kalau tidak ada kendala lagi, kita juga akan menerbitkan pedoman penuntutan dari KPK yang kita rencanakan akan diberlakukan terhitung mulai Januari 2021," tuturnya.

Nawawi menyebut pedoman penuntutan ini melibatkan MA dan Kejaksaan Agung dalam penyusunannya. Hal ini, kata Nawawi, sama halnya dengan apa yang dilakukan MA saat menyusun Perma 1 Tahun 2020 ini.

"Yang kami gunakan dalam penyusunan pedoman penuntutan ini, sebenarnya sama dengan apa yang dilakukan MA dalam penyusunan Perma 1 2020. Kami juga banyak meminta masukan dari MA, juga banyak juga model-model pedoman tuntutan yang ada pada teman-teman di Kejagung, kemudian kami mencoba menyusun pedoman tuntutan ini," katanya.

"Sedikit berbeda tadi kami sampaikan, mungkin pedoman penuntutan ini meliputi keseluruhan pasal-pasal tipikor yang ada di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001," lanjutnya.

(gbr/gbr)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads