Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementrian dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA menjawab Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penanganan pelanggaran protokol (prokes) kesehatan saat Pilkada 2020. Safizal menyebut pihaknya sudah menindak serius bagi pelanggar protokol kesehatan.
"Jadi kalau misalnya Gubernur DKI Jakarta mengatakan tidak ada teguran terhadap pelanggaran protokol kesehatan ini datanya ada ya memang Aceh dan DKI Jakarta tidak ikut Pilkada ya sehingga data-data ini memang tidak kita paparkan di hadapannya Gubernur Aceh dan DKI Jakarta, tetapi yang lain itu kita paparkan dan kita evaluasi tiap minggu, 2 minggu dan bulan. Ini untuk menjawab bahwa pelanggaran protokol kesehatan di fase kampanye Pilkada ini juga dilakukan dan serius," kata Safrizal kepada wartawan di Gedung A Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (17/11/2020).
Safrizal menerangkan jumlah persentase pelanggar protokol kesehatan di Pilkada serentak saat ini sekitar 2,2 persen. Pelanggaran protokol kesehatan seperti kampanye yang mengundang banyak orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekitar 2,2% itu memang masih ada pelanggaran dan langsung ditindaklanjuti. Biasanya jika sudah ditindaklanjuti maka berikutnya pasangan calon akan mawas diri, karena kami akan umumkan juga pada media kalau pasangan ini melanggar dan tentu elektabilitasnya penilaiannya oleh masyarakat bisa turun," ungkapnya.
Safrizal mengatakan kasus penularan virus Corona tidak hanya berasal dari daerah yang menggelar pilkada. Tapi juga di Aceh dan DKI Jakarta yang tidak melaksanakan pilkada serentak.
"Di samping melaksanakan peraturan KPU bagi daerah-daerah yang di luar Pilkada ya, di awal-awal memang daerah yang non Pilkada justru menunjukkan kenaikan zonasi, Aceh misalnya di awal itu zona kuning, merah padahal Pilkada tidak ada di Aceh. Kemudian juga di DKI Jakarta ya, walaupun rata-ratanya sudah bisa dikendalikan karena rata-rata positif di DKI Jakarta sekitar seribuan dan peningkatannya tidak cukup tajam ya, namun angkanya belum menunjukkan bahwa belum turun walaupun sedikit ada fluktuatif," paparnya.
"Oleh karenanya, sekalian kita tetap terus mengawal proses disiplin, peningkatan disiplin protokol kesehatan di daerah Pilkada sehingga pelaksanaan di tanggal-tanggal bisa dijalankan dan kami pastikan dengan usaha yang sungguh-sungguh semua pihak semua sudah memiliki masker," imbuhnya.
Bagaimana pernyataan dari Gubernur Anies saat membandingkan penanganan di Jakarta dengan daerah-daerah pilkada. Lihat di halaman berikutnya.
Diberitakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut jajarannya melakukan tindakan saat ada potensi keramaian massa Habib Rizieq Syihab. Lalu, Anies membandingkannya dengan penanganan Pilkada serentak 2020.
"Anda boleh cek wilayah mana di Indonesia yang melakukan pengiriman surat mengingatkan secara proaktif bila terjadi potensi pengumpulan. Anda lihat Pilkada di seluruh Indonesia sedang berlangsung, adakah surat (resmi) mengingatkan penyelenggara tentang pentingnya menaati protokol kesehatan," ujar Anies di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (16/11).
Tindakan proaktif yang disebut Anies salah satunya imbauan untuk menaati protokol kesehatan oleh Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Megantara kepada Habib Rizieq dan panitia Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan, Jakarta Pusat.
"Ketika kita mendengar kabar ada sebuah kegiatan, maka secara proaktif mengingatkan tentang ketentuan yang ada. Jadi kalau kemarin, Wali Kota Jakarta Pusat mengirimkan surat mengingatkan bahwa ada ketentuan yang harus ditaati dalam kegiatan-kegiatan, dan ini dilakukan oleh Jakarta," kata Anies.
Kemendagri Jawab FPI Soal Kerumunan Pilkada
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA, pun merespon sindiran FPI soal kerumunan saat pilkada. Menurut Safizal, ada aturan soal pertemuan tatap muka saat kampanye di masa pandemi virus Corona.
"Sudah ada ketentuan berkerumun, jumlahnya sudah ada ketentuannya yang diatur oleh pilkada. Berkerumun dalam tatap muka kampanye paling banyak 50 orang," ucapnya.
Menurutnya, kalau di luar konteks pilkada, bisa saja jumlah orang tidak dibatasi. Namun, ada keharusan menjaga jarak.
"Kalau dalam rangka bukan pilkada, ya lain lagi. Misalnya Salat Jumat, ketentuan tentang protokol, Salat Jumat sudah ada, tidak dibatasi jumlah hanya jaga jarak, pakai masker, kan begitu," katanya.
Ketentuan maksimal 50 orang saat kampanye tatap muka, merupakan aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengawasan juga dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"50 orang itu untuk ketentuan untuk menjalankan peraturan KPU nomor 10 ya, lebih dari pada 50, dan dimonitor oleh Bawaslu tentu sesusi dengan ketentuan itu Bawaslu akan memberikan sanksi," katanya.
Selain itu, Safrizal menyebut pelanggaran protokol kesehatan selama Pilkada sebesar 2,2 persen. Angka itu dinilai tidak signifikan.
"Jumlah pelanggar menurut data yang kami peroleh 2,2 persen dari total 13.646 tatap muka. Menurut kami, masih dalam batas yang tidak signifikan dan tidak ada tidak ada juga yang ribuan, tidak," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengingatkan orang yang sengaja melakukan kerumunan berpotensi menjadi pembunuh terhadap kelompok rentan. FPI pun melempar sindiran soal penindakan bagi pelanggar protokol kesehatan di Pilkada 2020.
"Teriring doa, semoga akan tegas juga kepada pelaku kerumunan saat pilkada ini," kata Ketua DPP FPI Slamet Maarif kepada wartawan, Senin (16/11/2020).
Namun Slamet menghargai pendapat Mahfud. Slamet menyebut Mahfud tengah menjalankan kewajiban pemerintah.
"Pak Mahfud sedang melakukan kewajiban atas nama pemerintah, kami hargai dan hormati," ujar Slamet.