Kasus bermula saat listrik padam di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten pada 4 Agustus 2019 siang. Pemadaman bermula dari pemadaman dua sirkuit saluran udara tegangan ekstratinggi (SUTET) 500 kV Ungaran-Pemalang.
Listrik baru kembali menyala di sebagian titik pada pukul 21.00 WIB, sedangkan sebagian masih padam. Pemadaman berjam-jam itu berdampak secara sistemis sehingga konsumen merugi.
Pelanggan yang mengalami dampak tersebut antara lain warga Tanjung Duren, Rizal; warga Jatiasih Bekasi, Kaiser Simanungkalit; dan warga Cilangkap, Lusiana Jaya. Akibat matinya listrik itu, aerator akuarium mati sehingga menyebabkan puluhan ikan koi mati. Total kerugian mencapai Rp 54 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiganya tidak terima dan menggugat PLN ke PN Jaksel. Namun asa tidak dapat diraih. Gugatan ketiganya ditolak PN Jaksel pada 23 Maret 2020.
Atas hal itu, Rizal dkk tidak terima dan mengajukan banding. Rizal dkk menilai PLN seharusnya melakukan upaya pemeliharaan dan perawatan di sepanjang jalur SUTET, termasuk pohon-pohon yang berpotensi membuat jaringan rusak. Argumen itu dikuatkan oleh hasil investigasi dan rekomendasi Ombudsman RI.
Tapi argumen Rizal dkk kandas. Pengadilan Tinggi (PT) menilai PLN tidak melakukan pelanggaran hukum dalam kasus pemadaman tersebut. Majelis menilai PLN sudah melakukan pemeliharaan di sepanjang jalur SUTET. Pohon sengon yang jatuh menimpa jalur SUTET di Desa Mahon, Kecamatan Gunungpati, Semarang, di luar kuasa PLN.
"Terbanding/semula Tergugat (PLN) telah menyediakan dan memelihara area/zona di sepanjang aliran tegangan tinggi yang disebut ruang bebas hambatan dan jarak aman, yang harus dipelihara dan dijaga bukan hanya oleh Terbanding/semula Tergugat (PLN) tetapi oleh seluruh masyarakat," ujar majelis dalam putusan yang dilansir di website Mahkamah Agung (MA), Rabu (18/11/2020).
PT Jakarta menilai kasus tersebut tidak semata-mata dan sama sekali mengabaikan atau tidak melaksanakan kewajiban hukum berupa tidak memelihara zona yang dilalui aliran listrik tegangan tinggi yang disebut ruang bebas hambatan dan jarak aman.
"Namun terjadinya keadaan yang disebabkan oleh faktor alam tidak akan dapat dihindari oleh siapa pun," ujar majelis yang diketuai M Yusuf dengan anggota Hidayat dan Singgih Budi Prakoso.
PT Jakarta malah menilai pemadaman itu sudah tepat. Sebab, bila tidak padam otomatis, akan berdampak lebih buruk kepada masyarakat.
"Terhentinya penyediaan tenaga listrik (pemadaman) terjadi oleh sistem secara otomatis untuk melindungi keselamatan masyarakat dari bahaya dan kerugian yang lebih besar," cetus majelis.
(asp/ibh)