Berdasarkan data yang didapatkan IPSOS di atas, kata dia, hal ini menyiratkan seolah-olah masyarakat menganggap perilaku 3M dan 3T adalah dua hal yang terpisah. Padahal kedua hal tersebut diakuinya merupakan satu paket dalam memutus mata rantai penularan COVID-19.
"(Kampanye) 3M di awal-awal sangat kencang sekali dan sampai sekarang kampanyenya. Jika 3M tidak jalan, 3T pasti akan lebih parah. Sekarang 3M sudah, saatnya kita mulai ngomongin 3T," jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (13/11/2020).
Hal ini ia ungkapkan dalam Dialog Produktif secara daring yang bertema 'Optimisme Masyarakat terhadap 3T (Tracing, Testing, Treatment)' di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Tak hanya itu, kata dia, ketika vaksin virus COVID-19 nantinya sudah ditemukan dan bisa didistribusikan, dia menyebutkan perilaku 3M dan 3T harus tetap dijalankan.
"Kalau misalkan mendapatkan vaksin paling cepat Mei atau Juni [tahun depan], kebiasan terhadap 3M dan 3T harus tetap kita jalankan sampai benar-benar pemerintah memberikan informasi bahwa COVID-19 sudah tidak ada," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Monica Nirmala, Penasihat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinvest) untuk Peningkatan Testing dan Tracing. Dia mengatakan bahwa semua orang harus mengambil peranan untuk memutus mata rantai penularan virus Corona dengan berpartisipasi melaksanakan 3M dan 3T secara bersamaan.
Simak video 'Kabar Terkini Uji Klinis Vaksin Sinovac Indonesia':
(ega/ega)