Direktur PT Transwisata Prima Aviation, Rustam Suhanda, membenarkan Anita Kolopaking menyewa pesawat miliknya untuk menjemput Djoko Tjandra di Pontianak, Kalimantan Barat. Rustam menyebut harga sewa pesawat itu sebesar Rp 350 juta untuk full trip.
"Harga carter Rp 350 juta untuk full trip tanggal 6-8 Juni (2020)," kata Rustam Suhanda saat bersaksi di persidangan surat jalan palsu Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jumat (6/11/2020).
Ia mengatakan Anita langsung menghubunginya lewat panggilan telepon untuk keperluan carter pesawat tersebut. Anita menyewa pesawat untuk rute Jakarta-Pontianak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanggal 6-8 (Juni) dicarter oleh Anita. Rutenya, Jakarta Halim, Pontianak, kembali ke Halim. Begitu juga tanggal 8, Halim, Pontianak, kembali ke Halim," ujarnya.
Rustam menjelaskan, pihaknya memang mewajibkan Anita melengkapi syarat penerbangan yakni surat tugas, surat kesehatan, dan surat keterangan bebas COVID-19. Ia menyebut Anita sudah melengkapi persyaratan itu saat terbang dari Jakarta ke Pontianak tersebut.
"Pada 6 Juni, ada 3 orang dari Halim ke Pontianak. Sudah kami terima persyaratannya," sebutnya.
Rustam menyebut 3 orang yang terbang dari Jakarta ke Pontianak itu ialah Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, dan Jhony Andrijanto. Rustam mengaku juga sempat bertemu dengan ketiga orang itu.
"Ada 3 orang, Anita dan Prasetijo dan Jhony. Sempat bertemu, tidak banyak berbincang," tuturnya.
Sebelumnya, peristiwa Brigjen Prasetijo ikut menjemput Djoko Tjandra di Pontianak ini terungkap saat pembacaan surat dakwaan pada Selasa (13/10/2020). Penjemputan Djoko Tjandra ke Pontianak ini bermula saat Anita bertemu Brigjen dengan Prasetijo.
Pertemuan itu untuk membahas kepulangan Djoko Tjandra ke Indonesia untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) terhadap perkaranya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, dalam permohonan PK itu Djoko Tjandra diwajibkan untuk hadir langsung ke pengadilan.
Brigjen Prasetijo lantas mengurus secara keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Corona (COVID-19).
Surat-surat itu dibuat atas nama Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, Djoko Tjandra, dan seorang anggota Polri lain bernama Jhony Andrijanto. Brigjen Prasetijo bersama Anita Kolopaking dan Jhony awalnya bertemu di Bandara Halim Perdanakusuma untuk kemudian terbang ke Pontianak menjemput Djoko Tjandra.
"Bahwa pada tanggal 6 Juni 2020, saksi Anita Dewi A Kolopaking bertemu saksi Brigjen Prasetijo Utomo dan saksi Jhony Andrijanto di lounge Bandar Udara Halim Perdanakusuma Jakarta untuk berangkat ke Bandar Udara Supadio Pontianak dengan menggunakan pesawat King Air 350i milik PT Transwisata Prima Aviation," ucap jaksa.
Djoko Tjandra kemudian dijemput Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, dan Jhony Andrijanto. Mereka langsung terbang kembali ke Jakarta. Namun jaksa tidak menyebutkan detail bagaimana Djoko Tjandra lantas bisa berada di Pontianak.
Pada akhirnya Djoko Tjandra mengurus semua keperluannya di Jakarta untuk PK. Tak hanya itu, Djoko Tjandra juga mengurus KTP serta paspor hingga akhirnya kembali lagi ke Malaysia lewat Pontianak.
"Kemudian dengan menggunakan pesawat carter yang sama saksi Anita Dewi A Kolopaking, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra, saksi Brigjen Prasetijo Utomo, dan saksi Jhony Andrijanto berangkat menuju Bandar Udara Supadio, Pontianak," kata jaksa.
"Sesampainya di Bandar Udara Supadio, Pontianak, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra pulang dengan mobil jip. Sementara saksi Anita Dewi A Kolopaking, saksi Brigjen Prasetijo Utomo, dan saksi Jhony Andrijanto kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat carter yang sama dan dokumen surat yang sama," ucap jaksa.
Brigjen Prasetijo didakwa bersama-sama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dan Djoko Tjandra memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal. Djoko dan Anita didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Prasetijo didakwa melanggar tiga pasal, yakni Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 426 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 KUHP ayat 1 dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.