Jika kita membahas tentang rezeki, selalu menarik. Sebab rezeki menjadi pikiran seorang hamba setiap hari. Mari kita mulai dengan pengertian rezeki berikut ini:
1. Al-Madhmun (rezeki yang dijamin oleh Allah swt). Rezeki ini adalah makanan-makanan dan sesuatu yang membuat tubuh tetap tegak dan kuat (berfungsi dengan baik) dan bukan dari sebab-sebab yang lain. Rezeki ini dijamin langsung oleh Allah, maka tawakal dalam urusan rezeki ini hukumnya wajib berdasarkan dalil akal dan syariat.
2. Al-Maqsum, rezeki yang telah dibagikan Allah swt dan telah Dia tulis di lauh mahfuz bagi setiap hamba-Nya. Mulai dari apa yang dimakan, diminum dan pakaian yang dikenakan. Setiap perkara yang sudah ditentukan kadar dan waktunya, tidak lebih dan tidak pula kurang, tidak dimajukan dan tidak pula dimundurkan dari apa yang telah ditetapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Semua rezeki telah dibagikan habis. Ketakwaan seseorang yang bertakwa tidak akan membuat rezeki itu bertambah dan kejahatan orang yang durjana tidak pula akan menguranginya."
(hadis ini disebutkan oleh as-sakhawi di dalam kitab al-maqashid al-Hasanah hal 113 dengan riwayat al-'Askari dari Ibnu Mas'ud secara marfu' (sanadnya tersambung sampai Rasulullah saw).
3. Al-Mamluk, adalah rezeki yang dimiliki oleh hamba dari setiap harta dunia sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh Allah swt. Hal ini sebagaimana firman Allah swt. "Belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu." ( Q.S. al-Baqarah : 254 ).
Maksud dari rezeki yang Kami berikan kepadamu, adalah harta yang telah Kami percayakan kepemilikannya kepadamu.
4. Al-Mau'ud, adalah rezeki yang dijanjikan oleh Allah swt pada hamba-hamba-Nya yang bertakwa dengan syarat ketakwaan. Rezeki ini diberikan melalui cara yang halal dengan tanpa bersusah payah. Seperti ditegaskan dalam firman-Nya, "Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (Q.S. ath-Thalaq: 2-3).
Kita ingat masa kecil ketika masih di daerah kelahiran, bahwa orang yang belajar akan pandai dan orang yang tidak belajar tidak akan pandai (bodoh). Sama dengan jika kita bekerja maka akan dapat rezeki dan jika tidak bekerja tidak dapat apa-apa. Ternyata dalam hal rezeki tidak cukup hanya 2 kemungkinan malahan menjadi 4:
A. Jika bekerja, bisa dapat rezeki dan ada pula yang telah bekerja tetap saja miskin.
B. Jika tidak bekerja, ada yang tidak dapat rezeki dan ada yang dapat rezeki tanpa bersusah payah.
Bahwa Allah swt berkuasa penuh dalam membagikan rezekinya bukan karena semata upaya hamba, meski ikhtiar itu diperintahkan.
Rezeki ketiga Al-Mamluk, merupakan titipan dari Allah untuk hambanya. Jadi rezeki ini diikhtiarkan dengan berusaha dagang agar seseorang hamba memperoleh amanah dari Allah dalam kadar tertentu. Diikhtiarkan bisa diartikan ketika seseorang hamba menginginkan durian runtuh (durian masak pohon) maka tunggulah di sekitar pohon durian yang buahnya sudah masak, janganlah menunggu di rumah. Adanya amanah ini menjadikan seseorang tersebut akan lebih leluasa dalam membelanjakan khususnya untuk kepentingan orang-orang fakir miskin dan kegiatan keagamaan. Sebaliknya hindarilah sikap tamak ketika Allah berkenan memberikan titipan tersebut. Ketamakan merupakan sikap yang tercela yang dapat merusakan 'ubudiyah dan menandakan ketergantungan dan penghambaan manusia terhadap manusia. Di sini letak kehinaan dan kenistaan sikap tamak, sebab adanya keraguan terhadap sesuatu yang telah ditakdirkan Allah.
Ikhtiar merupakan upaya untuk menuju pada keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Bagi kita ikhtiar merupakan keharusan seperti firman Allah swt, " Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri sendiri." ( Q.S. Ar-Ra'd : 11 ).
Alkisah, ketika Khalifah Umar bin Khathab dalam tugasnya meninjau suatu daerah. Ternyata daerah tujuan tersebut telah terjangkit wabah. Maka Khalifah memutar unta dan berbalik ke arah lain. Melihat hal ini, salah seorang stafnya bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, mengapa Anda melarikan diri dari takdir Allah?" Sambil tersenyum dijawabnya, Ya, aku melarikan diri dari takdir Allah yang satu menuju ke takdir Allah yg lain."
Bagi seseorang hamba yang takwa dan selalu bertawakal pada Allah serta tiada berhenti berikhtiar, niscaya kehidupan dunia dan akhirat akan mulia. Semoga kita termasuk pada golongan ini.
Aunur Rofiq
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )
Sekjen DPP PPP 2014-2016
*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. --Terimakasih (Redaksi)--
(erd/erd)