"Pilkada bukan untuk membelah NKRI, menguatkan liberalisme, menguatkan kedaerahan, atau menjalankan ketentuan yang bertentangan dengan prinsip dasar bahwa Pilkada itu rezim Pemilu, Pemilu rezim reformasi," ujar HNW dalam keterangannya, Senin (9/11/2020).
Hal ini ia ungkapkan dalam diskusi Press Gathering Pimpinan MPR bekerja sama dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen secara virtual.
Dia menerangkan untuk melaksanakan Pilkada yang tidak bertentangan prinsip dasar itu, Pimpinan MPR mengusulkan kepada KPU agar membuat ketentuan yang mencantumkan NKRI di dalam visi dan misi calon kepala daerah.
"Tujuannya agar apa yang dilaksanakan atau dijalankan oleh kepala daerah tidak keluar dari Empat Pilar MPR. Kalau Empat Pilar sudah dijalankan berarti tidak keluar dari NKRI," terangnya.
Sementara itu, Anggota MPR Fraksi PKS Johan Rosihan menyatakan Pilkada adalah penerjemahan dari sila keempat dari Pancasila, yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Menurut Johan rakyat dalam memilih pemimpin harus dengan cara-cara yang hikmat dan bijak. Oleh karenanya, ia mengimbau dalam pelaksanaan Pilkada agar menghadirkan nilai-nilai Pancasila. "Karena di dalam Pilkada ada nilai-nilai Pancasila, terutama sila keempat," katanya.
Dia menambahkan sebagai satu kesatuan nilai maka sila keempat dari Pancasila tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila lainnya. Karenanya, dalam pelaksanaan Pilkada yang hikmat dan bijaksana, harus tetap melahirkan nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, yang ujungnya nanti melahirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Ketika pelaksanaan Pilkada melahirkan nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, dengan cara hikmat dan bijak, kita berharap pemimpin yang lahir itu bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya. (akn/ega)