Brigjen Prasetijo Utomo mengaku pernah dikenalkan oleh Anita Dewi Kolopaking dalam persidangan terdakwa Tommy Sumardi kasus red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Prasetijo menyebut perkenalan itu pertama kali atas inisiatif Tommy Sumardi.
Prasetijo mengatakan sekitar akhir April 2020 saat sedang berada di ruang kerja, dia pernah didatangi Tommy Sumardi dan Anita Kolopaking. Saat itu, kata Prasetijo, Anita Kolopaking selaku pengacara Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi menjelaskan tentang upaya hukum Djoko Tjandra.
"Dia (Tommy Sumardi) bilang 'Pras, gue mau bawa pengacaranya Pak Djoko Tjandra', 'Ngapain ji bawa pengacara itu ke saya', katanya 'Udah biarin saja, dia mau jelasin ke lu'. Saya bilang, 'Jelasin apa? Mau ngapain ke saya', dia bilang, 'Pengacaranya sudah di luar itu nggak enak gue'," kata Prasetijo sambil menirukan percakapannya dengan Tommy Sumardi kala itu saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasetijo kemudian mengatakan akhirnya dia menerima Anita Kolopaking di ruang kerjanya. Sejatinya, Anita di sana ingin menjelaskan tentang upaya hukum Djoko Tjandra ke Prasetijo, tapi ditolak oleh Prasetijo.
"Pertama (beliau) kenalin diri dulu, duduk dulu, kan polisi pelayanan, ditanya, Ibu siapa? (Anita jawab) Saya mau jelasin soal masalah hukum Pak Djoko (Djoko Tjandra), saya tolak itu, 'Bu saya nggak mau, untuk apa, nggak ada hubungan sama saya kok'," tutur Prasetijo.
Karena presentasi itu tidak jadi, akhirnya, kata Prasetijo, pertemuan di sana hanya sebatas mengobrol. Lalu, Anita Kolopaking dan Prsetijo saling tukar nomor telepon dan membahas isu lain di luar Djoko Tjandra, yakni membahas eksekusi aset oleh Polrestabes Bandung.
"Dia senang kenalan sama saya. Saya Jenderal, lawyer pasti senang. Saya kasih (nomor telepon), habis itu ceritanya lain, malah terkait aset Polrestabes Bandung," ucap Prasetijo.
"Lebih banyak bicara yang lain?" tanya jaksa.
"Ya, saya tertarik yang itu," kata Prasetijo.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Tak berhenti di situ, Prasetijo mengatakan Anita Kolopaking meminta dikenalkan oleh Sekretaris NCB Interpol yang saat itu dijabat oleh Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Prasetijo pun mengenalkan Anita ke Slamet.
"Beliau (Anita) minta tolong untuk dapat menjelaskan ke Hubinter, saya bilang, 'Bu, ngapain ke Hubinter?' Saya harus jelasin ini, katanya. Ibu mau ke mana? Ya kalau nggak ke Pak Napoleon, ya ke Pak Ses (Ses NCB Interpol), kalau Pak Ses sahabat saya, satu leting saya. Saya tanya kenapa harus ke dia? Nggak, saya mau jelasin aja permasalahan hukum Pak Djoko (Djoko Tjandra). Ada apa? Saya bilang gitu, kenapa harus ke saya? Kan Bapak kenal, karena tadi sudah tukar-tukaran itu (nomor telepon), saya kan baik sama ibu-ibu, apalagi ibu-ibu minta tolong, ya semua inisiasi dari dia, saya nggak tahu kepentingannya," jelas Praesetijo.
"Akhirnya dibawa?" tanya jaksa.
"Ke teman saya, ke Bowo (Brigjen Nugroho Slamet Wibowo), nggak ada ke mana-mana, langsung saya (pertemukan) ke Bowo," jawab Prasetijo.
Dalam perkara ini, Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Irjen Napoleon sendiri telah disidang dalam perkara ini, begitu pun Brigjen Prasetijo.
Irjen Napoleon sebelumnya menjabat Kadivhubinter Polri. Sedangkan Brigjen Prasetijo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).